Tidak ada cerita, kemiskinan hilang karena para pejabat dan aparat pemerintahan sibuk rapat, diskusi dan semintar tentang kemiskinan, tanpa tahu bagaimana memberi pekerjaan pada orang miskin
Banyak cara untuk menghabiskan anggaran negara. Antara lain dengan membuat program kemiskinan melalui rapat, diskusi dan studi banding. Dari kegiatan itu, semua pengeluaran bisa jadi digelembungkan atau bermain di fee untuk kepentingan para pelaksana. Hasilnya, dana kemiskinan Rp 500 Triliun habis dihambur-hamburkan, rakyat tetap miskin.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ( PANRB), Abdullah Azwar Anas membenarkan gejala di atas melalui laporan kepada presiden Joko Widodo. Ia jengkel program pengentasan kemiskinan di kementerian dan lembaga tidak berdampak.
Angka kemiskinan tidak bergerak meski didorong dengan anggaran Rp 500 triliun. Tanpa kebijakan dan aksi nyata pengentasan kemiskinan, anggaran seperti ini biasanya dihabiskan di akhir tahun, agar ada laporan bahwa dana yang diberikan sudah dimanfaatkan. Tak peduli hanya berhenti untuk membayar hotel, makan dan jalan-jalan dengan bungkus studi banding oang-orang pemerintahan.
Orang miskin tetap miskin. Orang kementerian dan lembaga yang dipenuhi dana pengentasan kemiskinan, sebetulnya tidak paham bagaimana cara orang miskin keluar dari kemiskinan. Mereka berdiskusi, rapat dan bermain di angka-angka, namun pelaksanaan tak ada.
Data Badan Pusat Satistik ( BPS), jumlah orang miskin terdata sebanyak 26,160,000 ( 9,54% dari jumlah penduduk) pada 2022, hanya berkurang 0,6% dari posisi tahun sebelumnya. Artinya hanya 156,960 orang dianggap sudah tidak miskin lagi. Jumlah anggaran Rp 500 triliun itu setara dengan setiap orang yang dientaskan tahun 2022, membutuhkan beaya Rp 3.185.524.975.
Jika pintar, uang Rp 500 triliun di tangan orang enterpreunership bisa membuat 5,000,000 usaha yang bisa mengentaskan kemiskinan secara langsung dengan modal per orang Rp 100,000,000.
Modal Rp 100,000,000 untuk usaha jamur tiram dalam dua bulan sudah memperoleh keuntungan Rp 168 juta. Untuk bercocok tanam cabai, sudah bisa menghasilkan Rp 190,000,000. Apalagi untuk membuka warung makanan, minuman, cafe kecil, toko buah, atau ribuan jenis pekerjaan lain yang tidak terlalu sulit bagi orang miskin untuk keluar dari kemiskinan. Dengan sedikit arahan dan pengetahuan berbisnis, orang-orang miskin akan mampu mengentaskan kemiskinan mereka sendiri dan menjadi orang mandiri dengan modal yang selama ini dihabiskan untuk seminar dan diskusi atas nama kemiskinan.
Orang miskin tak paham diskusi, seminar atau rapat. Mereka perlu pekerjaan. Mereka perlu modal agar mereka tidak miskin lagi. Mereka perlu kolam berisi ikan dan kail untuk menjadi tidak miskin lagi. Mereka tak perlu hotel, apalagi diskusi dan seminar untuk menghabiskan dana negara atas nama kemiskinan.
Menko Perekonomian: BLT Ditambah untuk Kurangi Kemiskinan