Seide.id- “Jika hal itu terjadi dalam keluarga, apa yang hendak Mas lakukan?”
Saya diam, tidak segera menjawab pertanyaan Jt. Saya mencoba merenung dan mencerna peristiwa itu dengan baik agar keputusan yang saya ambil itu demi kebaikan bersama.
Jujur, saya tidak mau berpikir dan membayangkan, jika seorang anak saya melakukan hal itu. Terjerumus pinjol, karena ingin miliki uang dengan pinjam secara mudah dan cepat. Sehingga berhutang ratusan juta rupiah!
Seorang sahabat Jt mengeluh pada saya. Karena kejadian ini untuk yang kedua kali. Hal itu membuat istri Jt terpukul, dan jatuh sakit.
Sebenarnya Jt tidak mau peduli dengan kelakuan anaknya. Semula anaknya terlibat hutang 4-5 kartu kredit. Karena anak Jt ingin tampil bergengsi demi memanjakan pacar.
Oleh istri Jt, hutang kartu kredit itu dilunasi. Tapi ternyata anak Jt tidak kapok, sehingga hutang ke banyak pinjol untuk gali lubang tutup lubang. Akhirnya tidak mampu untuk membayarnya.
Semula Jt bersikap tegas, tidak mau tahu dan tidak peduli, supaya anaknya malu, jika ditagih pinjol ke rumah. Ia ingin memberi pelajaran pada anaknya agar kapok.
Kecurigaan Jt terbukti. Ketika Jt minta anaknya untuk mencetak rekening koran. Ternyata muncul nama pacarnya berkali-kali. Ketika mereka disidang bareng, tidak mau mengakui, malah berkesan main sandiwara. Hal itu yang membuat Jt jengkel agar anak tidak mudah berbohong. Sekaligus ia juga ingin memberi pelajaran pada anak agar tidak main-main dengan pinjol. Menuruti gengsi, demi hidup wow!
Fakta yang sulit! Bagi Jt sendiri, hal itu ibarat makan buah simalakama. Dimakan mati istri, tidak dimakan anak jadi kesenangan, dan tidak kapok!
Dengan izin istri, Jt minta anaknya mentransfer seluruh gajinya agar istrinya yang mengatur keuangan anak. Sebagian gaji anak untuk mencicil hutang pada Ibunya. Uang anak dijatah sesuai kebutuhan.
Opsi kedua, anak diminta segera melamar pacarnya, lalu silakan hidup mandiri. Untuk bertanggung jawab pada keluarga sendiri. Bahwa hidup itu tidak selalu manis.
“Jt, yang kau sampaikan ke anak itu baik dan benar, agar anak berpikir. Faktanya, dan sangat disayangkan, anak sekarang ingin serba mudah dan instan untuk jadi kaya. Beda dengan kita dulu, karena ditempa oleh keadaan.”
Saya juga salut dan sepakat dengan sikap Jt yang tegas. Berani menghukum anaknya, jika nekat menikah dengan gadis itu supaya mencari modal pernikahan sendiri. Alasan Jt, hutang pinjol itu dilunasi Ibunya, dan harus diganti. Bahkan perjanjian itu dibuat di atas surat bermaterai!
Tidak mudah memang, mendidik, membimbing, dan mengawasi anak zaman sekarang. Tidak sekadar berkomunikasi, tapi juga dibutuhkan kerendahan hati untuk tidak bosan mengingatkan, menguatkan, dan saling mendoakan agar keluarga kita dijauhkan dari yang jahat.
Semoga fondasi iman, bahwa takut akan Tuhan itu menjadi pegangan setiap keluarga untuk hidup damai sejahtera dan bahagia.
Mas Redjo /Red-Joss