Seide.id. – Ibukota Thailand, Bangkok kembali diguncang demo anti pemerintah. Ratusan pengunjuk rasa pro-demokrasi berunjuk rasa untuk menyerukan pengunduran diri pemerintah, menentang peringatan dari pihak berwenang tentang kasus virus Corona yang melonjak di kerajaan itu.
Aksi turun ke jalan itu juga menandai dan memperingati 89 tahun Revolusi Siam — aksi pemberontakan yang mengubah Thailand dari monarki absolut menjadi monarki konstitusional.
Sejak Kamis lalu, ibukota Negeri Gajah Putih ini, diguncang oleh protes terhadap pemerintah Perdana Menteri Prayut Chan-o-Cha.
Demonstrasi pada Sabtu (26/6) itu diadakan dua hari setelah ribuan demonstran berunjuk rasa di luar parlemen dan kantor Kabinet untuk menandai 89 tahun transisi Thailand dari monarki absolut ke konstitusional. Unjuk rasa pada Kamis (24/6) merupakan protes anti-pemerintah pertama sejak terjadinya lonjakan infeksi COVID-19 paling drastis yang memicu lockdown di negara Asia Tenggara itu pada April.
Ratusan orang berdemonstrasi lagi pada Sabtu (26/6), melanggar pembatasan sosial terkait COVID-19, untuk menekan pemerintah.
“Kami ingin ada pemerintahan baru untuk mengontrol Thailand. Kita harus mengubah konstitusi terlebih dulu dan kemudian mengubah semua sistem. Kita harus menyusun ulang,” kata Witsaruj, 34, yang mengatakan kepada VOA dia rutin mengikuti unjuk rasa.
Gerakan pro-demokrasi yang sempat menguat di Thailand sempat kehilangan tenaga akibat wabah virus dan pemenjaraan para pemimpin mahasiswa.
Sekitar 150 orang telah didakwa sejak gerakan itu dimulai, dengan para pemimpin kunci dipukul dengan berbagai tuduhan di bawah undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang keras.
Banyak dari mereka dibebaskan dengan jaminan dengan syarat termasuk tidak memprotes.
Pihak berwenang juga kemudian membatasi pertemuan publik ketika kerajaan bergulat dengan gelombang infeksi ketiga, dengan jumlah kasus harian berkisar di sekitar angka 3.000.
Terlepas dari peringatan polisi, ratusan orang berkumpul di Monumen Demokrasi, sebuah persimpangan utama di Bangkok, dan berbaris ke arah Gedung Parlemen untuk memprotes pemerintahan Prayut, mantan kepala militer yang berkuasa dalam kudeta tahun 2014.
Beberapa demonstran membawa spanduk bertuliskan “Hapus 112”, mengacu pada undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang membawa hukuman penjara 15 tahun bagi mereka yang terbukti menghina monarki.
Para demonstran telah menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap cara pemerintah menangani pandemi dan pemberian vaksin. Sebagian membawa poster mengkritik vaksin Sinovac buatan China, sementara ratusan polisi bersiaga dan membarikade jalan-jalan menuju kantor-kantor pemerintah.
Unjuk rasa berakhir selepas pukul 22.00 waktu setempat tanpa insiden berarti, tapi pemimpin peserta aksi telah menyerukan aksi lebih besar pekan depan.
Thailand telah mencatat lebih dari 232.600 kasus Covid hingga saat ini dan 1.775 kematian. – BP/dms