Antara Anak Masjid, Anak Gereja, dan Anak Gym

Penulis Nana Padmosaputro

Ada seorang kawan yang menulis dengan rasa gemas yang terbaca kuat:

“Se-Islam atau se-Kristen apapun seseorang dalam beragama, kalau tabiatnya brengsek ya sudah dia brengsek, kalau suka berbohong ya sudah dia pembohong, kalau nggak bisa mengelola birahinya ya sudah dia liar…” dan tulisannya masih berlanjut jadi panjang…

Aku terkesan pada kalimat awalnya: Se-Islam atau se-Kristen apapun seseorang dalam beragama, kalau dia brengsek….
—-> ya dia JELAS BUKAN ISLAM ATAU KRISTEN. Bagiku sih begitu…!

Beragama itu, yang bener ya, seharusnya TECERMIN dari perilakunya.

Sama lah kayak orang ikut KLUB KEBUGARAN.
Kalau badannya masih gendut, ototnya nggak terbangun, perutnya menggelambir… ya dia NGGAK PANTES jika ke mana-mana menyebut diri “gue body builder” sambil menyebut nama pusat kebugarannya sebagai tempat nge-gym paling hebat, karena instrukturnya hebat punjul langit.

Aduh…. kalau ada member dengan body begitu, tapi bacotnya begitu… kita bakal ngetawain rame-rame: “Hebatnya di mana, kalau hasilnya body ancur kayak badan lo?”

Mungkin malah orang itu akan dicari oleh instrukturnya dan digebukin sendiri karena membuat image klub itu menjadi rusak di mata masyarakat. Aib banget punya member dengan bentuk badan nggak terlatih, namun ngaku-ngaku beribadah, eh berolahraga di klub itu.

Nah, jika kita bisa ngetawain orang yang badannya menggelambir, tapi DENGAN FANATIK membangga-banggakan klub kebugarannya sebagai klub nomor satu di dunia… maka kita juga bisa ngetawain umat beragama yang bangga-banggain agamanya, tapi kelakuannya zonk.

Dan, kalau pengelola klub, termasuk para member lain yang rajin berolahraga memiliki kesadaran untuk menjaga nama baik klubnya…tentu mereka tidak akan membela kelakuan member kucluk, jika si kucluk ini diketawain. Lebih masuk akal jika mengambil tindakan pemecatan dari keanggotaan…! Daripada bikin malu.

Bisa juga, pengelola klub dan member yang aktif mengambil langkah yang lebih produktif dan edukatif: akan meminta, merangkul, atau mengajak member kucluk tersebut untuk tutup mulut lantas SUNGGUH-SUNGGUH RAJIN LATIHAN bersama mereka. Akan dibimbing. Dibantu. Disemangati. Dan, dipantau perkembangannya (soalnya dia punya kebutuhan mbacot dan kowar-kowar…. kan bagus kalau kebutuhan “pamer”-nya ini dibarengi dengan bentuk tubuh yang mencerminkan “marwah” klub tersebut to?)

Sehingga, pada akhirnya, “seluruh dunia” melihat kehebatan klub itu, dari aktivis-aktivisnya yang bertubuh besar, gagah, dan berotot indah lalu-lalang di seantero sudut kota dengan seragam berbordirkan nama klub di dada…. dan dari propaganda yang disyiarkan oleh membernya yang hobinya pansos.

Kebanggaan yang tak terbantahkan itu adalah kebanggaan yang memiliki FAKTA (ada perbuatan, prestasi, hasil karya dll sebagai bukti). Bukan berdasarkan daftar keanggotaan, apalagi bacotan kosong.

Well… ini cuma pemikiran penulis yang menahankan lapar, di hari pua⁰sa ke empat.
Mohon maaf kalau analoginya rada-rada nggak nyambung.

Mari kita teruskan berpuasa. Perjalanan masih panjang.

Avatar photo

About Nana Padmosaputro

Penulis, Professional Life Coach, Konsultan Tarot, Co.Founder L.I.K.E Indonesia, Penyiar Radio RPK, 96,3 FM.