Arowana, ikan species langka yang terancam punah dikarenakan seringnya diperdagangkan dan nilainya yang tinggi sebagai ikan akuarium, terutama oleh masyarakat Asia. Foto: dok.
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
SEBERAPA MAHAL Anda pernah mengudap makanan? Saya pernah lunch atau makan-siang hanya dengan Nasi (dari beras hitam) kepul-kepul, Sambal Tempoyak (daging durian yang diasamkan), plus seekor Ikan Panggang yang saya taksir harganya, bila di kota macam Jakarta, tak boleh kurang dari Sepuluh Juta Rupiah, Ini karena lauk-lauk utama yang saya makan itu adalah ikan jenis Golden Red (atau Super Red) Arowana.
Ini kejadian (lunch) yang tak pernah saya sangka. Sore itu menjelang ‘dur’ bedug Magrib di pertengahan bulan Ramadhan tahun 1985, saya adalah bagian dari Wartawan Ibukota yang ikut Menteri Penerangan RI, H. Harmoko, menggelar Safari Ramadhan berkeliling ke empat provinsi (waktu itu) se-Kalimantan. Sore itu rombongan kami tengah berada di Putussibau di hulu Sungai Kapuas Besar, Kalimantan Barat.
Tiap hari, panitia daerah yang kami singgahi selalu menyediakan hidangan dan minuman untuk kami, yang sering tampak melimpah. Tapi sore itu saya memilih untuk tidak berbuka bersama bareng rombongan dan panitia, karena saya sudah janji untuk mewawancarai keluarga pemilik Sembulungan, kapal yang difungsikan sebagai ‘bus air’ sekaligus juga tempat tinggal terapung keluarga tersebut.
Pak Unta (begitu dia sebut namanya) menyilakan saya datang ke Sembulungan miliknya yang terparkir mengapung tak jauh dari ‘pelabuhan’ Purussibau. “Agak sore saja, biar sekalian ikut berbuka puasa,” kata Pak Unta pagi harinya saat kami kenalan. Bertandanglah saya di waktu yang dijanjikan, ngobrol banyak hal ihwal bagaimana hidup dan berkeluarga di atas Sembulungan yang yang rutin ulang-alik Kapuas Besar.
Menjelang waktu berbuka, di atas lampit di deck atas depan Sembulungan multifungsi itu, terhidanglah menu sederhana: teko air teh, secangkir kopi, sebakul nasi beras hitam, sambal tempoyak dan Loyang yang baru diangkat Bu Unta dari panggangan di dapur. Loyang besar ditutupi lembar daun pisang, yang saat saya buka ternyata berisi seekor Ikan Panggang. Mirip Gurami, tapi ukuran besar dan sisiknya…Yaa Tuhan…!
“Ini Arawana, kan?” tanya saya kaget. Pak Unta mengangguk sambil bilang, “Ya, siluk…,” katanya dengan nada biasa-biasa saja. Justru saya yang jadi penasaran. Bagaimana bisa arowana atau siluk yangmahal, kok ya dihidangkan buat saya berbuka puasa? Itu ikan supermahal, bo…! Apa nggak rugi? Tanpa menunggu jawaban, saya bangkit dari lampit dan nyelonong masuk dapur di belakang Sembulungan…
Tentu saja saya kaget, karena baru selang sehari lalu rombongan Safari Ramadhan diajak Pak Harmoko mampir ke kolam-kolam budidaya beberapa jenis ikan arowana, milik seorang warga di kawasan Sungai Landak, Kabupaten Landak, tak begitu jauh dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Si Pengusaha memijah anak-anak arawana dan memelihara hingga ukuran tertentu, untuk dipasok ke Bos Besar di Malaysia. Lho…?
Arawana (Scleropages sp.) adalah species asli ikan air tawar Asia Tengara dengan ciri-ciri khas, yang terdapat di Indonesia,Khmer, Laos, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Tapi jenis-ienis tertentu hanya ada di Sungai Kapuas Besar dan Danau Sentarum di Kalimantan Barat, dan “Di sungai-sungai di Merauke, Papua, Indonesia,” ungkap seorang anak yang pernah jadi bagian dari produksi Mancing Mania di Trans 7 Jakarta.
Arwana termasuk jenis ikan purba yang hingga kini belum punah. Tapi IUCN tahun 2004 menyebut Arowana sebagai species langka yang terancam punah dikarenakan seringnya diperdagangkan dan nilainya yang tinggi sebagai ikan akuarium, terutama oleh masyarakat Asia. Pengikut Feng Shui berani membayar harga yang mahal untuk seekor ikan Arowana yang dianggapnya akan membawa keberuntungan dalam hidup.
Di Kalimantan dan Papua, Arwana atau Arowana (Siluk, kata Pak Unta) dikenal dengan berbagai nama lokal seperti: Kayangan, Kelasa, Peyang, Pla Tapak, Saratoga, bahkan ada yang menyebutnya Barramuni air tawar. Sementara karena bentuknya yang Panjang, dengan sisik kemilau dan mulut mencuat disertai elemen mirip kumis, Arawana pun kerap dipanggil sebagai Ikan Naga, ibarat naga dalam mitologi Tionghoa.
Indonesia merupakan negara paling lengkap memiliki jenis ikan Arowana. Ada yang berwarna perak, hijau, emas dengan ekor merah, emas, kuning, yang banyak dicari orang adalah arowana merah yang endemik Sungai Kapuas Besar, Jenis ini juga yang jadi budidaya ungulan pemilik kolam di Kawasan Sungai Landak, sebagaimana pernah saya kunjungi bareng almarhum H Harmoko.
Pebudidaya di kolam-kolam itu memperoleh indukan dari alam, dan dikondisikan hingga bertina bertelur. Lalu seperti juga ikan Mujaer, telur-telur yang meneras dipelihara di dalam mulut si jantan, sampai ukuran tertentu dan bisa dilepas mandiri, Untuk ekspor, anak berukuran 2 jari tangan manusia berharga Rp 200.000/ekor. Sementara Super Red Arowana dewasa di pasar Singapura bisa mencapai Rp 20.000.000/ekor.
Arowana besar berwarna merah, asli Sungai Kapuas Besar itu pula yang sore itu di Putussibau disajikan dalam bentuk Arowana Panggang Sambal Durian. Keterkejutan itu yang mendorong saya masuk ke dapur. Siapa mengira, di dapur Sembulungan yang berhubungan langsung aliran Sungai Kapuas Besar, saya melihat putri Pak dan Bu Unta sedang menyiangi 2 ekor Arowana yang tak kalah besar.
Saya cuma bengong ketika Si Gadis nyeletuk, “Di sini biasa, Bapak. Apa yang terpancing, itu yang kami makan …!”
26/07/2021 Pk 00:46 Wib