10 Hal Mengenal Antibiotika

Seide.id – Sebuah stasiun TV menyiarkan investigasi, betapa gampangnya masyarakat kita mengonsumsi antibiotik. Mereka membeli bebas, memakai secara tidak tepat, sehingga semakin banyak kuman yang kebal antibiotik, dan ini menyusahkan dunia medik. Untuk kasus kebal antibiotik perlu antibiotika generasi paling mutakhir dengan harga lebih tinggi untuk menumpas sekadar kuman biasa. Di bawah ini saya tuliskan semua hal yang perlu diketahui ihwal antibiotik

Antibiotika semua orang tahu. Tapi bagaimana antibiotika selayakanya digunakan, belum tentu semua benar menyikapinya. Bahaya pemakaian antibiotika bukan hanya menimpa diri pasien, melainkan merugikan masyarakat juga. Semakin banyak jenis kuman yang kebal terhadap antibiotika yang kini terjadi diakibatkan oleh pemakaian antibiotika di masyarakat yang serampangan. Bagaimana kiat dan bisa arif menggunakan antibiotika, kita bicarakan di sini.

  1. Apa sebetulnya manfaat antibiotika itu?

Antibiotika itu senyawa kimia yang dibuat untuk melawan bibit penyakit, khususnya kuman. Tak ubahnya dunia satwa, kita mengenal beragam jenis kuman. Ada kuman yang besar, ada yang kecil, dan beragam pula sifat tabiatnya.

Kuman cenderung memilih bersarang di organ tertentu di tubuh yang ditumpanginya. Ada kuman yang sukanya di otak, di paru-paru, usus, saraf, ginjal, lambung, kulit, atau tenggorok, dan mana saja bagian tubuh kita.

Di organ-organ tempat bersarangnya kuman tertentu menimbulkan infeksi. Kuman tipus menimbulkan penyakit tipus di usus, kuman TBC di paru-paru, selain bisa juga di tulang, ginjal, otak, dan kulit. Kuman lepra di saraf dan kulit, kuman difteria di tenggorokan, tetanus di saraf, dan banyak lagi.
Awalnya baru ditemukan jenis antibiotika penicillin, lalu sulfa, pertama kali dunia kedokteran mampu membasmi bibit penyakit, dan digunakan untuk mengobati semua penyakit infeksi. Sekarang sudah berpuluh-puluh jenis antibiotika ditemukan, baik dari rumpun yang sama, maupun dari jenis yang lebih baru.

Setiap antibiotika memiliki kemampuannya sendiri dalam melawan kuman. Itu sebab, setiap rumpun kuman memiliki penangkalnya masing-masing yang spesifik. Namun, umumnya kebanyakan antibiotika bersifat serba mempan atau broadspectrum. Artinya semua kuman dapat dibasminya. Selain itu ada pula jenis antibiotika yang sempit pemakaiannya, spesifik hanya untuk kuman-kuman jenis tertentu saja. Misal, antibiotika untuk kuman TBC (mycobacterium tuberculosis), untuk lepra atau kusta (mycobaterium leprae), atau untuk tipus (salmonella typhi). Namun, antibiotika untuk TBC, bisa saja untuk infeksi tenggorokan, atau untuk kuman lain yang tidak spesifik, hanya pemakaiannya yang demikian itu tidak lazim saja.

  1. Kapan antibiotika digunakan?
    Antibiotika digunakan kalau ada infeksi oleh kuman. Infeksi terjadi jika kuman memasuki tubuh. Kuman memasuki tubuh melalui pintu masuknya sendiri-sendiri. Ada yang lewat mulut bersama makanan dan minuman; lewat udara napas memasuki paru-paru; lewat luka renik di kulit, melalui hubungan kelamin, atau masuk melalui aliran darah, lalu kuman menuju organ yang disukainya untuk kemudian bersarang, dan berbiak.

Tahunya tubuh terinfeksi, biasanya disertai dengan gejala umum suhu badan meninggi, demam, nyeri kepala, dan mungkin timbul rasa nyeri. Infeksi di kulit, menimbulkan reaksi merah meradang, bengkak, panas, dan nyeri. Bisul contohnya. Di usus, bergejala mulas, dan mencret. Di saluran napas, batuk, nyeri tenggorok, atau sesak napas. Di otak, nyeri kepala; di ginjal, banyak berkemih, kencing merah atau seperti susu.

Namun, gejala suhu tubuh meninggi, demam, nyeri kepala, dan nyeri, bisa juga bukan disebabkan oleh kuman, melainkan infeksi oleh virus, atau parasit. Dari keluhan, gejala dan tanda, dokter dapat mengenali apakah infeksi disebabkan oleh kuman, virus, atau parasit. Gejala malaria oleh parasit plasmodium biasanya khas. Begitu juga gejala, tanda, dan keluhan infeksi oleh virus flu, virus polio, atau virus cacar.

Penyakit yang disebabkan bukan oleh kuman tidak mempan diobati dengan antibiotika. Untuk virus diberi antivirus, dan untuk parasit diberi juga antinya, seperti antimalaria, antijamur, dan anticacing.

Jika infeksi oleh jenis kuman yang spesifik, biasanya dokter langsung memberikan antibiotika yang sesuai dengan kuman penyebabnya. Misal bisul di kulit, tetanus, difteria, tipus, atau infeksi mata merah.

Untuk infeksi yang meragukan, diperlukan pemeriksaan khusus memastikan apa jenis kuman penyebabnya. Caranya dengan melakukan pembiakan (kultur) kuman. Bahan biakannya diambil dari darah, atau air liur, dahak, urine, tinja, cairan otak, nanah kemaluan, atau kerokan kulit.

Dengan biakan kuman, selain menemukan jenis kumannya, dapat langsung diperiksa pula jenis antibiotika yang cocok untuk menumpasnya (tes resistensi). Dengan demikian, pengobatan infeksinya lebih tepat. Jika tidak dilakukan tes resistensi, bisa jadi antibiotika yang dianggap mampu, sudah tidak mempan sebab kumannya sudah kebal terhadap jenis antibiotika yang dianggap ampuh tersebut.

  1. Mengapa semakin banyak kuman yang kebal antibiotika?
    Pemakaian antibiotika di negara-negara sedang berkembang sering tidak terkontrol, dan cenderung serampangan. Antibiotika bisa dibeli bebas, ketidaktahuan pemakaian, dan obat tidak dipakai sampai tuntas, menimbulkan generasi kuman yang menjadi kebal (resisten) terhadap antibiotika yang digunakan secara tidak tepat dan serampangan itu. Pemakaian antibiotika yang tidak dihabiskan, atau menebusnya setengah resep, misalnya.

Semakin sering dan semakin banyak disalahgunakan suatu antibiotika, semakin cepat menimbulkan kekebalan kuman yang biasa ditumpasnya. Pemakaian antibiotika golongan erythromycine yang paling banyak dan luas dipakai di dunia dasawarsa 1980-an semakin banyak melahirkan generasi kuman yang kebal terhadapnya. Lalu dunia farmasi perlu membuat antibiotika generasi baru dari rumpun yang sama.

Tak ubahnya dengan pemakaian antinyamuk, semakin sering digunakan, banyak generasi nyamuk yang kebal obat nyamuk, sehingga perlu dicari antinyamuk generasi baru untuk membunuh nyamuk yang sudah kebal. Demikian pula halnya dengan kuman. Setiap beberapa tahun lahir jenis generasi antibiotika baru untuk membasmi jenis kuman yang sudah kebal, tentu dengan harga yang lebih tinggi.

  1. Apa efek samping antibiotika?
    Seperti halnya obat umumnya, antibiotika juga punya efek samping. Setiap jenis antibiotika memiliki efek sampingnya sendiri-sendiri. Ada yang buruk efeknya terhadap ginjal, hati, dan ada pula yang menganggu keseimbangan tubuh. Dokter mengetahui apa efek samping suatu antibiotika sehingga tidak diberikan pada sembarang pasien.

Pasien dengan gangguan hati tidak boleh diberikan antibiotika yang efek sampingnya merusak hati, sekalipun ampuh membasmi kuman yang sedang pasien idap. Dokter perlu memilihkan antibiotika lain, mungkin kurang ampuh, namun tidak berefek pada hati.

Namun, jika suatu antibiotika tidak ada penggantinya, antibiotika tetap dipakai juga dengan catatan, bahaya efek samping pada seorang pasien memerlukan monitoring oleh dokternya jika dipakai untuk jangka waktu yang lama. Antibiotika untuk TBC, misalnya, yang diminum sedikitnya 6 bulan, perlu pemeriksaan fungsi hati secara berkala, agar jika sudah merusak hati, obat dipertimbangkan untuk diganti.

  1. Apakah semua antibiotika hanya untuk diminum?
    Tidak. Kebanyakan memang diminum, namun ada juga yang hanya untuk suntikan. Antibiotika streptomycine, garamycine, dalam bentuk suntikan saja, dan tidak tersedia dalam bentuk tablet, atau kapsul. Sebaliknya, kebanyakan antibiotika yang diminum belum tentu ada dalam bentuk suntikannya. Tapi ada juga antibiotika baik dalam bentuk suntikan maupun yang diminum.
  2. Apa bahaya keseringan menggunakan antibiotika?
    Pemakaian antibiotika yang terlalu sering, tidak dianjurkan. Di kita, orang bebas membeli antibiotika di toko obat, dan memakainya kapan dianggap sendiri perlu. Sedikit batuk pilek, langsung minum antibiotika. Baru mencret sekali, langsung antibiotika. Padahal belum tentu perlu. Mengapa?

Belum tentu batuk pilek disebabkan oleh kuman. Awalnya oleh virus. Jika kondisi badan kuat, penyakit virus umumnya sembuh sendiri. Yang perlu dilakukan pada penyakit yang disebabkan oleh virus, kita memperkuat daya tahan tubuh dengan cukup makan, istirahat, dan makanan bergizi. Pemberian antibiotika pada batuk pilek yang disebabkan oleh virus hanya penghamburan, dan merugikan badan sebab memikul efek samping antibiotikanya yang sebetulnya tak perlu terjadi.

Kasus batuk pilek virus yang sudah lama, yang biasanya sudah ditunggangi oleh kuman, baru membutuhkan antibiotika untuk membasmi kumannya, bukan untuk virus flunya. Tanda batuk pilek membutuhkan antibiotika, dengan melihat ingusnya, yang tadinya encer bening sudah berubah menjadi kental berwarna kuning-hijau. Selama ingusnya masih encer bening, antibiotika tidak diperlukan.

Minum antibiotika kelewat sering juga menganggu keseimbangan flora usus. Kita tahu dalam usus normal tumbuh kuman yang membantu pencernaan dan pembentukan vitamin K. Selain itu di bagian-bagian tertentu tubuh kita juga hidup kuman-kuman jinak yang hidup berdampingan dengan damai dengan tubuh kita. Di kemaluan wanita, di kulit, di mulut, dan di mana-mana bagian tubuh ada kuman yang tidak mengganggu, namun bermanfaat (simbiosis).

Keseringan minum antibiotika berarti membunuh seluruh kuman jinak yang bermanfaat bagi tubuh. Kalau populasi kuman jinak yang bermanfat bagi tubuh terbasmi, keseimbangan mikroorganisme tubuh bisa terganggu, sehingga jamur yang tadinya takut oleh kuman-kuman yang ada di tubuh kita, berkesempatan lebih mudah menyerang.

Makanya, banyak orang yang setelah minum antibiotika, biasanya yang kelewat lama, kemudian terserang penyakit jamur. Bisa jamur di kulit, usus, seriawan di mulut, atau di mana saja. Keputihan sebab jamur pada wanita, antara lain lantaran vagina kelewat bersih oleh antisepsis yang membunuh kuman bermanfaat di sekitar vagina (Doderlein).

  1. Berapa lama seharusnya mengonsumsi antibiotika?
    Tergantung jenis infeksinya, penyebab kumannya, lama pemakaian antibiotika bervariasi. Paling sedikit 4-5 hari. Namun, jika infeksinya masih belum tuntas, antibiotika perlu dilanjutkan sampai keluhan dan gejalanya hilang. Pada tipus perlu beberapa minggu. Demikian pula pada difteria, tetanus, dan paling lama pada TBC yang memakan waktu sampai berbulan-bulan. Termasuk pada kusta.

Pada infeksi tertentu, setelah pemakaian antibiotika satu kir, perlu dilakukan pemeriksaan biakan kuman ulang untuk memastikan apakah kumannya sudah terbasmi tuntas. Infeksi saluran kemih, misalnya, setelah selesai satu kir antibiotika, dan keluhan gejalanya sudah tiada, biakan kuman dilakukan untuk melihat apa di ginjal masih tersisa kuman. Jika masih tersisa kuman dan antibiotikanya tidak dilanjutkan, penyakit infeksinya akan kambuh lagi. Termasuk pada infeksi gigi.

Sakit gigi biasanya disebabkan oleh adanya kuman yang memasuki gusi dan tulang rahang melalui gigi yang bolong atau keropos. Dalam keadaan demikian gusi membengkak, dan gigi nyeri. Antibiotika diberikan sampai keluhan nyeri gigi hilang. Jika antibiotika hanya diminum sehari-dua, kuman di dalam gusi belum mati semua, sehingga infeksi gusi dan sakit gigi akan kambuh lagi.

  1. Mengapa antibiotika bisa tidak mempan?
    Antibiotika tidak mempan bisa sebab dua hal. Paling sering sebab kuman penyebab penyakitnya memang sudah kebal terhadap antibiotika tersebut. Untuk itu perlu dicari antibiotika jenis lain yang lebih sensitif. Biasanya perlu dilakukan tes resistensi untuk m
    encari jenis antibiotika yang tepat.

Hal kedua, oleh karena tidak dilakukan tes resistensi dulu, dan langsung diberikan antibiotika secara acak, kemungkinan pilihan antibiotikanya tidak tepat untuk jenis kuman penyebab penyakitnya. Antibiotikanya memang sudah tidak mempan terhadap kuman penyebabnya. Kita mengenal ada kuman jenis gram-negatif. Untuk itu perlu antibiotika membasmi jenis kuman itu. Jika diberikan antibiotika untuk jenis kuman gram-positif, tentu tidak akan mempan, sebab antibiotikanya salah sasaran. Atau bisa oleh karena infeksinya bukan disebabkan oleh kuman, melainkan oleh virus, atau parasit. Jamur kulit tak mempan diberi salep atau krim antibiotika, misalnya.

  1. Apa artinya antibiotika yang keras?
    Artinya tidak perlu antibiotika dari generasi yang paling baru, kalau dengan antibiotika klasik (golongan penicillin) masih mempan. Namun, sering kali untuk infeksi ringan saja (flu) diberikan antibiotika generasi mutakhir. Selain jauh lebih mahal, tubuh memikul efek samping yang biasanya lebih berat. Semakin ampuh antibiotika, biasanya semakin keras efek sampingnya. Membunuh lalat tak perlu pakai panah, cukup ditepuk saja.
    Demikian pula untuk infeksi ringan. Seberapa bisa tak perlu lekas-lekas memakai antibiotika jika tubuh sendiri bisa mengatasinya. Kita tahu tubuh kita juga memiliki perangkat antibodi. Setiap bibit penyakit, apa pun jenisnya, yang masuk ke dalam tubuh, akan dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Tubuh baru menyerah kalah, jika bibit penyakitnya sangat ganas, jumlahnya banyak, dan daya tahan tubuh sedang lemah.

Tidak setiap kali dimasuki bibit penyakit tubuh kita akan jatuh sakit. Jika kekebalan tubuh prima, bibit penyakit yang sudah memasuki tubuh gagal menginfeksi, dan kita batal jatuh sakit. Infeksi umumnya baru terjadi jika tubuh sedang lemah. Untuk itu perlu bantuan zat anti yang dikirim dari luar. Kiriman zat anti dari luar itulah yang diperankan oleh antibiotika.

  1. Mengapa habis minum atau disuntik antibiotika bisa pingsan?
    Adakalanya sehabis minum atau disuntik antibiotika bisa pingsan. Pada orang-orang tertentu yang berbakat alergi umumnya tidak tahan terhadap antibiotika golongan penicillin, baik yang diminum maupun yang disuntikkan. Beberapa menit sampai beberapa jam sesudahnya muncul reaksi alergi.

Rasa tebal dan gatal di bibir, pusing, mual, muntah, lalu pingsan. Jika ringan hanya gatal-gatal mirip biduran. Reaksi hebat bisa menimbulkan reaksi kulit melepuh, berbisul-bisul (Steven-Johnson Syndrome) yang bisa berujung kematian.

Bagi yang berbakat alergi, perlu dites dulu sebelum mendapat suntikan antibiotika golongan penicillin. Jika positif, jangan diberikan. Atau jika pernah ada riwayat gatal sehabis minum atau suntikan antibiotika, buatlah catatan, agar lain kali dapat mengingatkan dokter kalau tidak tahan antibiotika tersebut. Sekarang reaksi alergi terhadap antibiotika sudah jarang terjadi, sebab tersedia banyak pilihan antibiotika yang lebih unggul dari penicillin tanpa risiko alergi.

  1. Apa antibiotika dapat digunakan sebagai obat luar juga?
    Ya, selain dalam bentuk obat minum (oral), dan suntikan (parenteral), antibiotika juga tersedia dalam bentuk salep, krim, supositoria (dimasukkan ke liang dubur atau vagina); lotion, dan tetes juga. Infeksi kulit memakai salep atau krim antibiotika. Untuk infeksi mata merah memakai tetes atau salep mata. Untuk infeksi telinga tengah memakai tetes kuping antibiotika. Untuk keputihan kuman, dipakai antibiotika berbentuk peluru yang dimasukkan ke dalam vagina (bagi yang sudah menjadi istri, tidak buat yang masih gadis)

Membubuhi serbuk antibiotika pada lubang gigi yang sakit seperti kebiasaan sementara orang, atau pada luka, tidak terlalu tepat. Efek penembusan antibiotika ke jaringan gusi yang terinfeksi tidak sebaik jika diminum, atau bisa menyerap optimal seperti antibiotika yang sudah dalam bentuk salep atau krim jika untuk dipakai pada kulit.

Catatan:
Kita kelewat gampang dan lekas memakai antibiotika, sering kurang beralasan. Selain keluar biaya yang tidak perlu, tubuh ikut memikul efek samping untuk tujuan yang sia-sia. Ginjal dan atau hati memikul beban antibiotika.

Di negara maju, perlu indikasi kuat kapan antibiotika diputuskan untuk digunakan. Hanya apabila betul ada proses infeksi, dan infeksi menurut perhitungan medik tidak dapat menyembuh dengan sendirinya, antibiotika beralasan untuk dipakai. Termasuk tidak dipakai pula pada kasus batuk-pilek yang virus penyebabnya.

Apabila dalam beberapa hari mengonsumsi antibiotika, proses penyakit infeksinya tidak mereda, besar kemungkinan antibiotikanya tidak sensitif, atau sudah resisten. Pada keadaan demikian perlu kembali ke dokter untuk mengganti golongan antibiotikanya.

Adakalanya antibiotika digunakan untuk waktu lama. Pada kondisi demikian perlu mewaspadai munculnya serangan jamur. Kasus TBC memerlukan sedikitnya 6 bulan, selain pemakaian beberapa bulan untuk membasmi kuman helicobacter pylori pada kasus radang lambung atau mag yang ada kumannya.

(Dipetik dari sebuah buku saya di bawah ini)

Dr Handrawan Nadesul

Kalau Bisa Tanpa Obat Itu Resep Dokter Yang Paling Arif