Pernah terlintas di hati, “Sejatinya, apa yang kita cari di dunia ini?”
Jika belum, coba direnungkan. Jangan tunda. Kematian datang tak diundang. Sewaktu-waktu. Tak kenal usia & tempat. Nyesal juga tak ada guna.
Tak perlu takut.
Bukankah kita berjiwa pemberani? Menindas yang lemah, tak berdaya, bahkan berani memutarbalikkan fakta & melawan nurani demi muasin keinginan sendiri.
Seandainya kita takut, apa tak mau pulang? Lalu, kita ubah pameo, yang semula ‘hidup sekadar mampir ngombe’ menjadi “wisata hepi tak bertepi”. Jangan pikirkan rindu istirah. Lupakan tubuh yang terus menua; renta tak berdaya. Kita tetap gagah perkasa, berjiwa muda, & bersemangat membara.
Begitu?
Lho, kok malah nyalinya menciut. Apa berasa ngeri, jika di masa tua tak ada yang ngopeni? Tak bisa kompromi minta dispensasi tunda untuk mati?
Mati itu ibarat pulang kampung. Mudik. Bukankah itu asyik. Bermacet ceria demi silaturahmi. Sebodo amat dengan pandemi.
Ketika badai Korona menerjang, siapa yang salah? Peringatan Allah? Tak ada guna disesali. Apalagi untuk saling menyalahkan.
Jika esok mati, apakah kita siap silaturahmi?
Saat berbuat salah & dosa, orangtua kita dengan senang hati memaafkan & mengampuni. Kita ibarat anak hilang yang ditemukan kembali.
Terlebih lagi Allah.
Sifat Allah jauh melebihi orangtua kita. IA Maharahim. IA senantiasa rindukan kita. Untuk sesali dosa, bertobat, & hidup baru. Kita diajak, dibimbing, & diarahkanNya untuk maknai hidup baru agar hidup kita semakin lebih baik
“Setiap kali ada pertobatan, selalu ada pesta sukacita di surga.”