Catatan pentingnya adalah, bila ingin menguasai Bosnia-Herzegovina harus memberitahu Kesultanan Turki terlebih dahulu, karena wilayah tersebut berada dalam kontrol Turki. Jadi meski kelak masuk wilayah Austria-Hongaria, namun secara hukum tetap merupakan daerah Kesultanan Turki. Ada syarat dan ketentuan yang berlaku, misalnya soal pajak.
Sultan Turki agaknya tidak keberatan selama secara hukum kawasan tersebut masih atas nama Sultan.
Diam-diam otoritas Turki kerap pusing mengontrol wilayah mereka yang luas yakni Bulgaria, Yunani, Albania, Serbia dan Bosnia-Herzegovina karena wilayah-wilayah ini kerap bergejolak, memberontak dan ingin merdeka. Maka, kalau ada ‘tangan lain’ yang ikut cawe-cawe (membantu mengurusi) wilayahnya ya monggo saja, selama ada imbal balik tentu saja.
Karena harus memberi tahu Turki dan secara hukum masih masuk wilayah Turki, agaknya membuat kerajaan Austria-Hongaria ogah-ogahan. Untuk apa menganeksasi wilayah lain kalau secara hukum masuk dalam kerajaan orang lain?
Pembaharuan di Turki
Diam-diam Austria-Hongaria ingin menguasai Bosnia-Herzegovina secara mutlak, menjadi pemilik yang berkuasa penuh.
Lalu, apa yang dilakukan duo kerajaan itu?
Ya, menunggu. Sabar, sampai saat baik tiba.
Benar saja, tanggal 24 Juli 1908, secara tiba-tiba kelompok yang menamakan diri ‘Young Turks’ yang dimotori para pemuda Turki diantaranya Pangeran Sabahaddin dan Ahmet Riza, memproklamirkan diri sebagai kelompok pembaharu di Turki yang menjanjikan era baru multi partai di parlemen yang berdemokrasi. Young Turk dengan berani melawan kekuasaan absolut Kesultanan Turki yang waktu itu dipegang oleh Sultan Abdulhamid II.