Amin Rais Pamer Ijazah untuk Apa?

Amin Rais pamer ijazah

Jika tujuannya mempersoalkan ijazah presiden Jokowi, tidakkah dia melecekan lembaga intelejen negeri, yang bisa mendeteksi teroris yang tersembunyi? Mendeteksi potensi aksi makar?  Dia pikir, intelejen – terutama BIN, Badan Intelejen Nasional  –  tidak mengusut latar belakang pendidikan dan keluarga para politisi, sehingga lolos menjadi Walikota, Gubernur dan Presiden RI? Foto : tangkapan layar Youtube.

OLEH DIMAS SUPRIYANTO

BANYAK orang berkata bahwa pendidikan menyelamatkan masyarakat, bangsa,  dan negara.  Saya percaya itu. Pendidikan memutus rantai kebodohan dan kemiskinan,  menaikkan derajat keluarga,  membanggakan keluarga besar dan lingkungan, menaikkan derajat,  kelas dan status sosial seseorang. Dalam skala luas dan jangka panjang, lembaga pendidikan bisa menghapus penderitaan rakyat jelata.  Saya sungguh percaya. 

Tapi menempuh pendidikan, menjalani kehidupan sesudahnya  dan pamer pamer  ijazah adalah tiga hal yang berbeda.

Pamer ijazah hanya membuktikan pernah menempuh pendidikan. Pernah sekolah dan kuliah. Lulus dan diakui resmi kelulusannya oleh universitas.  Tapi  hidup tidak ditentukan oleh semata mata ijazah, melainkan ditentukan dengan perjuangan bagaimana menggapai tujuan yang diinginkan.

Dan selanjutnya, seberapa berguna hasil usaha orang itu bagi orang lain, bagi keluarga, lingkungan dan bagi masyarakat. Juga bagi bangsa dan negara.

Bangsa bangsa besar tidak ditentukan oleh pemimpin yang memiliki banyak ijazah. Dan tidak ada jaminan yang berijazah banyak dan berpendidikan tinggi sukses kehidupannya dan naik derajatnya. Berguna bagi masyarakat banyak, dan lebih baik dari mereka yang berijazah pas pasan atau lebih sedikit ijazahnya.

Contoh paling aktual adalah Susi Pudjiastuti. Secara resmi Menteri Kelautan dan Perikanan (2014-2019)  itu hanya memiliki ijazah SMP. Merintis usaha dari bakul ikan. Tapi kemudian dia mampu mengelola maskapai penerbangan (Susi Air), menggaji puluhan pilot asing, ratusan karyawan dan perusahaan yang dibangunnya menjangkau daerah kecil, hingga sekarang.

Untuk contoh kebalikannya, kita menyebut Profesesor doktor Amien Rais. Di Wikipedia, ditulis lengkap,  Prof. Dr. H. Mohammad Amien Rais, M.A. Dia lulus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1968),  meraih gelar Master dari Universitas Notre Dame, Indiana (1974)  dan gelar doktor ilmu politik dari Universitas Chicago, Illinois, Amerika Serikat.

Dengan segala gelar yang diraihnya, bahkan pernah mengetuai PP Muhamadiiyah (1995-2000) kini dia jadi pecundang. Lebih banyak orang melecehkannya ketimbang memuliakannya. Dia dan isternya melahirkan anak anak yang jadi pecundang juga. Ada yang jadi pelaku KDRT dan pemabuk berat. Mantunya bahkan menuding, anak Amin Rais mengalami ganguan jiwa.  Anak perempuannya yang jadi dokter membikin skandal dalam kasus penganiayaan Ratna Sarumpaet. Ikut menyebarkan hoax.

Artinya dia tidak sukses mendidik anak anaknya. Sebab, mendidik anak bukan semata mata menyekolahkan. Melainkan mewariskan watak positif, jiwa besar, yang berguna bagi orang lain. Membawa nama baik orangtua dan keluarga.

Sejak 1998, ketika namanya mulai mencuat di panggung politik nasional,  Amin Rais sudah bergelar profesor doktor dan banyak orang mengaguminya. Saat itu dia dikagumi bukan karena gelar profesor dan dokternya, melainkan keberanian dan vokalnya melawan rezim Soeharto. Dia digelari lokomotif reformasi. Lalu dia jadi Ketua MPR RI.

Apa perubahan selanjutnya yang dia bisa ubah untuk bangsa ini? Tidak ada. Padahal Ketua MPR RI tinggi jabatannya; bisa mengangkat dan memberhentikan Presiden RI.  Tapi dia duduk di sana tanpa mewariskan perubahan monumental, bahkan kemudian terusir dari partai yang didirikannya, PAN. Dan kini terseok seok mendirikan partai baru yang tak laku laku.  Sebatas mengumpulkan para gelandangan politik.

Tak ada tuntutan masyarakatnya untuknya agar dia pamer pamer ijazah. Bahkan jadi bumerang. Sebab kita jadi bertanya,  dengan segala ijazah yang dia pamerkan, dia sudah bikin apa buat negara ini ?  Jadi untuk apa dia memamerkan ijazah ijazahnya.

JIKA maksudnya untuk membidik Presiden Jokowi, presiden dua periode (2014-2024) ini segera mengakhiri jabatannya dengan gemilang. Dua periode walikota, satu periode gubernur DKI Jakarta, dan dua periode Presiden Republik Indonesia, yang dikagumi dunia.

Tidakkah dia melecekan lembaga intelejen negeri, yang bisa mendeteksi teroris yang tersembunyi? Mendeteksi potensi aksi makar?  Dia pikir, intelejen – terutama BIN, Badan Intelejen Nasional  –  tidak mengusut latar belakang pendidikan dan keluarga sehingga lolos menjadi Walikota, Gubernur dan Presiden RI?

Kalau untuk melamar kerja jadi buruh dan karyawan perusahaan kecil kecilan saja, diminta menunjukkan ijazah asli, bagaimana melamar jadi walikota, gubernur dan presiden RI.

Bahkan untuk seorang profesor doktor, kadang kedunguannya nampak nyata. Bisa mengsle.

Sejak awal Jokowi memimpin negeri Amin Rais memang antipati pada mantan Walikota Solo ini. Saat nama Jokowi makin menduia, dia terseok seok dan terpinggirkan sehingga menjadi gelandangan politik, seperti sekarang. Tapi tetap mengobarkan dendam kesumatnya.

Selanjutnya, Republik yang dipimpin Insinyur

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.