APA DI BALIK KOMENTAR SESEORANG?

HANDRAWAN NADESUL

Medical Doctor, Health Motivator, Health Book Writer and a Poet

Ini persoalan interaksi antar manusia. Isi dan warna komentar orang lain terhadap kita ditentukan pula oleh sikap orang terhadap diri kita. Bisa soal hirarki, soal persepsi, dan citra. Semuanya menjadi urusan ego manusia. Sigmund Freud mengungkapkan bahwa jiwa kita berisi id sebagai naluri, ego, dan superego.

Saya mengamati komentar di FB baik terhadap posting saya maupun pada posting orang lain, ada bermacam interaksi antar  personal (inter personal relationship), yang tidak semuanya seragam. Ada komentar yang selalu menghamba, ada yang selalu menggurui, ada pula yang selalu mencela terhadap apa pun yang dikomentarinya. Artinya seperti apakah sikap yang memberi komentar memposisikannya terhadap diri orang yang dikomentari.

Komentar yang selalu menghamba, memposisikan yang dikomentari layaknya anak terhadap orang dewasa atau orangtua, sebagai materi yang dikomentarinya selalu baik, bagus, benar, dan hebat, yang bisa saja belum tentu sesuai kenyataan. Termasuk yang rajin memberikan “like”, yang berarti hanya basa-basi. Yang tidak sembarang memberi “like”, memposisikan yang akan diberi “like” sebagai setara, sehingga bisa dinilai sebagai sikap yang lebih jujur dan tulus untuk ungkapan like-nya.

Yang selalu menggurui layaknya orangtua terhadap anak, khas sekali, di balik mengiyakan materi postingan yang dibacanya sebagai sesuatu yang benar, pemberi komentar juga menambahkan entah itu bagian dari keilmuan materi, atau sebagai bentuk opini, menunjukkan bahwa pemberi komentar posisinya setara, selevel dengan yang diberi komentar. Ingin menunjukkan bahwa dia pemberi komentar sama hebatnya dengan yang diberi komentar.

Yang selalu mencela, memposisikan pemberi komentar lebih tinggi dari yang diberi komentar layaknya hubungan orangtua dan anak, seolah materi yang dikomentarinya selalu tidak benar, tidak bagus, tidak bermanfaat, tidak hebat, atau selalu salah. Tergantung seberapa besar modalitas sikap memposisikan, seberapa tingkat hubungan antara yang memberi komentar dan yang dikomentari, warna celaan bisa dari sekadar mengkritik yang tidak beralasan (karena asal mengkritik), sampai tingkat benar mencela, betapa pun materi yang dicelanya itu sebagai sesuatu yang (secara keilmuan, atau jenis kebenaran lainnya) sesuatu yang benar, baik, bagus, dan hebat.

Saya membaca ihwal analisis transaksional (Transactional Analysis) dari ahli jiwa Eric Berne, yang mengungkapkan ihwal analisis transaksional ini, bentuk pembaruan dari psikoanalisis Freud. Sikap kita untuk hal yang sama bisa berbeda terhadap orang yang tidak sama. Terhadap si A selalu menyikapinya sebagai seorang anak, terhadap si B menyikapinya sebagai orang dewasa, dan terhadap si C sebagai orangtua. Interaksi Parent-Adult-Child (PAC) yang diungkap Berne dalam bukunya “Games Perople Play”.

Bahwa interaksi seseorang terhadap orang lain itu terbentuk tergantung dari script masa kecil orang yang dikomentari. Ada orang yang pikir-rasa-lakunya selalu sebagaimana waktu masa kecilnya dalam merespons apa pun dalam hidup kesehariannya, ada pula yang sebagaimana orang sudah dewasa, atau sudah sebagai orangtua. Citra sebagai orang dewasa dan orangtua diusung oleh siapakah dia, apakah orang bermartabat, beritegritas, punya nama besar, berkedudukan tinggi, atau orang besar. Makin elok citra seseorang, makin elok pula sikap orang lain, bahkan semua orang terhadapnya. Bentuk sikap yang jujur dan tulus, dan bukan hanya basa-basi.

Saya mengamati dalam FB kebanyakan yang menyampaikan like dan komentar di banyak posting warga FB, apakah tergolong jujur dan tulus. Semacam kegiatan atau kebiasaan memberi like sebagai yang otomatis belaka, pokoknya memberikan sikap, kita menyangsikan sikap di balik itu. Postingan saya ihwal bertanya sesuatu pun, misalnya, hanya diberi like, dan saya pantas kecewa oleh karena yang saya minta jawaban atas yang saya tanyakan, bukan like. Saya membatin, apakah hanya materi pertanyaan laik mendapat like, tentu tidak. Hemat saya kita laik memberi like kalau pembaca posting merasa materi yang diposting itu baik, benar, dan ada manfaatnya, sekurangnya untuk dirinya sendiri. Kalau materinya pertanyaan semata, tidak laik dijawab dengan like, mestinya ya atau tidak tahu, atau menjawab pertanyaannya dalam komentar.

Jadi atas itu semua, saya semakin belajar dari mengamati, bahwa pemberi like dan atau komentar dalam FB, menggambarkan siapa saya sebagai individu, dan siapa pula pemberi like dan atau pemberi komentar yang saya terima, selain seberapa jujur dan tulus ungkapan terhadap apa yang saya ungkapkan dalam postingan saya itu.

Ini bukan kritik, apalagi celaan, melainkan mencoba memahami, dan mendudukkan kenapa bisa terjadi yang seperti itu, tak lain supaya kita lebih bijak menerima semua orang sebagai sahabat.

Maafkan kalau ungkapan saya ini membuat Anda kurang nyaman.

Salam sehat,

Dr HANDRAWAN NADESUL

Avatar photo

About Handawan Nadesul

Medical Doctor, Health Motivator, Health Book Writer and a Poet