Provinsi Bali akan menjadi pilot project dalam melakukan wisata berbasis vaksin atau vaccine based tourism. Hal ini sebagai upaya Pemerintah dalam meningkatkan perekonomian Bali yang terus mengalami kontraksi mendalam akibat pandemi COVID-19.
Tercatat pada kuartal keempat di tahun 2020, Bali minus 12,21 persen. Sementara pada kuartal kedua tahun 2021, kemungkinan Bali minus 6 – 8 persen.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan hal itu saat menggelar weekly press briefing secara hybrid. Kali ini kegiatan dilakukan dari Balkondes Borobudur, Magelang, pada Selasa (22/6/2021).
“Kita ingin mendorong lebih banyak vaksinasi bisa terdistribusi secara massif. Oleh karena itu, kita hadirkan program wisata berbasis vaksin. Dan Bali terpilih, karena saat ini Bali sangat membutuhkan wisatawan, karena kontraksi ekonomi yang sangat mendalam, tapi tidak menutup kemungkinan destinasi-destinasi lainnya juga akan diberlakukan program tersebut,” lanjutnya.
Nantinya pemberian vaksin dalam paket ini diprioritaskan untuk wisatawan nusantara, sedangkan vaksin untuk wisatawan mancanegara akan bekerja sama dengan asosiasi yang dikemas dalam bingkai vaksin mandiri sehingga tidak akan mengambil porsi vaksin gratis untuk warga Indonesia. Namun hal tersebut terus difinalisasi yang nantinya akan diluncurkan bersama Gubernur Provinsi Bali.
Di samping itu, berkenaan dengan pembukaan pariwisata Bali juga masih dalam tahap finalisasi. Tentunya penyiapan tersebut tergantung pada situasi pandemi COVID-19 di dalam maupun di luar negeri. Menparekraf menyebutkan, jika nantinya kondisi tidak memungkinkan, maka akan ditinjau kembali.
Kemudian, terkait dengan pembukaan pariwisata di Batam dan Bintan dalam lingkup travel corridor arrangement. Rencana pembukaan ini tentunya dilakukan dengan monev, yaitu monitoring dan evaluasi setiap minggu. Selain itu, Kemenparekraf juga melakukan koordinasi dan visitasi untuk melihat secara langsung kesiapan Batam dan Bintan, serta kebijakan Singapura sebagai negara yang menjadi target pasar. Karena faktor kesiapan bukan hanya dari pihak Indonesia (Batam dan Bintan), tapi juga kesiapan dari pihak Singapura.
Syarat utama yang menjadi pra-kondisi adalah situasi pandemi di daerah harus terkendali mengacu pada standar WHO. Untuk saat ini, kawasan pariwisata Lagoi lebih fleksible untuk menjadi skala prioritas karena situasi pandemi yang terkendali dan memiliki _grand design management visitor_ yang baik dan sedang di jajaki _proof of concept_ dengan Singapura.
Sementara untuk kawasan pariwisata Nongsa di Batam, Kemenparekraf sedang menunggu situasi pandemi lebih terkendali. Untuk Batam dan Bintan, Kemenparekraf hanya menargetkan negara Singapura sebagai target pasarnya, sementara dengan Malaysia belum ditindaklanjuti. Dan saat ini Kementerian Luar Negeri sedang menyusun draf travel corridor arrangement dalan skala prioritas kawasan pariwisata Lagoi-Bintan untuk dibahas dengan pihak Singapura.
Untuk kebijakan work from destination, tentu menyesuaikan kepada bingkai PPKM skala mikro. Apabila daerah tujuan work from destination ini termasuk zona kuning, maka diperbolehkan, namun jika zona merah tentunya disarankan untuk dihindari.
Di samping itu, Menparekraf menuturkan Kemenparekraf tengah mempersiapkan program atau kebijakan untuk mengantisipasi jika lock down kembali diterapkan.
“Kita akan genjot program-program intervensi seperti bantuan dana hibah pariwisata dan ekonomi kreatif, bantuan sosial, bantuan insentif, bantuan permodalan, bantuan likuiditas, dan dana pemulihan ekonomi nasional agar bisa membantu sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk bertahan,” katanya.