Warga Muslim dari Myanmar yang semua menuai rasa simpati dari warga Indonesia di Aceh berbalik menjadi kejengkelan, karena memanfaatkan ketulusan sesama muslim untuk mencari tanah air dan kehidupan mereka. Apalagi kedatangan mereka dikelola oleh sindikat TPPO.
Oleh DIMAS SUPRIYANTO
SIKAP tulus iklas warga Aceh khususnya – dan warga Muslim Indonesia pada umumnya, kepada warga Suku Rohingya di Negeri Myanmar, dimanipulasi dan dimanfaatkan oleh para pelaku penyelundupkan orang dari satu negara ke negara lain.
Bisnis kelam sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) itu didukung oleh LSM yang mengacau di media nasional – atas nama kemanusiaan dan lainnya. Mereka memaksa kita menerima dan membiayai kehidupan mereka, menyediakan tempat tinggal, layanan kesehatan, air bersih, makanan, pendidikan buat anak-anak dan layanan dasar lainnya buat para pengungsi – melebihi biaya hidup warga kita yang tak beruntung di sini.
Masyarakat Aceh pada awalnya juga memberikan bantuan dengan sepenuh hati. “Kami di sini rata-rata juga orang miskin. Kami menolong mereka karena nurani kami sesama orang susah dan mereka juga Muslim, mereka salat,” kata warga. “Karena hati kita tidak sekeras batu.” Padahal, Aceh saat ini menjadi provinsi dengan penduduk miskin terbanyak di Pulau Sumatra.
Tapi kini mereka mulai merasakannya sebagai masalah. Kebaikan mereka disalahgunakan.
Daerah otonomi khusus di Indonesia ini bukan daerah makmur. Mereka masih dalam proses kebangkitan dari dampak panjang konflik bersenjata hampir tiga dekade dari tahun 1976 hingga 2005.
Chris Lewa, Direktur The Arakan Project, yang berfokus pada hak asasi Rohingya, mengungkapkan, Indonesia menjadi tujuan karena lokasinya yang dekat dan lebih murah dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Ditambah dengan perahu-perahu yang mudah didapatkan saat ini, karena banyak nelayan di Bangladesh yang menjualnya kepada penyelundup manusia saat industri perikanan di Bangladesh yang mengalami krisis akibat menurunnya stok ikan.
Chris juga mengakui, berkurangnya dukungan dari komunitas internasional pada warga Rohingya.
KINI warga Aceh melakukan penolakan terhadap pengungsi Rohingya yang mencapai 1.487 orang. Penolakan ini didasari karena pengungsi tidak menjaga kebersihan hingga daerah itu tak lagi memiliki tempat penampungan. Dan keIslaman mereka berbeda dengan keIslaman warga Aceh, bahkan keIslaman warga muslim Indonesia lainnya.
Cara mereka makan, hidup dan menyikapi pergaulan dengan sesama masyarakat, tidak memenuhi kaidah budaya Indonesia. Mereka mulai menjadi masalah di lokasi penampungan mereka di Indonesia.
Kapolda Aceh Irjen Ahmad Kartiko meminta UNHCR untuk bertanggung jawab atas gelombang pengungsi Rohingya yang berdatangan ke Aceh. Achmad menuturkan sudah jelas terjadi penyelundupan manusia dan dari hasil penyelidikan para pengungsi yang datang ke Aceh ini rata-rata memiliki identitas dari UNHCR yang berbahasa Bangladesh.
Setidaknya sudah ada enam gelombang pengungsi Rohingya tiba di Aceh dengan total hampir 1.000 imigran.
“Kalo penyelundupan manusia, sudah jelas. Kita juga menemukan bahwa orang Rohingya itu memiliki kartu UNHCR yang diterbitkan di Bangladesh sana dengan bahasa Bangladesh, artinya apa? ini bukan tanggung jawab kita semata tapi UNHCR juga harus bertanggung jawab kenapa Rohingya ini lolos dari Bangladesh sana,” kata Achmad kepada wartawan.
Menanggapi Polemik Pengungsi Rohingya di Aceh ini, Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung para pengungsi dari Myanmar tersebut, karena Indonesia bukan bagian dari Konvensi Pengungsi 1951.
“Karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut,” kata juru bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal dikutip dari Kompas.
Kementerian Luar Negeri kemudian juga menegaskan, Indonesia secara aturan tidak memiliki kewajiban untuk menampung para pengungsi. Kebijakan Indonesia dalam menampung pengungsi telah disalahgunakan.
Presiden Joko Widodo lalu menyebut ada dugaan kuat aksi pada arus pengungsi Rohingya yang masuk wilayah Indonesia. Hal itu diungkapkan Jokowi melalui video yang dirilis Sekretariat Presiden, Jumat (8/12/2023).
Ia pun berjanji pemerintah akan menindak tegas pelaku pada jaringan perdagangan orang ini dan bantuan kemanusiaan sementara berkoordinasi dengan organisasi internasional untuk menangani masalah pengungsi Rohingya ini.
Pemerintah mencatat, sejauh ini ada 1.147 orang pengungsi Rohingya di Indonesia. UNHCR memperkirakan akan ada ratusan pengungsi Rohingya yang mendarat di Aceh bulan Desember ini. (dms)