Jendral Purn. AM Hendripriyono dan jendral TNI Andika Perkasa. Mertua dan menantu . Foto Ist .
Oleh DIMAS SUPRIYANTO
Pada tahun 1998 jabatan Menhankam merangkap Panglima ABRI nyaris ada di pundak AM Hendropriyono, menggantikan Jendral Wiranto yang dianggap gagal menangani rusuh 1998.
Pemerintahan sudah beralih ke Habibie, dan penunjukkan namanya disetujui.
Padahal saat itu skep sudah turun dan sesama jendral sudah memberikan selamat termasuk atasannya jendral Wiranto dan koleganya, Jendral Sintong Panjaitan. Ginanjar Kartasasmita dan Akbar Tanjung pun menelponnya. Kepres sudah ditandatangani. Bahkan sudah diberitakan secara resmi.
Namun jabatan itu lepas ketika pada saat saat terakhir BJ Habibie memutuskan memperpanjang jabatan Wiranto dan bahkan akhirnya AM Hendropriyono “terlempar” menjadi Menteri Transmigrasi (Maret 1998-Oktober 1999).
Mimpi jadi Panglima kandas saat itu dan itu terwariskan pada sang menantu.
AM Hendropriyono kelahiran 1945, lulus AMN 1967, menempuh pendidikan intelejen Australia (1971) dan sekolah komando di Amerika (1980), menguasai terjun bebas militer dan jago tembak. Belakangan lebih dikenal sebagai master intelejen.
Semasa kolonel dan memimpin pasukan Garuda hitam 1989 dia menghabisi gerakan teror Warsidi di Lampung yang kemudian dikenal kasus Talangsari.
Jabatan bergengsi yang pernah disandangnya adalah Komandan Detasemen Tempur Parakomando alias Kopassus. Dirut Pengamanan VIP dan Pangdam Jaya serta Kepala BIN (2001-2004).
Tak cuma main senjata dan terjun bebas jendral kelahiran Jogya ini juga gemar sekolah . Dia lulus STIA-LAN dan sekolah tinggi hukum militer. Tahun 2009 lalu meraih gelar doktor filsafat.
Selanjutnya, jendral luusan Harvard university