Agama

Seide.id – Banyak orang tua yang sibuk menekankan pada anaknya, untuk beragama.

Sebagian membimbing dan memberi contoh bagaimana beragama dan beribadah secara tekun dan benar.

Sebagian cuma bisa menuntut dan mengejar-ngejar anaknya untuk beribadah… tapi orangtuanya sendiri tidak rajin beribadah.

Sebagian cuma menuntut beribadah tapi lupa beragama. Juga lupa bertuhan. Sehingga kemudian menjadi fanatik dan mulai mengajarkan anaknya untuk membenci orang lain yang berbeda. Bahkan merestui anak-anaknya untuk melakukan hal yang lebih jauh dari sekedar Merasa benci, yaitu : mewujudkannya menjadi Perbuatan benci, seperti melukai orang lain yang berbeda atau bahkan membunuhnya dan merusak barangnya.

Aku kalem aja, ketika diriku berbeda dari kebanyakan orang, karena tidak menjadi anggota dari kelompok agama apapun.

Pertama-tama, aku memang sengaja membebaskan diriku dari agama.
Lalu kubebaskan anakku dari agama : kupesankan padanya, bahwa dia boleh memilih agamanya sendiri, kelak.
Sungguh-sungguh terserah dia.

Tapi, sementara menunggu dia dewasa untuk memilih agamanya sendiri, aku mendidik anakku untuk terbiasa mempertimbangkan tindakan-tindakannya secara rasional :

  • ini merugikan dirimu tidak?
  • ini merugikan orang lain tidak?
  • jika dilakukan sedikit tidak merugikan, bagaimana kalau dilakukan sering dan banyak..? Apa dampak jangka panjangnya..?
  • ini bermanfaat buat siapa saja..? apakah hanya bermanfaat bagimu..?
  • ini membawa kebaikan sampai mana..?
  • ini membuat suara hatimu terganggu tidak ?
    Dan lain-lain pertanyaan seperti itulah.

Jadi aku tidak memperkenalkan tabu atau dosa padanya.

Jika dia akan melakukan sesuatu, dasarnya haruslah pertimbangan nalar yang panjang, yang hasilnya adalah sebuah tindakan yang penuh empati tapi juga rasional. Lebih baik jika juga ada Cinta di sana.

—-> Menjadi manusia yang rasional dan memiliki empati. Itu yang kutuntut darinya.

Jika ada yang bertanya : “Lalu kamu mendidik anakmu dengan pegangan apa?”

Kujawab, ini 4 dalilku :

1 Menjadi insan yang bahagia (kenapa? apa dasar logikanya? Penjelasannya ada di bawah)

2 Bertanggung-jawab pada dirinya sendiri (mampu menjaga dirinya, menafkahi dirinya dan orang yang menjadi tanggung jawabnya)

3 Bertanggung-jawab terhadap lingkungan (menjaga perilakunya agar lingkungan menjadi bersih, aman, tertib)

4 Bertanggung-jawab terhadap kemanusiaan (menjaga hak orang lain, bersikap adil, membantu orang lain, melindungi orang lain yang diperlakukan semena-mena)

Kami memang tidak beragama.
Tapi bolehlah dilihat, Hasil dan Kenyataannya….
Apa kami lebih barbarik, lebih amoral, dan lebih membawa mudarat bagi sekeliling kami..?

Jika ada yang bertanya : lalu bagaimana hubungan vertikal kalian..?

Well, jika Tuhan kau percaya sebagai pencipta bumi dan manusia… maka bagaimana menurutmu, tentang perasaan Tuhan pada kami, setelah DIA melihat cara hidup kami dan melihat semua yang kami lakukan..?

Akan kecewakah DIA, melihat kami bahagia dan bertanggung jawab terhadap diri kami, sesama dan lingkungan..?

Setelah kalian mengajukan pertanyaan dan kujawab, sekarang giliranku bertanya :

1 Kalian beragama itu buat apa?
2 Sudahkah kalian berhasil menjadi orang yang lebih baik..?
3 Sudahkah hati dan jiwa kalian menjadi damai, penuh cinta dan sejuk? Karena kalau mati kan kalian percaya bahwa Kualitas jiwa dan hati lah yang dibawa..?

Kalau poin 2 & 3 dijawab ‘ya’, maka kuucapkan :
Selamat beragama dengan konsisten, karena engkau adalah warga negara yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Sekaligus umat yang akan mengharumkan agamamu dan membawa image positif bagi agamamu.

Soal masuk surga atau tidak, well… mari kita serahkan keputusan itu sepenuhnya pada Tuhan yang Maha Bijaksana, okey..?

Salam damai untukmu..
Mari kita bersama-sama menuju ke kebaikan universal.

———

  • Bagiku penting untuk menjadi bahagia. Karena hanya orang-orang bahagia yang mampu berbuat baik tanpa berharap ‘kembalian’.

Karena hanya orang-orang bahagia yang mampu bekerja baik tanpa berhitung untung-rugi. Mereka bekerja total. Soal penghasilan, akan datang secara alamiah sebagai ‘efek konsekuensi logis’ dari hasil pekerjaannya.

Karena hanya orang-orang bahagia yang bisa memberikan kembali (giving back) kepada kehidupan, menjadi penderma yang tulus.

—- Nah, karena aku ingin anakku bahagia, maka aku membebaskannya menjadi apapun yang menjadi panggilannya…

Yang kulakukan cuma : membantunya mendengarkan suara hatinya. Agar dia tahu apa yang menjadi panggilan jiwanya.

Kehidupan itu tak pernah salah melakukan panggilannya

(Nana Padmosaputro)

Ikuti : Siapa Musuh Kita ?

Avatar photo

About Nana Padmosaputro

Penulis, Professional Life Coach, Konsultan Tarot, Co.Founder L.I.K.E Indonesia, Penyiar Radio RPK, 96,3 FM.