Foto : Gerd Altmann/Pixabay
Empat ratus tahun sebelum Masehi, filsuf Hipokrates menemukan “empat karakter manusia.”
Ada manusia berkarakter “melankolis” yang mudah terharu, sendu, mudah tersinggung, introvert, serta pemurung.
Dia sangat halus dan pendiam, pikirannya sangat aktif, serta perasa sejati.
Dia pemikir serius serta sangat dalam intuisinya, sehingga banyak yang jadi pemikir, ilmuwan, serta filsuf.
Ada juga manusia berkarakter “sanguinis” yang sangat aktif, bersemangat, suka berbicara, serta berapi-api.
Dia sangat riang serta banyak sahabat, walaupun sering tidak mendalam. Pikirannya mudah terombang-ambing serta kekanak-kanakan.
Sedangkan karakter lain, ialah “kolerik,” dia pribadi yang aktif dan lincah, pekerja keras, pemarah, pemaksa, licik, serta tidak dapat menikmati keindahan.
Di sisi lain, dia berpribadi sebagai pria sejati yang sangat rasional serta kaku di dalam berpendapat.
Dan karakter yang berikut ialah, “flegmatik,” dia tenang melebihi melankolis. Pikirannya dewasa dan tenang, dia bersikap serba seimbang, walaupun terkesan serba lamban dan perlahan-lahan.
Dia dapat dipercaya dan menjadi pribadi tempat orang bercurhat, karena dia rela mendengarkan.
Saudara, Tuhan menciptakan seorang manusia dan bukan hanya sepenggal karakternya. Semua karakter itu adalah kharisma terindah dari Tuhan untuk sang manusia. Tuhan justru telah menghadirkan suatu keseimbangan di dalam diri seorang manusia.
Tidak ada karakter yang melulu baik dan atau melulu buruk. Semua itu demi suatu keseimbangan di atas bumi. Manusia diciptakan untuk saling melengkapi.
Maka, marilah kita hidup demi suatu keutuhan dan kebahagiaan, dan bukan untuk suatu perpecahan.
Alangkah indah bumi ini, justru karena dihiasi dan dihuni oleh manusia dengan aneka karakter itu.
Kediri, 17 November 2022