Seide.id – Penggusuran atau penertiban bangunan, topik yang melibatkan nama dua mantan Gubernur DKI-Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan, saat ini sedang jadi pembicaraan.
Pasalnya, menjelang masa akhir jabatannya, Anies Baswedan berniat mencabut Pergub bentukan Ahok, Gubernur sebelumnya.
- Pergub Nomor 207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak.
Hal pencabutan Pergub tersebut disampaikan Anies pada akhir Agustus 2022 lalu. Bahwa, pencabutan Pergub sudah diajukan, tapi pihaknya tengah menunggu persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Permohonan Anies ini jadi pertanyaan. Kenapa baru menjelang masa akhir jabatannya Anies berniat mewujudkan janji politiknya ?
Sedang mereka yang memperoleh janji politik Anies bahwa tidak akan ada penertiban, penggusuran, terus menagih janji Anies.
Sementara di sisi lainnya, warga yang terdampak banjir tetap berteriak, penertiban harus dilakukan.
Kemendagri sendiri telah mengembalikan permohonan pencabutan Peraturan Gubernur nomor 207 tahun 2016 bentukan Gubernur Basuki Tjahja Purnama (Ahok).
Tergantung dari sisi mana melihatnya
Menanggapi hal tersebut, mantan Gubernur Ahok mengatakan, yang disebut penggusuran di era kepemimpinannya, tidak dapat dihindari. Itu tergantung dari sisi mana melihatnya.
“Jadi intinya itu pergusuran tidak mungkin dihindari, sebetulnya lebih tepat itu bukan pergusuran tergantung lihatnya dari sisi mana,” ujar Ahok, Minggu 6 November 2022.
Ahok menjelaskan, penggusuran warga Waduk Pluit Jakarta Utara yang ia lakukan merupakan relokasi. Saat itu, warga dipindahkan ke tempat yang lebih aman dimana ia juga menunggu pembangunan rumah susun selesai.
“Kalau bagi Pemda kenapa kita telat lakukan itu, karena kita tunggu rumah susunnya jadi,” terang Ahok.
Namun, pemindahan warga tidak dilakukan begitu saja. Perlengkapan yang dibutuhkan dalam hunian juga disediakan.
“Mungkin kita lupa dulu waktu di Waduk Pluit kita pindahkan ke Marunda, itu orang hanya bawa badan, seluruh perabot kita isi. Jadi intinya bagi sisi kami bukan pergusuran.. pindahkan ke tempat yang lebih aman, lebih nyaman,” jelasnya.
Pada relokasi itu, berbagai fasilitas, bahkan bea siswa untuk anak-anak warga, disediakan. Hal itu termasuk, gratis menempati bagi masyarakat dengan gaji UMP.
“Anak-anaknya semua dapat KJP, naik bus gratis, lalu semua penghuni di rumah susun gratis. Waktu itu kita belum nyambung sampai ke seluruh bus ya, tapi kan rencananya nyambung seluruh bus satu harga. Seorang hanya bayar satu harga per bulan untuk yang tinggal di rumah susun, gaji UMP malah nggak bayar,” ungkapnya.
Bahasa politik
Menanggapi pemindahan warga yang dilakukan saat ia menjabat yang disebut sebagai penggusuran, hanyalah bahasa politik.
Kepada Seide, Ahok menjelaskan, di era itu ia disebut oleh lawan-lawan politiknya sebagai melakukan tindakan tidak manusiawi, “Menggusur itu tidak manusiawi.”
“Saya tidak menggusur! Saya memindahkan mereka ke tempat yang lebih baik. Ke tempat yang tidak banjir. Ke tempat yang lebih aman, ” tukas Ahok.
“Lalu mereka sebut saya tidak manusiawi.. Lebih tidak manusiawi lagi kalau saya membiarkan warga hidup dalam bahaya banjir.. ” tegasnya.
“Itu sebabnya saya katakan, hal itu tidak mungkin saya hindari,” jelas Ahok, (7/11)
(ricke senduk)
Melongok Kali Mampang Era Ahok dan Kekalahan Anies Melawan Warga