Foto : Chang Duong/ Unsplash
Jika reaksi itu menunjukkan kualitas diri, tidak ada gunanya menanggapi nyinyiran, cemooh, atau hujatan. Buang-buang waktu, energi, dan kita capai sendiri.
Memang, orang mempunyai mulut itu bebas untuk bicara, asal beretika dan tahu toto kromo. Tidak ada gunanya menghujat yang didasari iri dan benci, lebih baik jika mengungkap kebenaran itu disertai data dan bukti.
Dinyinyiri, dicemooh, atau dihujat itu juga tidak membuat martabat kita terhina, ternista, atau makin hancur. Sebaliknya menunjukkan kualitas pribadi yang menghujat itu sendiri.
Ketimbang menanggapi nyinyiran orang, lebih baik kita mawas diri dan makin rendah hati.
Anugerah Allah pada kita itu sangat luar biasa yang harus disyukuri dengan memuji dan memuliakan-Nya.
Dengan mata, kita melihat kemahabesaran Allah. Telinga untuk mendengar firman-Nya. Mulut untuk berkata-kata baik. Hati adalah tahta-Nya agar kita selalu mendengarkan dan ikuti suara hati.
Begitu pula dengan anggota tubuh yang lain, semua saling melengkapi, berguna, dan baik adanya.
Sekiranya kita sungguh sadar sesadarnya atas anugerah Allah, tidak semestinya saling menghujat, menyalahkan, menghina, atau kita saling menyakiti. Tapi kita saling peduli, berbela rasa, dan saling berbagi. Karena semua orang itu bersaudara.
Hidup saling mengasihi satu dengan yang lain itu membuat dunia ini makin indah dan berlimpah berkat Allah.
Astaga… (Maaf) Ternyata Kita adalah Pembohong!