Oleh MAS SOEGENG
Namanya Tan Peng An. Teman main basket di Solo. Jarak rumah ke lapangan basket hanya 3 km. Ia cukup naik sepeda butut. Kalau terburu-buru, ia naik motor Honda tua yang sederhana. Ia tak memakai kalung emas berkilau, jam tangan rolex senilai Rp 1 miliard atau pakainya bermerk. Ia malah sering diketawain kalau ke lapangan selalu pakai celana kolor dan bawa makanan dalam plastik yang dibagi ke teman mainnya.
Suatu kali, salah satu teman main basket, rumahnya terbakar. Seluruh keluarga, suami, isteri dan 5 anak, menangis meraung-raung. Semua dagangan di warung habis terbakar. Termasuk uang, dan sertifikat rumah. Habis ludes.
Semua teman datang dan menghibur. Menjelang malam hari, ketika sepi, Peng An mengajak saya naik mobil Kijang menuju rumah Budiman, korban kebakaran. Sekeluaraga diajak menginap di Hotel. Dibayar lunas di depan 4 bulan. Kaget saya.
Diam-diam, Peng An membeayai semua pembangunan rumah, termasuk isi warungnya. Saat 3 bulan lebih 10 hari, rumah Budiman selesai dibangun. Sekeluarga diantar naik mobil sembari dikasih kunci rumah. “ Ini rumahmu sekarang,” ujarnya datar. Tentu saja semua keluarga ini menangis terharu. Tak ada upacara serah terima, kecuali keluarga itu, Peng An dan saya.
Tan Peng An tidak hanya kaya raya, tapi juga dermawan. Jangan lihat penampilan, sebab orang kaya tak suka pamer kekayaan.
Selama bermukim di beberapa tempat seperti Salatiga, Solo, Semarang, Ambarawa, Jakarta dan Tangerang, saya bergaul dengan banyak pengusaha. Di antara mereka itu orang-orang yang benar-benar kaya. Namun tak tampak mereka ini duitnya banyak.
Tajir Tapi Sewa Tanah Orang
Yang penampilan paling kacau juga ada. Namanya Mas Djoko, orang Semarang. Saat ini, usianya mungkin sudah 70 tahun. Kemana-mana pakai sendal jepit, hape Nokia yang sudah tak model lagi, celana pendek, kaos dan tas kresek hitam. Rumahnya, tak sebagus rumah anda atau rumah saya. Persis bentuknya dengan rumah dermawan Akidi Tiodi Palembang. Letaknya di kampung, tidak megah, bahkan tak ada tempat parkir. Ia menyewa tanah depan rumah untuk menampung dua mobilnya.
Suatu ketika, dia meminta ide bisnis tentang minyak serei wangi. Dia setuju membeayai. Dari situ saya tahu, tabungan dan depositonya nyaris Rp 3,2 triliun. Dari karyawan bank, baru tahu bahwa Mas Djoko punya banyak bisnis; tambang batubara, perkebunan sawit, otomotif, properti, bank pasar dan banyak lagi yang tak saya ingat satu persatu, saking bingungnya melihat kekayaan dan dan penampilannya. Yang heibat, cerita tetangga, semua masjid, gereja dan vihara bahkan pura di daerahnya itu, ia yang membangun melalui nama Ketua RT setempat. Tak pernah ia menyebut namanya.
Orang-orang kaya raya yang saya kenal, punya kesamaan, yakni mereka tidak pernah punya waktu memikirkan pada penampilan. Di otaknya hanya kerja, kerja dan kerja. Menyumbang orang atau komunitas yang layak dibantu, seperti wisata yang menyenangkan. Mereka tak suka popularitas. Semakin tak dikenal, semakin hidup mereka tenang dan santai.
Orang-orang kaya raya memang tabiatnya begitu. Karakaternya semau gue. Mirip seniman yang tak butuh uang.
Jam tangan orang terkaya dunia, Bill Gates itu harganya hanya Rp 140,000. Kalau ia pengin makan apa saja, ia mau mengantri, seperti yang lain. Ia hobi makan hamburger ditambah french fries. Mobil orang kaya seperti Jeff Bezos, pemilik bisnis senilai Rp 2,700 trilun hanyalah Honda Accord. Ruang kerjanya cuma ada meja kayu, karpet tipis dan sebuah Apple laptop.
Warrant Buffet, kakek investor terkaya dunia, masih tinggal di rumah orangtuanya di Omaha yang dibeli tahun 1958. Mobilnya Cadillac XTS tahun 2014 yang harganya di bawah Rp 400 juta. Sama kalau anda melihat anak muda super kaya Mark Zuckerberg yang kemana-mana pakai celana dan kaos yang itu-itu saja plus sepatu kets yang murah. Mobilnya ? Honda Jazz yang biasa dipakai anak-anak muda di Indonesia. Bukan Ferrarri.
Belipun Tetap Nawar
Soal mobil tua juga dipakai Ingvar Kamprad, pemilik bisnis IKEA senilai Rp 883 triliun. Merknya Volvo tua dan sering menggunakan transportasi umum. Kalau naik pesawat, ia memilih di kelas ekonomi, seperti Jokowi. Lucunya, ia sering terlihat belanja di pasar tradisional. Kalau ia suka pada baju bekas, itupun mesti ia tawar habis-habisan.
Orang-orang kaya yang sering kita anggap aneh, ada dimanapun. Pengusaha tajir Michael Hartono, pemilik Djarum dan BCA, yang duitnya aribuan triliun, sering terlihat makan tahu pong di pinggir jalan di Semarang. Begitu juga orang-orang tajir melintir lainnya. Aneh, tapi itulah mereka.
Uang bukan segalanya. Orang-orang kaya itu justru hidup tidak mengejar materi untuk disandang. Mereka mengejar kesuksesan dan keberhasilan. Diam-diam mereka juga melakukan donasi ke berbagai tempat, namun tak banyak diketahui. Seperti dermawan baru Akidi Tio yang misterius itu.
Tipikal orang yang benar-benar kaya, kesamaan lain selain sederhana, apa adanya, adalah mereka hanya membelanjakan uang nya untuk kebutuhan yang memang benar-benar dibutuhkan. Uang mereka untuk bisnis. Sementara orang yang pengin tampak kaya, membeli barang-barang mewah agar orang lain tahu ia kaya. Orang-orang seperti ini hanya tampak kaya. Bukan kaya sebenarnya. Salah satu cirinya adalah pelit dan sulit mengeluarkan uang untuk orang lain…..