Baliho di Tengah Pandemi

Oleh MAS SOEGENG

Orang yang awalnya mulai pasang baliho kampanye di saat semua komponen bangsa sibuk mengurus Covid, adalah  AHY. Sang Putra Puri Cikeas, kebanggan SBY. Namun awal Maret, baliho AHY mulai diturunkan. Bisa jadi Cikeas dan Demokrat tahu diri tak akan bisa mengkangkat AHY masuk Istana tanpa bantuan orang lain. 

Sesudah itu muncul baliho yang cukup marak, Ketua DPR-RI Puan Maharani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto. Menteri Hartanto tanpa sungkan langsung kampanye untuk Presiden 2024. Puan Maharani lebih halus. Sekedar branding sosoknya dengan taqlines yang cukup puitis, Kepak Sayap Kebhinekaan. 

Tampaknya, Puan Maharani sedang membranding dirinya, untuk 2-3 tahun ke depan.Mengapa Mbak Puan perlu branding ? 

Pertama kekesalan penghuni Puri Lenteng Agung terhadap Ganjar Pranowo yang oleh pegawai partai PDIP dibisikkan sangat berbahaya karena potensi Ganjar maju ke PilPers cukup kuat. Bisikan kader partai Bambang Pacul ke telinga Bu Mega dengan mengatakan Ganjar asyik bermedsos cukup membakar emosi. Ganjar jadi sasaran kekesalan petinggi partai yang dianggap melakukan pencitraan melalui medsos dan menghambat pencalonan sang putri, Puan, tanpa izin. 

Hartanto kampanye Presiden, Puan menyebarkan Kepak Sayap….

Kini, dengan kesadaran penuh, Mbak Puan dibranding agar muncul di list para pengamat dan pemilik polling biar namanya naik sebagai calon kuat. Bukan sebagai RI-1, melainkan sebagai RI-2. Partai Marhaen sangat paham, Puan tak bisa menjadi nomor 1. Cukup nomor 2. Artinya, pendekatan branding Puan ini indikasi penawaran menggiurkan siapapun untuk menggandeng Puan dengan bonus dukungan PDIP secara total.

Dan Ganjar ? Pada saatnya, justru bisa dinaikkan menjadi nomor 1. Oleh siapapun. Termasuk PDIP.

Bagaimana dengan branding baliho Puan ?

Ahli komunikasi massa atau guru periklanan dimanapun akan sepakat, bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk melakukan branding pencitraaan untuk urusan politik. Orang sedang sibuk mengusir covid, sedang fokus pada kesehatan, Puan malah sibuk promosi citra diri. Ini ibarat orang-orang saat ini sedang berjatuhan sakit di setiap jalanan, lalu dengan santainya Puan berjalan sambil bersolek. 

Branding di saat seperti sekarang ini selayaknya bicara tentang kesehatan dan memberi semangat hidup agar imunitas terjaga. Branding yang dilakukan partai merah tak berkait dengan isue kesehatan atau covid. Itu yang mubazir. Terkesan jumawa. Orang sedang sibuk ngurusin cvovid, mereka malah sibuk ngurus kekuasaan. PDIP sepertinya tak memiliki ahli komunikasi atau konsultan branding. Semua yang dilakukan melalui baliho saat ini, selain tidak elok, juga keliru dan blunder.

Cak imin tak mau kalah coba-coba calonkan diri lewat baliho

Kalau anda keliling setidaknya di 6 propinsi dari DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatra, bahkan Aceh, anda akan melihat bertebaran baliho Puan. Tak hanya di dalam kota. Juga di pinggir kota dan luar kota. PDIP meminta kadernya di setiap wilayah memasang baliho Puan, sehingga semua titik kosong diisi. Acak.

Karena tak diberi instruksi detil, kader partai memasang foto Puan dalam berbagai corak. Dengan pakaian berbagai wilayah Nusantara, bahkan ada yang memakai jilbab. Suka-suka kader yang memasang. Puan menjadi pribadi yang aneh, kalau kita tahu selama ini puan tampil tak pernah berjilbab, jarang memakai pakaian tradisional dalam kesehariannya. Ia pribadi yang polos. Puan lantas kehilangan identitasnya. Ciri khas dan karakternya hilang. 

Masih untung dari partai sendiri di Solo, memesan sebanyak 201 baliho yang disebarkan di Jawa Tengah, DIY Yogyakarta, Aceh dan Sumatra Barat : Puan dalam baju merah dengan taqlines Kepak Sayap Kebhinekaan. Istilah inipun sangat tidak bisa dipahami kalangan bawah yang menjadi sasaran branding Puan. 

AHY yang memulai, dia yang mengakhiri

Saat ini, ketika pandemi sedang merajalela dan pemerintah sibuk bergelut dengan penyakit Covid19, memasang Baliho adalah tindakan yang tidak tepat, dan tidak elok. Bukan hanya nama baik yang didapat, tapi malah cemoohan. Kasihan Mbak Puan. Selain beaya pasang baliho mahal dan tidak efektif, yang didapat malah cibiran. 

Di tengah kondisi bangsa yang sedang berjuang, barisan baliho dimana-mana ini terasa menyesakkan. mengganggu kesehatan pikiran. Padahal, kalau mau sekedar branding, ada media yang lebih pas dalam menempatkan Puan di tempat yang tepat dan manjur. Media sosial dan rasa empati. 

Itu yang belum ada….

Avatar photo

About Mas Soegeng

Wartawan, Penulis, Petani, Kurator Bisnis. Karya : Cinta Putih, Si Doel Anak Sekolahan, Kereta Api Melayani Pelanggan, Piala Mitra. Seorang Crypto Enthusiast yang banyak menulis, mengamati cryptocurrency, NFT dan Metaverse, selain seorang Trader.