Seide.id – Pada 14 Agustus 1945, menjelang sore, ada aktivitas yang dilakukan diam-diam di pintu belakang Kōkyo, kediaman Kaisar Jepang -Hirohito- di Ibu Kota, Tokyo.
Hachiro Ohashi, kepala kantor berita milik pemerintah, Nippon Hoso Kyokai (NHK), yang memang sengaja dipanggil untuk sebuah keperluan sangat penting dan mendesak, langsung sibuk mengatur anak buahnya menurunkan peralatan dari kendaraan.
Beberapa orang kemudian berbagi beban membawa beberapa kotak, masuk ke dalam gedung. Ohashi dan para petugas itu lalu diarahkan menuju lantai bawah tanah Kantor Kementerian Urusan Rumah Tangga Kaisar.
Setelah itu, petugas NHK lalu menelisik ruang demi ruang yang ada di sana. Mereka mencari kamar kedap suara, berdinding tebal dan lunak agar suara tidak terpantul.
Pekerjaan ini tidak boleh gagal. Tak ada waktu untuk mengulang. Mereka sudah siap dengan kondisi buruk. Mengingat Tokyo sering dibom dan mati lampu, petugas NHK sudah mengantisipasi hal ini. Satu generator listrik kecil telah disiapkan, jaga-jaga bila listrik dipadamkan.
Suara Kaisar terlalu pelan
Setelah menemukan ruang yang cocok, petugas lalu menyiapkan mikrofon dan alat perekam. Teknologi saat itu masih memakai gramofon dengan media rekam menggunakan piringan hitam.
Uji coba segera dilakukan. Beberapa kali. Hasil harus sempurna dan tidak boleh terjadi kesalahan.
Setelah selesai, petugas kemudian menunggu dengan penuh harap dan, tentu, dengan hati berdebar. Mereka sangat segan, juga takut, masuk ke dalam istana tempat kediaman sosok yang mereka hormati.
Dalam beberapa waktu ke depan mereka akan bertemu dan berhadapan, dalam jarak sangat dekat, langsung dengan Hirohito Sang Shōwa-tennō (Yang Mulia Kaisar Showa) sendiri. Sosoknya dipercaya sebagai titisan Dewa Amaterasu, dewa yang bertanggung jawab atas penciptaan pulau-pulau di Jepang.
Sekitar pukul 23.30 Kaisar datang. Semua yang hadir di ruangan, termasuk para teknisi, langsung sembah sujud di lantai.
Beberapa saat kemudian, proses rekaman siap dilakukan. Kaisar ternyata sudah menyiapkan naskahnya, ia tinggal membacakannya.
Perekaman dimulai. Ini kutipan suaranya:
Kaisar membaca dengan intonasi datar, tidak meletup-letup, tetapi tetap penuh wibawa. Bagi beberapa orang teknisi, baru kali inilah mereka tidak saja bertemu wajah dan sosok kaisar, namun juga mendengar langsung suranya.
Perekaman selesai dalam empat menit dan 36 detik. etelah itu dilakukan pemeriksaan. Ternyata dalam sesi pertama tadi, suara Kaisar terlalu pelan. Rekaman kedua pun dilakukan, waktunya kurang lebih sama.
Pada sesi kedua, suara Kaisar terlalu keras, tetapi memenuhi syarat untuk kelak dikumandangkan melalui radio.
Kesepakatan lalu diambil, rekaman kedua yang dipakai, sedangkan yang pertama disimpan sebagai cadangan.
Kudeta!
Bersambung: