Seide.id – Sekitar 15 tahun lalu saya sering diminta seminar dengan topik seks. Salah satu yang saya bawakan bertajuk “Seks yang Sehat”, berisi 43 slide powerpoint, dipresentasikan sekitar 2 jam.
Saya membahas cinta dari aspek keilmuan, bahwa wujud cinta itu bukan hanya terasakan, melainkan cinta yang ternyata sudah matematis. Cinta itu nyata dari diketemukannya, ada bagian otak yang aktif ketika orang jatuh cinta. Begitu juga dengan seks.
Bahwa jatuh cinta itu menyerupai gangguan jiwa obsessive-compulsive (OCD). Maka secara medis jatuh cinta bila tidak dikehendaki bisa dihambat oleh obat OCD. Calon mertua yang tidak setuju pada pacar yang dipilih anaknya, si anak diberi obat anti-OCD supaya rasa jatuh cinta terhadap pacar yang tidak disukai orangtuanya itu hilang.
Peristiwa jatuh cinta itu awalnya sexual attraction. Bertemu dengan sosok yang di peta-cinta atau love-map dalam benaknya, sosok yang bersesuaian. Entah kenapa suka aja.
Bila bertemu dengan wajah tipe ideal. Peta-cinta yang terbentuk dalam benak, hasil pengalaman batin sejak seseorang masih kecil tumbuh keterpikatan pada sosok lawan jenis tipe tertentu. Misal, bila ada kesan mendalam pada sosok perawat waktu kecil, maka dalam peta-cintanya tertanam ketertarikan pada sosok perawat. Atau anak perempuan dekat dengan figur ayah, maka preferensi tertarik pada sosok suami sefigur ayahnya, wanita bisa terpikat pada jenis suara pria, pada sosok tubuh lainnya, dan semua itu yang dimaksud dengan sexual attraction.
Tidak semua orang menemukan sexual attraction pada sosok seseorang. Hanya apabila sosok seorang itu ada tercatat dalam peta-cintanya, ia menemukan sexual attraction.
Itu maka keterpikatan pada sosok lawan jenis itu tidak harus yang rupawan. Kita melihat ada wanita cantik memilih pria yang obyektif tidak rupawan, atau sebaliknya pria memilih wanita pasangan hidupnya yang obyektif tidak good looking. Itulah makna sexual attraction yang ditemukan oleh peta-cinta seseorang. Mungkin menemukan sifat keayahan pada seorang pria, atau keibuan pada seorang wanita, atau kesan mendalam lain yang terbawa dalam benak sejak kecil dan tercatat dalam peta-cintanya.
Sexual attraction itu seperti window shopping, melihat barang di etalase toko, dan belum tentu pilihan sebagai Mr Right atau Miss Right, bila setelah pendekatan ternyata banyak tidak cocoknya. Pria wanita yang menarik perhatiannya, belum tentu orang yang cocok untuk teman hidup.
Kecocokan belakangan menjadi pertimbangan nomor satu buat generasi muda sekitar 80-an dalam memilih pasangan hidup. Mereka sudah tidak percaya pada cinta lagi.
Faktanya banyak pasangan cinta bubar juga sebab tidak cocok. Elizabeth Taylor bintang cantik yang cinta setengah mati pada Richard Burton tahun 60-an, perkawinannya kandas juga.
Generasi kemudian yang tidak percaya lagi pada cinta, lebih mempertimbangkan apakah pilihannya cocok. Apakah compatible. Karena banyak perceraian terjadi bahkan setelah punya cucu dengan alasan tidak cocok. Mungkin sebab pada masa pendekatan yang mestinya saling mencocokan sudah didahului seks.
Pacaran seks melulu menutupi semua ketidakcocokan. Baru bermasalah setelah menikah, lalu masing-masing tak bisa bertoleransi dengan ketidakcocokannya.
Maka selain perlu tepat memilih Mr atau Miss Right setelah menemukan sexual attraction, pacaran perlu masa intimacy dalam arti saling mencocokkan, dan tunda seks dulu. Seks yang mendahului cinta atau kecocokan, membawa pada risiko pasangan pada keputusan memilih yang salah.
Jadi idealnya perkawinan apa perlu cinta? Orang dulu kawin tanpa pacaran, alih-alih ada cinta, tapi langgeng juga. Tentu ada alasan lain untuk mempertahankan perkawian kendati sudah tidak cocok, apalagi cinta. Orang sekarang mudah sekali mengungkap cinta tapi rapuh perkawinannya.
Katanya, cinta wanita learning by doing setelah menikah. Juga dalam hal seks. Cinta lelaki berbeda, karena mungkin lelaki lebih sukar membedakan mana cinta mana seks. Dan di situ masalahnya.
Kalau selama masa intimacy atau PDKT, lelakinya tidak diberi seks, namun masih tetap melanjutkan relasi PDKT, boleh menjadi bukti kalau ia betul ada cinta. Test case juga buat wanita kalau lelaki terus tidak diberi seks selama masa pacaran, lalu lelakinya kabur, artinya diragukan ada cintanya.
Seks dalam masa intimacy berbeda seiring zaman. Orang dulu pacaran pegangan tangan saja tabu. Lalu tiba pada zaman masih wajar pacaran pegangan tangan. Kemudian berkembang pacaran dengan kissing, petting dan sejauh itu, dianggap wajar. Belakangan ML semasa pacaran dianggap wajar.
Sekitat tahun 2000-an saya memberikan sexual education di sekolah SMA, menemukan fakta, bahwa pergaulan seks remaja masa itu sudah jauh sekali. Lebih hebat lagi mahasiswa, sudah melakukan seks bukan yang wajar bersama pacarnya. Felatio, dan cunnilingus jadi pengalaman seks yang dilumrahkan di sebagian kalangan anak muda. Kondisi ini yang saya kira membuat rancu pengambilan keputusan memilih pasangan hidup siapa.
Rasa nikmat pengalaman seksual selama pacaran, bisa membutakan diri pasangan dalam memilih yang belum tentu tepat Mr atau Miss Right untuk menjadi teman seumur hidup.
Membahas cinta, seks, dan di seputar itu sungguh panjang. Sementara sampai di sini dulu. Nanti saya sambung dengan slide bahasan lain dalam hal cinta dan seks.
Salam seks itu indah,
Dr Handrawan Nadesul