Seide.id – Protes meletus pada Rabu (9/3/2022) di selatan Irak yang miskin terhadap kenaikan harga pangan, yang dikaitkan para pejabat dengan perang Rusia di Ukraina.
Selama kira-kira satu minggu, harga minyak goreng dan tepung telah meroket di pasar lokal karena para pejabat Pemerintah Irak berusaha mengatasi kemarahan yang meningkat dengan berbagai pernyataan dan tindakan.
Lebih dari 500 pengunjuk rasa berkumpul di alun-alun pusat di kota selatan Nasiriyah — titik nyala protes anti-korupsi yang mencengkeram negara itu pada 2019.
“Kenaikan harga mencekik kami, apakah itu roti atau produk makanan lainnya,” kata pensiunan guru Hassan Kazem.
“Kami hampir tidak bisa memenuhi kebutuhan,” sambung ia.
Pada Selasa (8/3/2022), Pemerintah Irak mengumumkan langkah-langkah untuk menghadapi kenaikan harga internasional.
Ini termasuk tunjangan bulanan kira-kira 70 dollar AS untuk pensiunan yang pendapatannya tidak melebihi satu juta dinar (hampir 700 dollar AS), serta pegawai negeri yang berpenghasilan kurang dari 500.000 dinar.
Pihak berwenang juga mengumumkan penangguhan bea masuk atas produk makanan, barang konsumsi dasar, dan bahan bangunan selama dua bulan.
Juru bicara Kementerian Perdagangan Irak Mohamed Hanoun mengaitkan kenaikan harga minyak goreng dengan perang di Ukraina.
“Ada krisis global besar karena Ukraina memiliki pangsa besar (pasar dunia dalam minyak goreng),” kata ia.
Pada Selasa juga, seorang pengunjuk rasa terluka parah dalam demonstrasi di provinsi tengah Babil, yang dirusak oleh kekerasan, kata sumber dari pihak keamanan.
Kementerian Dalam Negeri Irak mengumumkan telah menangkap 31 orang yang dituduh “menaikkan harga komoditas pangan dan melecehkan warga”.
Seorang pengunjuk rasa di Nasiriyah pada Rabu mengecam “keserakahan pedagang yang memanipulasi harga”.
Baik Rusia maupun Ukraina merupakan produsen utama bahan makanan, termasuk minyak bunga matahari dan gandum, dan Timur Tengah sangat bergantung pada impor dari kedua negara.