Oleh ARIES TANJUNG
Antara amatir dan profesional jelas berbeda. Perbedaan itu masih ditambah persepsi yang berbeda, antara pengertian umum dan pengertian dalam olahraga. Dalam pengertian umum, pengertian perbedaan antara amatir dan profesional itu, menurutku salah kaprah.
Amatir dalam pengertian umum cenderung berarti tak berpengalaman, tak berkemampuan, bekerja serampangan. Cemenlah. Misalnya ada pernyataan: “Kau minta bayaran besar, seperti profesional. Tapi mutu kerjamu amatiran”. Amatir dan profesional menurut persepsi umum lebih kepada kemampuan. Bahwa profesional itu ahli, amatir itu cemen.
Tapi di dunia olahraga, tak begitu. Atau tak sepenuhnya begitu.
Ada jenis-jenis cabang olahraga, baik amatir maupun profesional, banyak dihadiri penonton karena memang asyik untuk ditonton. Oleh karena itu frekwensi turnamennya pun sering diselenggarakan di berbagai negara. Penonton pun ‘rela’ membayar tiket mahal dan rutin untuk menyaksikan. Otomatis, pemasukan itu membuat sang olahragawan mendapat pemasukan atau dibayar mahal dan rutin oleh penyelenggara. Baik amatir maupun profesional.
Jenis olahraga yang asyik ditonton (baik amatir mau pun profesional) itu antara lain : sepakbola, tenis dan tinju, belakangan bulutangkis. Ke-4 cabang olaharaga itu, kerap diselenggarakan, terutama sepakbola dan tinju.
Jago di Usia 17 Tahun
Lalu, apakah atlet profesional, boleh mengikuti turnamen amatir seperti Olimpiade?. Aku tak tahu detail aturannya. Tapi dalam sepakbola, misalnya, pemainnya tak boleh berusia lebih dari 23 tahun. Setiap kesebelasan boleh menurunkan hanya 3 orang pemain senior diatas batas usia 23 itu. Jadi, seandainya para pemainnya rata-rata di bawah usia 23 tapi jago-jago? Ya, tentu tak ada alasan untuk melarang. Pele, ketika main untuk negaranya (Brazil) saat merebut juara di Piala Dunia, baru berusia 17 tahun!
Menurutku, anatara amatir dan profesional pun beda tipis saja mutu permaimannya. Begitu juga cabang bukutangkis. Pemain-pemain peringkat dunia seperti: Antonie Ginting, Jonathan Cristie, pasangan Kevin & Gideon dari Indonesia aku lihat ikut main. Juga: Intanon dari Thailand, Shindu dari India dan si cantik Corina dari Spanyol.
Perbedaan yang jelas antara amatir dan profesional, sangat terasa di cabang tinju. Di tinju profesional, petinju tak memakai kaos, alias bertelanjang dada. Petinju wanita, tetap memakai kaos. Petinju amatir, tempohari memakai pelindung wajah dan kepala. Petinju pfofesional tidak.
Tapi dlm Olimpiade kali ini, petinju amatir pun tak memakai pelindung wajah dan kepala. Tali ring pada arena tinju amatir ada 4, sementara pada tinju profesional 3. Jika petinju terpukul jatuh dan tak bisa melanjutkan pertandingan, baik amatir maupun profesinal, punya istilah sama, yaitu: KO (Knock Out).
Tapi jika wasit menghentikan pertandingan karena dianggap membahayakan, ada istilah berbeda antara amatir dan profesional. Di amatir disebut RSC (Referee Stops Contest). Di profesional istilahnya adalah TKO (Technical Knock Out). Perbadaan lain yg sangat terasa, tentu saja bayarannya!
Ngomong-ngomong soal bayaran yg memang menggiurkan, petinju bisa saja langsung memutuskan untuk menjadi petinju profesional tanpa melalui amatir. Banyak sekali contohnya. Salah-satunya adalah Mike Tyson. Kayaknya petinju yg pukulannya paling mematikan sepanjang sejarah ini, ‘berlatih’ sebagai petinju amatir ketika dia berkelahi di jalanan. Lain halnya dengan Muhamad Ali. Dia dianggap petinju paling santun. Dia cenderung menguras tenaga lawan lebih dulu, baru kemudian menghabisinya. Ali, sebelumnya adalah petinju amatir. Dia merebut medali emas pada Olimpiade di Roma-Itali tahun 1960.
Tinju Profesional
Ada beberapa petinju profesional ternama lain di profesional yang berangkat’ dari tinju amtir. Antara lain: Nonito Donaire dari Pilipina dan Oscar DeLahoya, petinju Mexico yg hijrah ke Amerika. Oscar adalah petinju cerdas yang tak cuma mengandalkan otot, tapi juga otak. Ketika ditanya wartawan setelah dia ‘menyerah’ tak melanjutkan pertandingan, dikalahkan oleh Manny Pacquiyao, dia berkata: “Jika mengikuti emosi, tentu inginnya saya bertanding terus. Tapi itu justru membahayakan. Masa-masa berkarir dgn otot sudah rasa-rasanya sdh lewat. Pacquiyao memang petinju hebat. Saya tetap akan berkarir di dunia tinju. Tapi tentu saja bukan sebagai petinju. Setelah pensiun dari dunia tinju, dia jadi pelatih tinju profesional. Sekarang dgn bendera “Golden Boy” Oscar adalah salah-satu promotor tinju termuda dan terkaya di dunia.
Ada wacana ketika petinju profesional dibolehkan untuk ikut ambil bagian di ajang Olimpiade. Banyak suara-suara menentang. Yang menarik, suara menentang itu justru datang dari beberapa petinju profesional. Antara lain: Oscar DeLahoya, Camelo Alvarez dan beberapa petinju profesional lain. Mereka bilang: “Itu adalah wacana ngawur dan membahayakan. Apakah kita mau menghancurkan karir para petinju remaja itu sejak awal?!”…
Amatir atau profesional adalah pilihan. Pada awalnya, para atlet amatir hanya ingin berolahraga, syukur-syukur berprestasi. Sambil para mahasiswa itu tentu tetap ingin menjalankan kehidupan normal, di luar olahraga…