Amplop

Seide.id – Setelah beberapa kali pindah kerja di media, akhirnya tahun 1989 saya diterima jadi jurnalis di Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Waktu itu sebagai wartawan tabloid Monitor.

Begitu masuk di KKG saya berjanji tidak mau pindah-pindah media lagi. Karena jauh-jauh hari sayavdengar owner KKG, Pak Jakob Oetama, terkenal sebagai orang yang jujur dan tidak bisa tawar menawar dalam hal kejujuran. Terutama kejujuran dalam soal duit. Itu menjadi syarat penting untuk membentuk media biar bisa jadi independen dan terpercaya. Cocok.

Foto kiri: tampang culun saya (yang tahan godaan amplop) saat masuk dan foto kanan setelah keluar dari KKG.

Tahukah anda bahwa tugas paling berat jadi jurnalis bukan saat dikirim ke medan perang atau ke kawasan virus. Tetapi saat datang godaan untuk menolak atau menerima AMPLOP (berisi duit lah yau) dari nara sumber. Saya sering mengalami.

Intinya, begitu kamu mau terima duit liputan dari narsum, maka kamu tidak bisa lagi bebas menulis sesuai maumu. Tulisanmu bakal dikendalikan dan diatur-atur sama si narsum. Mesti begini mesti begitu.

Dari mana saya tahu si wartawan terima duit? Ya karena saya pernah mengalami. Kalau bentuk liputannya misalnya berupa undangan konperensi pers dan tulisan mereka hasilnya mirip-mirip, ini biasanya pesanan. Saat konpres biasanya tidak ada tanya jawab. Kalau pun ada, sudah disetting. Pura-pura. Pertanyaan sudah dibikinin pengundang. Tidak boleh tanya di luar itu.

Karena diundang, saya sih nurut saja. Waktu pembagian amplop ya saya terima.. Tapi pas wartawan lain sudah pulang, amplop saya kembalikan. “Kantor saya ngelarang terima beginian. Maaf ya!,” Bisik saya. Dan saya pergi dengan langkah ringan.

Sampai di kantor saya ngomong ke redaktur. “Berita kayak gini layak dimuat gak..?” Kalo layak, akan saya tulis apa adanya. Kalo tidak layak, ya sudah saya cari berita lain. Selesai.

Jaman media cetak berjaya, pembaca biasanya tidak terlalu tahu proses berita diturunkan. Tidak tahu soal amplop mengamplop. Pembaca juga cuma baca dan beli satu media cetak. Tidak tahu ada berita senada dan seirama di tempat lain. Bahkan sampai judul-judulnya.

Tapi redaktur media, redaktur pelaksana atau pimpinan redaksi tahu, karena dia mengamati dan membaca banyak media untuk mengetahui kekurangan medianya dan kelebihan media pesaing.

Yang celaka ketika tulisan si wartawan dinilai biasa saja bahkan jelek oleh redaktur, si wartawan bisa blingsatan. Gimana enggak, sudah terlanjur terima uang eh berita gak layak tayang.

Kecuali si narsum juga ada main sama redakturnya, ini lain persoalan. Amplop sama, isi pastilah beda.

Sekarang di jaman media online, pembaca sudah bisa membaca banyak media karena gratis. Jadi saya maklumin kalau tahu-tahu pada kaget berjamaah. Kaget sama judul berita yang ada GETAR nya semua kayak iklan vibrator atau dildo? Gemes kok datanya pada kompak salah semua. Ado apo ini?

Saya sih cuma ketawa ketiwi aja. Ini mah permainan jadul. Basi. Yang pernah jadi EO dan biasa ngumpulin wartawan, pasti pahamlah. Cuma kali ini EO liputan serialnya kurang bermain cantik dan rada ceroboh. Gak kreatif. Maka heboh deh..

Memangnya orang KKG bersih semua apa? Sok tahu lu, Dhan.

Ya enggak jugalah. Saya tahu itu. Orang tidak jujur di setiap perusahaan ada saja kok. Di KKG juga ada yang nakal.

Tapi mereka tahu betul resiko dan konsekuensinya kalau ketahuan. Mereka iklas dipecat meski tanpa SP1, tanpa pesangon, tanpa disertai protes, ngamuk-ngamuk, atau nangis-nangis bombai kayak para pembuat hoax kalau ketangkap polisi.

Makanya saya tetap menaruh hormat pada big boss saya. Yang ketika terakhir bertemu dengannya, sudah sepuh. Yang meski kalau berbicara suaranya lemah dan berGETAR, tapi kejujuran di matanya terlihat tak pernah pudar.
Dan yang tetap saya kenang..,
“Pak Jakob Oetama.”

In Memoriam – Jakob Oetama
27September1931-9 September 2020

(Ramadhan Syukur)

Beda Jaman

Avatar photo

About Ramadhan Syukur

Mantan Pemimpin Redaksi Majalah HotGame, dan K-Pop Tac, Penulis Skenario, Pelukis dan menekuni tanaman