Seorang wanita bermimpi mendapat wahyu Tuhan, lalu diceritakan pada pembantunya. Mereka berdua akhirnya membaut agama baru. ( Foto : Artikula)
SYAEFUDIN SIMON
Seorang wanita tua bersama asisten rumah tangganya (ART) hidup bahagia di sebuah desa di pinggir Gunung Ciremai, Kuningan. Suatu malam wanita tua itu — panggilan akrabnya Ceu Tati — bermimpi mendapat wahyu dari Tuhan.
Pagi, bangun tidur, ia panggil ART-nya. Saking dekatnya hubungan dengan sang ART, Ceu Tati memanggilnya Euis Geulis. Ia pun menceritakan mimpinya pada si ART.
Ceu Tati: Tadi malam saya bermimpi mendapat wahyu dari Tuhan. Tuhan menyuruhku membuat agama.
Euis : Bagus Ceu Tati. Ceuceu sekarang jadi Rasul Tuhan. Bagaimana wahyuNYA?
Ceu Tati : Pertama Tuhan menyuruh agar kita berdua hidup rukun. Saling menyayangi. Setiap ada masalah harus diselesaikan dengan adil.
Kedua, Tuhan menyuruh kita berdua memberikan contoh kehidupan yang rukun, saling menyayangi, dan adil kepada masyarakat sekitar.
Euis: Itu saja wahyu dari Tuhan?
Ceu Tati: Iya. Itu saja. Tuhan menyerahkan kepada saya nama agama tersebut.
Euis: Saya usul nama agamanya Ciremai.
Ceu Tati: Saya setuju. Nama yang bagus. Masyarakat nanti tidak harus ikut agama Ciremai. Biarkan saja mereka memberi nama ajaran wahyu tersebut sesuai adat dan budayanya. Asalkan perbuatannya sesuai dengan Wahyu.
Euis : Jadi siapa pengikut agama Ciremai nanti?
Ceu Tati: Cukup kita berdua saja. Saya Rasul dan Euis asisten saya.
Euis: Betul Rasul. Bagi kita berdua nama agama itu tidak penting. Yang penting masyarakat meneladani hidup kita sesuai ajaran wahyu.
Rasul dan asistennya kemudian berpelukan. Mereka bahagia karena menerima tuntunan Tuhan yang bagus itu.
Malamnya Ceu Tati mimpi mendapat wahyu lagi. Bunyinya: Telah Aku sempurnakan agamamu dan Aku titipkan wahyuKu kepadamu agar kau menjadi teladan manusia.