Beda Tujuan, Beda Prosesnya

Seide.id – “Aku sudah capek mbak… Selama ini pacaran terus, pedekate dari awal lagi, buang waktu… buang energy….”

“Jadi pengennya….?” tanyaku sambil mengaduk panci. Aku sedang masak. Handphone kunyalakan speakernya, lalu kusematkan di tali beha. Life hacks.

“Pinginnya langsung nikah aja.”

“Oooo tujuanmu menikah? Okay.”

“Laaah kalau tujuannya bukan menikah, buat apa pacaran? Emangnya ada tujuan lain, mbak?”

“Kalau aku jadi kamu, pernikahan itu bukan tujuan. Menikah adalah ajalan atau sarana. Sementara, #tujuanitu lain lagi. Misalnya :
~ aku bertujuan untuk bahagia,
~ aku bertumbuh terus sebagai manusia dan individu,
~ aku bisa menjadi diriku sendiri,
~ aku mewujudkan cita-citaku,
~ aku bisa mengerjakan kegiatan-kegiatan yang menjadi panggilan hidupku…..
~ aku bermanfaat bagi negeri ini…
Intinya, aku ingin memiliki hidup yang berdaya guna. Have a purposeful life. Lalu aku mencari pasangan yang bisa kuajak mencapai itu semua…”

“Terus…?”

“Lho kok terus? Ya, terus akan kucari orang yang mampu mendampingiku untuk mencapai #tujuanku itu lah… sekaligus aku mengevaluasi diriku juga, apakah aku mampu mendampingi dia mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Pacaran adalah cara untuk melihat apakah tujuan hidup kami kompatibel atau nggak.”

“Oh gitu….”

“Iyalah gitu..! Ngapain nikah for the sake of status if you lose yourself..? Iya to..? Apa gunanya menikah kalau kamu malah nggak bisa menjadi diri sendiri, diharuskan begini, dilarang begitu hanya karena kamu sudah menjadi istrinya…. Nggak boleh bekerja…. Pergaulan pun dibatasi… Akan berkegiatan positif pun harus menunggu turunnya izin dulu…. Kamu itu menikah untuk mendera diri sendiri, untuk jadi korban, jadi tahanan rumah, atau untuk bahagia?”

“……….”

“Itu pernikahan atau penjara? Never ever menjadikan sarana sebagai tujuan. Kebolak-balik hidupmu nanti. Nggak bertumbuh. Bakal mati dengan banyak penyesalan : belum melakukan ini, nggak bisa begitu, nggak boleh begono. Kamu terlahir dengan jutaan potensi dan kemungkinan… Tapi nggak ada yang mewujud. Demi apa semua kesia-siaan itu? Demi status…??”

“Oh…….”

“Dan status itu buat apa???”

“…….”

“Coba deh jawab….”

“Ya kan… eh… hmmm…”

Aku menunggu dia memformulasikan jawaban. Oatmealku sudah jadi. Aku memulai sarapanku. Gadis itu masih terdiam di ujung telponnya.

“Kan umurku sudah banyak….”

“Oke, lalu…”

“Harus menikah…”

“Siapa yang mengharuskan? Masyarakat?”

“Ya bukan… mamaku, ortuku…”

“Ya mereka bagian dari masyarakat, yang didikte oleh kelaziman masyarakat yang menjunjung nilai komunal. Sementara, tujuan hidup dan kebahagiaanmu adalah hal personal. Bukan urusan komunitas.”

“Iya sih mbak, tapi kan umur jalan terus… Nanti sudah telat untuk melahirkan….”


Aku tetiba sedih.

Orang ini, bahkan nggak tahu apa tujuan hidupnya. Sekedar membedakan mana tujuan dan mana cara, saja, belum tahu. Lalu dia mikirin punya anak…!!!

Lha anak-anaknya akan dia bimbing menuju kehidupan yang kayak apa…??? Ini sudah jaman revolusi industri 4.0 lho…
Matik akuu..

Aku terdiam agak lama… mengatur napasku, lalu mulai bicara perlahan :

“Cari dulu apa tujuan hidupmu, ketahui dulu apa yang kamu kehendaki. Baru kamu cari jalannya, sarananya. Jangan menetapkan jalan sebagai tujuan…….”

“Gitu ya mbak….”

“Iya…. Itu sama seperti bertekad ‘aku harus menuju ke Jalan Sudirman!’ Ya okay… Yuk ke jalan Sudirman. Setelah sampai di jalan Sudirman, lalu kamu mau apa? Mau ke gedung yang mana? Ke kantor yang apa? Melakukan apa di sana? Entah….? Masak kamu cuma muter-muter aja di sana, bersama ribuan pengendara yang sibuk di sana? Just to be at Jalan Sudirman sampai mati? Nggak mencapai apapun, karena nggak punya tujuan lain selain Pergi Ke Jalan Sudirman? Muter-muter doang di sana, apakah akan bikin kamu bahagia?”

“Nggak akan bahagia ya mbak?”

“Ya nggak laaaah…!!! Wong kamu cuma muter-muter saja di jalan Sudirman. Merasa menjadi bagian dari kesibukan di sana. Sementara ribuan orang ada di jalan Sudirman karena melakukan kegiatan penting yang membangun hidupnya… Kamu pikir, kenapa ada jutaan perempuan julid, pemarah, tukang ngiri, nggak bisa melihat perempuan lain maju dan bahagia?? Apakah karena mereka tidak dinafkahi suaminya? Karena mereka kekurangan makan?”

“……. Nggak tahu mbak… Kenapa mereka?” nada putus asa mulai terdengar darinya

“Ya karena mereka nggak puas dengan hidupnya…! Karena mereka tidak bisa (atau tidak boleh) bertumbuh. Karena mereka dilarang melakukan hal-hal yang membuat jiwanya mekar dan bahagia. Karena mereka dipaksa mengerjakan hal yang tidak menjadi minatnya dan tidak membuat mereka feel good tentang diri mereka….! Hal yang tidak membuat mereka mengenali siapa diri mereka….! Yang tidak membuat mereka tahu persis nilai mereka sebagai manusia…. Itu makanya mereka negatif banget ke orang lain… Orang yang bahagia dan sukses, mana pernah sih julid ke orang lain?”

Aku meneruskan makanku, sementara gadis itu mengaku, “Aku kok jadi bingung ya mbak…”

Aku diam saja. Dimana-mana, orang yang belum punya tujuan, memang mudah bingung. Di rumah dia dikejar-kejar untuk menikah… Ketika curhat sama aku malah disuruh mencari tahu apa tujuan hidupnya… Ya dah lah… Nggak heran kalau jadi mudah terombang-ambing dengan opini masyarakat (termasuk opiniku)

Menikah kok dijadikan target.
Tapi ya begitulah masyarakat kita. Menikah adalah tujuan.

Setelah menikah lalu apa..? Entah. Sekedar beranak-pinak. Kayak pohon pisang mungkin. Memenuhi kebun pak petani…


Renungan tambahan :

Kita semua pasti pernah mendengar nama perusahaan-perusahaan besar seperti Citibank, Indofood, RCTI, Amazon, dan lain-lain kan…?

Nah, perusahaan itu kan dibangun dengan tujuan-tujuan yang berbeda, untuk mengerjakan proyek-proyek yang berbeda.

Nah, karena punya tujuan jelas, para pengelola perusahaan jadi tahu persis , rekan usaha dan karyawan model apa yang cocok diajak bergabung ke perusahaannya.

Masa probation (percobaan kerja) 3 bulan, ibaratnya pacaran. Untuk melihat, bener tidak orang-orang ini cocok untuk diajak ‘kongsian’ meraih tujuan? Atau dijadikan karyawan…?

Nah bayangkan

Cuma bikin usaha saja, mereka mikir dan merencananya sampai seperti itu… Masak kamu mau menikah (yang akan berlangsung seumur hidup), dilakukan tanpa konsep dan tanpa perencanaan…? Lantaran kamu nggak tahu apa tujuan hidupmu…?

Mungkin ada yang membaca ini dan membatin ‘Ya aku tahu sih tujuanku, yaitu bahagia. Menikah adalah jalan untuk menuju bahagia.’

Oke. Good..!
Nah silakan cari pasangan yang bisa membuatmu bahagia. Jadi kamu tidak akan galau kalau hendak memutuskan hubungan dengan orang, jika mereka menyakitimu, menghalangimu untuk menjadi dirimu sendiri? dan tidak menghargaimu.

Pacaran yang dilakukan karena tahu tujuanmu, akan lebih efisien kan?

Jangan sampai nasibmu kayak banyak gadis dan bujang yang lantas terjebak dalam relasi yang sarat dengan tindakan ketidak-jujuran, perselingkuhan, sabotase, saling menyakiti…. tapi bertahan di sana, sambil ribut menuntut pasangan untuk membahagiakannya.

Ngapain nuntut…????

Wong sudah jelas dia tidak bisa kau jadikan pihak yang mampu mewujudkan kebahagiaan kok…. Dan kamu pun tidak mampu membahagiakan dia….

Coba katakan padaku lagi, kamu menikah untuk tujuan apa…?

Sekedar supaya tetangga orangtuamu berhenti membombardir orangtuamu dengan pertanyaan-pertanyaan ‘kapan nikah..?’

Well… hardik saja tetanggamu yang mulutya usil, ketimbang kamu yang malah jadi sengsara karena tuntutan mereka…

(Nana Padmosaputra)

IKUTI : Absent Fathers

Avatar photo

About Nana Padmosaputro

Penulis, Professional Life Coach, Konsultan Tarot, Co.Founder L.I.K.E Indonesia, Penyiar Radio RPK, 96,3 FM.