Kerisauan menteri luar negeri Sovyet kala itu Vyacheslav Molotov, terjawab sudah. 7 bulan sebelumnya, 12 November 1940, Molotov mengunjungi ibukota Jerman, Berlin, atas perintah bosnya Joseph Stalin untuk menanyakan beberapa hal penting pada Jerman. Misalnya, mengapa pengiriman beberapa peralatan pabrik modern dan senjata kini tersendat? Padahal Moskow selama ini secara rutin telah mengirim minyak, gandum dan bahan mentah besi dan baja ke Jerman sesuai kesepakatan.
Pihak Jerman tidak serta merta menjawab pertanyaan krusial ini.
Hanya, saat menginjakkan kaki di Berlin, Molotov sudah mencium gelagat aneh. Penyambutan tidak meriah, bahkan terkesan dipaksakan. Semangat ‘setia kawan’ yang selama ini kental terasa antara Jerman-Sovyet mendadak hilang.
Beda sekali rasanya saat menlu Jerman Joachim von Ribbentrop mengunjungi Moskow, 23 Agustus 1939 silam, kehangatan menjalar sangat terasa.
Kesepakatan Sovyet-Jerman di bulan Agustus itu adalah Pemufakatan Jahat! Atas perintah Hitler, Ribbentrop melobi Stalin agar Sovyet tidak ikut campur tatkala Hitler menyerbu Polandia! Sebagai imbalannya Sovyet juga boleh menyerang Polandia dari arah timur setidaknya satu minggu setelah tentara Jerman masuk Polandia. Dan, kelak, negara malang itu dibagi dua bagian sama besar untuk Jerman dan Sovyet!
Ribbentrop mengantongi surat perjanjian, dan Stalin setuju, maka Molotov pun tandatangan dalam dokumen kesepakatan itu.
Hitler yang mendengar Stalin setuju atas proposal yang dibawa Ribbentrop girang bukan kepalang! Setidaknya, saat ia menyerang Polandia, tidak ada negara yang campur tangan membela negara itu.
Dan benar saja, satu minggu kemudian, 1 September 1939 tentara Jerman secara mendadak, tanpa pemberitahuan sebelumnya, menyerbu Polandia. Perang Dunia Kedua di Eropa pun pecah, karena dengan serta merta Inggris-Perancis yang mendukung Polandia langsung menyatakan perang terhadap Hitler.
Nah, kini, 12 November 1940 Molotov merasakan keanehan atas sikap dingin Jerman. Jangan-jangan….
Benar saja beberapa minggu kemudian Jerman mulai menghimpun tentara dan peralatan perang di dekat perbatasan Sovyet-Jerman. Moskow galau. Kerisauan Molotov mulai menemukan titik terang: ada apa dengan Jerman?
Pertanyaan resmi segera diajukan pihak Moskow, dan, nampaknya pihak Kementrian Propaganda Joseph Goebbels sudah memiliki jawaban jitu, “kami sengaja menumpuk kekuatan di timur karena kami sedang latihan perang dalam persiapan untuk menyerang Inggris!”, penempatan pasukan dan peralatan militer berat sengaja menjauh dari sisi barat untuk menghindari pesawat pengintai Inggris!
Sebuah alasan yang naif. Secara militer dimana logikanya bila Anda akan menyerang negara tetangga di sisi kiri, tetapi menempatkan pasukan dan peralatannya di sisi kanan?
Meski gundah gulana, Moskow nampaknya tak bisa apa-apa dengan penumpukan itu.
Tanggal 22 Juni 1941 semua kerisauan Molotov terjawab sudah. Secara mendadak pasukan Jerman menyerbu Sovyet! Operasi militer yang kemudian dikenal dengan nama sandi Operasi Barbarossa (diambil dari nama kaisar Jerman) digelar Hitler.
Pukul 03.30 subuh, seluruh meriam artileri Jerman menyalak keras-keras. Sasarannya telah dihitung dengan efisien yakni semua pos-pos militer Sovyet yang saat itu tengah nyenyak tidur!
04.45 ribuan tentara infantri Jerman mulai menyerbu masuk.
Serbuan yang melibatkan 2,6 juta tentara, terfokus pada tiga sasaran utama mirip sebuah tombak mata tiga -trisula- raksasa. Sisi utara, Army Group North mengincar kota Leningrad, sekarang St. Petersburg. Di tengah, Army Group Center, menerjang masuk Belarusia dan langsung mengarah ibukota Moskow. Sementara Army Group South langsung merangsek menyerang Ukrania dan kawasan kaya minyak di Kaukasus di sisi selatan.
Tanah Sovyet nan kaya sedang dijarah oleh Jerman dan konco-konconya. Finlandia di utara, sementara pasukan Hungaria, Rumania, Cekoslovakia dan Italia berbagi posisi di tengah dan selatan. Pasukan bantuan ini bahu membahu dengan tentara Jerman merebut jengkal demi jengkal tanah Sovyet yang kaya akan ternak, gandum, minyak dan buah-buahan.
Lima hari kemudian, tanggal 30 Juni 1941, pasukan Jerman masuk kota Lvov, sekarang bernama Lviv, yang terletak disisi barat Ukrania.
Di alun-alun kota terjadi pemandangan mencengangkan. Penduduk kota yang semula takut dan bersembunyi satu persatu mulai menampakkan diri di pusat kota. Lama kelamaan jumlah mereka mencapai ribuan, dan secara khusus mereka justru menyambut baik si penyerbu!
Penduduk Lvov menganggap pasukan Jerman sebagai tentara pembebas! Selama puluhan tahun mereka hidup di bawah kejamnya rezim Stalin di Moskow. Ribuan orang ditangkapi tanpa alasan yang jelas dan tanpa pengadilan. Dengan kedatangan ‘pasukan baru’ ini siapa tahu nasib Lvov akan berubah..
Sebuah foto yang menggambarkan para penduduk yang tengah berkumpul di alun-alun dan menyambut tentara Jerman, dengan serta merta dipakai oleh Kementrian Propaganda Jerman untuk membius penduduk Jerman bahwa serbuan ke timur membuahkan hasil yang gilang gemilang!
Bagi penduduk Lvov, itu adalah awal malapetaka baru. Nazi Jerman tidak menyukai semua yang berbau komunis dari tanah Sovyet. Tentara Jerman tidak mungkin membawa tawanan perang Sovyet –yang berhaluan komunis- dibawa masuk ke tanah Jerman! Dengan kata lain, untuk ‘memudahkan’ pekerjaan semua tawanan sipil dan militer harus dihabisi!
Maka, bak lepas dari mulut Singa, kini penduduk Lvov justru masuk ke dalam mulut Harimau,…
(Gunawan Wibisono)