Seide.id. Bocah pemulung ini bernama Agung Kris Efendi. Kemarin, fotonya menghiasi halaman muka surat kabar nasional. Tampak Agung tengah berjalan dengan menggendong karung besar berisi barang rongsokan.
Rutinitasnya sehari-hari sebagai pemulung terpaksa tidak bisa dilakukan. Seharian kemarin, ia hanya rebahan di tempat dia tinggal yang lembab dan pengap karena minimnya ventilasi
Mendadak anak berusia 10 tahun itu mengeluh demam, suhu badannya 38,7’C. Dari hasil tes swab antigen hasilnya negatif. Selanjutnya ia akan menjalani tes PCR.
Tim dari Balai Mulya Jaya dan Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial segera bereaksi cepat dengan menyambangi Agung, kemarin. Agung, saat ini di rawat oleh Awaliyah (51), uwa-nya (bude/kakak kandung ibunya) di lokasi pengepul sampah di Gang Kelinci, Kelurahan Ulujami, Pesanggrahan Jakarta Selatan.
Mereka tinggal di rumah berdinding papan kayu bekas dan tripleks bertiang bambu. Lantainya tanah dan banyak berceceran aneka jenis sampah. Bersama mereka berdua, tinggal pula anak Awaliyah, bernama Nining (29 tahun), suami dan ketiga anaknya.
Mengetahui hal ini Menteri Sosial Tri Rismaharini segera menginstruksikan jajarannya agar segera membantu Agung. Hari ini, Agung dan uwanya diberikan layanan di Balai Mulya Jaya. Mereka disuguhi makan dan pakaian serta diberikan waktu untuk beristirahat.
Mensos menemui keduanya pagi tadi, di Balai Mulya Jaya. Sambil membawa mainan anak, Mensos menyapa Agung yang lagi kurang enak badan. Saat Mensos datang, tenaga kesehatan sedang melakukan tes PCR terhadap Agung.
“Sementara kamu di sini dulu ya Gung. Nanti kalau sudah sembuh bisa balik lagi ke sana. Kamu mau sekolah kan? Nanti kita urus sekolahnya ya,” kata Mensos.
Pada kesempatan tersebut, Mensos membawakan Agung paket bantuan berupa tas, sepatu sekolah, baju, dan sejumlah mainan dengan nilai total Rp 4.500.000.
“Terima kasih banyak. Semoga Agung bisa sekolah sampai selesai. Bu Menteri terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada saya,” kata Agung.
Bertemu Mensos, Awaliyah menceritakan jalan hidup yang dialami selama ini. Menurut Awaliyah, Agung sudah ditinggal kedua orangtuanya sejak kecil. Ayahnya, Pepen Efendi berprofesi sebagai sopir truk. Dia telah meninggal dunia karena kecelakaan tahun 2012 saat Agung dalam kandungan (8 bulan).
Ibunya, Suminar (40) menjadi TKI di Oman sejak Agung berumur 4 bulan. “Dua tahun awal menjadi TKI, ibunya masih mengirim uang Rp2 juta sebulan. Namun sejak tahun 2016 tidak ada kabar sama sekali,” katanya.
Sejak itu, Agung diasuh uwaknya di
di Kampung Margaluyu, Desa Sukaluyu, Kecamatan Cijati, Cianjur. Selama di Cianjur Uwanya mengandalkan berdagang keliling makanan tradisional. Namun bangkrut karena pandemi.
Awaliyah nekat ke Jakarta tahun 2020, mengikuti anak pertama yang terlebih dahulu di Jakarta dan menjadi pemulung. “Ke Jakarta mau mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar cicilan rumah seharga Rp15 juta. Sebelumnya sudah membayar sebesar Rp5 juta,” katanya.
Agung dibawa ke Jakarta dan berhenti sekolah pada kelas 2 SD. Pada kesempatan bertemu dengan Mensos, Agung menyampaikan ingin melanjutkan sekolah.