Dalam obrolan dengan jurnalis Puthut EA dan seniman Butet Kertarejasa, Soimah merasa diperlakukan seperti koruptor dan bajingan. Dia dikejar kejar petugas pajak seolah akan kabur. Namun Ditjen Pajak memastikan petugasnya hanya mengingatkan Soimah untuk melapor SPT dan menawarkan bantuan apabila ada kendala dalam pengisian.
Seide.id. – Setelah Menteri Keuangan Dr. Sri Mulyani turun tanganmemberikan tanggapan atas laporan seniman dan budayawan Jogya, Butet Kertaredjasa, akhirnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akhirnya meminta maaf kepada pesinden Soimah atas polemik kedatangan debt collector yang menagih pajak penghasilannya.
“Pertama-tama, kami memohon maaf kepada Ibu Soimah jika merasakan tidak nyaman dan memiliki pengalaman yang tidak enak dengan pegawai kami,” ujar pegawai pajak dalam postingan Instagram @ditjenpajakri dikutip Minggu (9/4).
DJP mengungkapkan, ada kesalahpahaman antara DJP dengan Soimah. Hal itu terjadi lantaran pihaknya tidak pernah bertemu secara langsung dengan Soimah sehingga dalam kasus ini, mereka memberikan tiga penjelasan mengenai kasus tersebut.
Pertama, saat Soimah membeli rumah pada tahun 2015 yang berinteraksi instansi di luar kantor pajak yang berkaitan dengan jual beli aset berupa rumah. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantul hanyalah untuk memvalidasi transaksi nilai rumah tersebut
“Validasi dilakukan di kantor pajak kepada penjual, bukan kepada pembeli untuk memastikan bahwa nilai transaksi yang dilaporkan memang sesuai dengan ketentuan, yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya,” lanjutnya.
Pihak Ditjen Pajak mengelak, memperlakukan Soimah secara tidak manusiawi. “Petugas pajak dengan santun mengingatkan agar tidak terlambat lapor SPT karena bisa terkena sanksi administrasi. Pegawai pajak tersebut juga menawarkan bantuan terkait pelaporan SPT. Meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan surat teguran resmi, melainkan melakukan tindakan persuasif,” tandasnya.
Nampaknya, dengan permintaan Menkeu itu, , pihak Ditjen Pajak yang sebelumnya menunjukkan sikap tidak bersalah, dan bersikukuh bahwa mereka tidak menurunkan debt collector dan jawaban “normatif” seputar tugas petugas pajak, akhirnya meminta maaf.
Menkeu DR Sri Mulyani, meminta tim @ditjenpajakri melakukan penelitian masalah yang dialami Soimah, Senin (10/4/2023). “Kami akan terus melakukan perbaikan pelayanan. Terima kasih atas masukan dan kritikan yang konstruktif,” ujar Sri Mulyani.
“Ibu Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tidak ada utang pajak. Lalu, buat apa didatangi sambil membawa debt collector? Apa benar itu pegawai pajak?” kilahnya.
Poin ketiga merupakan klarifikasi atas tudingan pegawai pajak yang tidak manusiawi dalam mengingatkan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak.
Ditjen Pajak memastikan petugasnya hanya mengingatkan Soimah untuk melapor SPT dan menawarkan bantuan apabila ada kendala dalam pengisian. Hal itu dilakukan agar Soimah tidak terlambat karena batas pelaporan adalah akhir Maret 2023.
Tentang debt collector, yang disebut sebut Soimah, dijelaskan, kantor pajak mempunyai petugas Juru Sita Pajak Negara (JSPN), yang dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas jika ada tindakan pajak.
Diperlakukan Seperti Koruptor
Soimah viral setelah mengungkapkan memiliki pengalaman kurang enak dengan petugas pajak. Ia mengaku didatangi oleh petugas pajak dengan membawa debt collector. Dari Jakarta, Soimah mengaku mendapat laporan bahwa pendopo yang saat itu belum jadi didatangi petugas pajak.
“Tahun 2015 datang ke rumah orang pajak buka pagar tanpa kulonuwun (salam), tiba-tiba sudah di depan pintu yang seakan-akan saya tuh mau melarikan diri,” kata Soimah dikutip dari YouTube Blakasuta, Jumat (7/4/2023).
“Pendopo belum jadi, udah dikelilingi sama orang pajak. Didatangi, diukur jendela, jadi jam 10 pagi sampai jam 5 sore, ngukuri pendopo. Direkam, difotoin, saya simpan fotonya siapa yang ngukur, masih ada fotonya saya simpan,” ujar Soimah, dari YouTube Blakasuta.
“Ini tuh orang pajak atau tukang toh? Kok ngukur jam 10 pagi sampai jam 5 sore arep ngopo (mau ngapain). Akhirnya pendopo itu di appraisal hampir Rp 50 miliar, padahal saya yang bikin aja itu belum tahu total habisnya berapa, orang belum rampung total,” lanjutnya.
Diungkapkan Soimah, sudah terjadi sejak 2015, seniwati Jogya yang berkarir di Jakarta itu mendapat perlakuan kurang baik dari petugas pajak. Soimah mengaku merasa diperlakukan seperti koruptor setiap kali berhadapan dengan para petugas pajak.
Sikap tersebut juga terus membekas di ingatan Soimah dan disebut menyisakan preseden buruk sebagai wajib pajak. Padahal, Soimah mengaku selalu membayar dan melaporkan pajak tepat waktu.
Sebagai pekerja seni yang banyak beraktifitas di Jakarta, di rumah alamat KTP-nya menempati rumah mertua, ujar Soimah. “Bapak selalu dapat surat, sampai khawatir karena tidak tahu apa-apa. Akhirnya datang orang pajak bawa debt collector, gebrak meja. Bawa dua debt collector,” ungkap Soimah dalam obrolan dengan Butet.
Pendekatan Persuasi
Yustinus Prastowo, selaku juru bicara dari Kementrian Keuangan menyatakan, kedatangan petugas pajak yang membawa debt collector, masuk rumah melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan, disebut merupakan “kegiatan normal yang didasarkan pada surat tugas yang jelas”.
Dalam penjelasan Yustinus, sebagaimana ada dalam video instagram Sri Mulyani juga, dari hasil pemeriksaan petugas pajak, nilai bangunan yang Soimah buat itu malah ditaksir Rp 4,7 miliar, bukan Rp 50 miliar seperti diklaim Soimah. Dalam laporannya sendiri Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp 5 miliar.
Memang membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 m2 terutang PPN 2% dari total pengeluaran. UU mengatur ini justru untuk memenuhi rasa keadilan dengan konstruksi yang terutang PPN. Petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena.
“Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya PPN terutang 2% dari Rp 4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan,” tuturnya.
“Mereka bekerja dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas: ada utang pajak yang tertunggak. Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak, lalu buat apa didatangi sambil membawa debt collector?” ujar Yustinus lagi.
Bagi JSPN, tak sulit menagih tunggakan pajak tanpa harus marah-marah. Ia bisa menerbitkan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, memblokir rekening, lalu melelang aset atau memindahkan saldo rekening ke kas negara.
“Kesaksian semua petugas pajak yang berinteraksi, mereka tak pernah bertemu Soimah. Hanya keluarga atau penjaga rumah. Terakhir dengan konsultan pajak. Patut diduga ini bersumber dari cerita pihak lain, yang merasa gentar dan gemetar,” jelas Yustinus.
Menurut Prastowo dan video keterangan petugas Ditjen Pajak yang dibagikan Sri Mulyani menyatakan tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi ke Soimah.
“Saya sudah menghubungi Mas Butet yang menyediakan diri menjadi penengah yang baik. Beliau mengajak pihak KPP dan Soimah duduk bareng, ngobrol hati ke hati. Tak perlu masing-masing merasa yang (paling) benar,” terang Yustinus. – dms