Bagiku, mendidik anak itu memerlukan 4 hal yang harus jalan secara bersamaan :
- Kita mendidik diri sendiri, agar anak tinggal meniru hal baik yang ada di diri kita sebagai ortunya.
Kita mendidik diri sendiri? Mendidik apa?
Ya terserah dengan nilai-nilaimu sebagai ortu itu, apa saja?
Kalau aku sih, mendidik diriku agar suka membaca, rajin bekerja, menghormati asisten rumah tangga, sopir, karyawan, tukang sayur, pak RT, bossku… siapa saja, termasuk menghargai anakku juga.
Jadi ketika anakku ikutan membaca buku (meski dia cuma pura-pura bisa membaca dan sambil bukunya terbalik pula, aku tidak mentertawainya), aku memujinya.
Jadi ketika anakku ikutan ngelap-ngelap dan nyapu (meskipun aku jadi malah semakin repot karena dia ‘mengacaukan’ hasil sapuanku) aku tak melarangnya ikut berkiprah. Malah kuajari caranya menyapu dan mengelap dengan benar.
Jadi ketika anakku ikutan duduk di meja kerjaku, belagak sibuk dan produktif dengan buku gambarnya, aku tidak melarangnya… (meskipun acara ngelemburku jadi ribet, karena mejaku jadi berantakan oleh krayon dan mainannya), aku tersenyum dan mengatakan dengan tulus ‘waaah kamu kerja juga kayak mama? Pintar!’
Jadi ketika anakku mengucapkan selamat pagi ke tukang sayur dan membantu pekerjaan pembantuku… aku memujinya. ‘Kamu anak baik dan peka pada keadaan sekitar.’
Itu semua adalah beberapa contoh, hal yang memang kusengaja : aku ‘display’kan perilaku positif agar dia meniru.
Masih Banyak Hal Lain
- Buku, buku, buku.
Kusediakan budget untuk beli buku. Aku tak punya perhiasan sebiji pun. Tak pula anting sederhana. Apalagi kalung. No. Prioritasku adalah buku. Ada 2000 buku kami miliki. Hampir seperempatnya adalah bukunya. - Milih sekolah yang bagus.
Apa kriteria sekolah bagus menurutku…?
Ada 3 hal yang harus ada :
A. Metode mengajarnya bagus. Artinya : Semua personel pendidiknya memahami pedagogi. Mulai dari guru sampai kepsek. Alias TIDAK MENERAPKAN SETRAP DAN HUKUMAN. Tidak ada pihak yang mengajar sambil menakut-nakuti dan membentak.
B. Memiliki lingkungan sosial yang baik. Aku menghindari sekolah yang ortu-ortunya narrow minded, snobbish, dan ‘social climber’ : nggak tajir amat tapi lagaknya kayak milyuner. Ortu kayak gini, kuamati, biasanya memiliki anak yang sama noraknya… dan cenderung membully pihak yang lemah.
C. Tentu, sekolah bagus itu sesuai dengan budget yang bisa kusediakan dengan kerja keras dan ngotot pakai nangis darah (nggak papa, babak belur bekerja demi membiayai pendidikan anak…).
- Traveling.
Ini adalah kegiatan wajib tahunan. Setiap tahun kuusahakan 2x pergi traveling. Seringkali pakai cara backpackeran… agar ada pengalaman yang ‘tidak mudah’.
Pengalaman tidak mudah? Apa saja itu?
Well… mulai dari menghitung baju dan bawaan apa saja yang perlu dibawa…
Mengepak kopor/ranselnya sendiri…
Tahu cara beli tiket…
Mampu kelola emosi ketika lapar, lelah dan ngantuk selama perjalanan… bahkan tahu caranya menahan hajat.
Tahu caranya menyelesaikan masalah yang datang tiba-tiba….
Terbiasa siaga pada sikon…
Kelola keuangan secara teliti…
Memantau gelagat keamanan…
Memahami bagaimana bersikap di depan orang baru…
Banyak.
Itulah makanya, kenapa aku menganjurkan :
milikilah jumlah anak sesuai #kemampuanmu mendidiknya.
KEMAMPUAN apa saja?
Ya, bisa berupa kemampuan finansial….
kemampuan waktu….
kemampuan tenaga….
kemampuan emosi dan psikologismu untuk menjadi ortu…
KITA SEMUA INI, MAMPU MENJADI ORTU YANG ASIK, kalau saja kita bahagia dan tidak frustrasi dan lelah karena terhimpit oleh tuntutan hidup.
Merencanakan hidup, termasuk merencanakan membangun keluarga (keluarga yang terencana ya; bukan keluarga asal jadi), adalah tindakan yang rasional.
Jadi percuma mendebatku dengan kalimat : ‘Enak ya kamu, anakmu cuma satu…’
Ya memang enak..! Hidupku memang kubikin enak lah…! Ngapain bikin diri sendiri jadi menderita di dalam hidup ini?
Jadi…
salahnya siapa, jika kita tidak merencanakan hidup kita?
Jadi…
salahnya siapa, jika kita tidak mengenali diri, apa saja kekuatan dan kelemahan kita… lalu membangun diri dulu, sebelum menjadi ortu..? Lalu setelah anak-anak berlahiran, kita jadi kelimpungan…?
Jadi…
salahnya siapa, ketika jumlah anak yang lahir, tidak kita imbangi dengan langkah lanjutan berupa mencari penghasilan tambahan? (Berani menambah anak, berani juga nambah penghasilan)
Maka, mari kita membuat perencanaan hidup dan menjalankannya.*
*Kalau ada yang bawa-bawa nama Tuhan di sini, dan berargumen ‘Tapi mbak, manusia merencanakan dan Tuhan yang menentukan…’ akan kujawab :
‘Sudah berencana pun, bisa berantakan! Apalagi nggak dipersiapkan dan nggak direncanakan!!! Makanya baca lagi paragraf di atas. Apa saja persiapan yang perlu kita lakukan. Semua atlit yang baik, berlatih keras sebelum bertanding. Itu namanya persiapan. Sehingga ketika pertandingannya dimulai, si atlit mampu menghadapi tantangan di medan laga.’
Balik ke topik, jadi parenting itu perlu dibarengi dengan sikap rasional. Bukan sikap yang emosional, apalagi impulsif semacam sikap ‘masa bodo, dipikir ntar’. Ya nggak heran kalau mumetnya juga belakangan.
Parenting Styleku : Child Oriented. Tapi juga
‘friendly’ bagiku, alias tidak membebani mentalku dan tidak menggerus kebahagiaanku.
Hidup yang bahagia dan nyaman, adalah hidup yang bisa dihadapi… Dan bagaimana agar mampu menghadapinya?
Persiapan
Persiapan
Persiapan
Perencanaan
Perencanaan
Perencanaan
Nana Padmosaputra
——
Keterangan gambar :
Ini adalah Calvin. Tokoh dalam komik ’Calvin and Hobbes’ yang banyaaak sekali memuat kisah orangtua yang menghadapi anak ‘nakal’ yang cerdas dan kritis.
4 KECOCOKAN DALAM PERNIKAHAN.(Intelektual, Emosional, Seksual, Spiritual)