Mencari ilmu itu tidak harus pergi ke negeri China. Belajar itu juga tidak harus di bangku sekolah atau baca buku, tapi bisa juga dari orang di sekitar kita.
Tidak perlu malu, atau gengsi. Jika kita berani belajar rendah hati dan membuka diri, kita semakin peka untuk melihat realita. Nilai-nilai kebaikan dan hal positif yang membuat kita bahagia.
Coba lihat sopir yang tengah berbincang dengan saya. Apa kelebihan sopir itu? Jelas, kita tidak pernah berpikir, apalagi membayangkan kelebihan dari seorang sopir, selain nyopir mobil. Ia juga bukan sopir dari pesohor atau orang beken.
Barangkali, gegara konotasi negatif tentang sopir. Kalau ngaso mampir, alias sopir itu biasa istirahat di tempat yang banyak wanitanya. Kenyataannya tidaklah seperti itu. Jangan, gegara setitik nila rusak susu sebelanga.
Seorang dua berbuat salah dan tidak baik, tapi, lalu jangan disamaratakan semua sopir itu jelek.
Namanya E. Umurnya belum 25 tahun. Ia bekerja di tempat saya atas referensi sopir pabrik. E ramah dan santun. Sorot matanya jernih dan gerak tubuhnya wajar; sopan.
Keluguan E menunjukkan keaslian sifatnya yang tidak dibuat-buat, atau sekadar menutupi jati dirinya. Ia rajin dan ringan tangan bukan untuk memperoleh simpati.
Lihat hampir setahun E melakukan tugasnya dengan baik. Ia cekatan dan ringan tangan. Tanpa disuruh, ia menyapu halaman rumah, motong rumput dan ranting pepohonan. Padahal itu bukan tugasnya. Bahkan ia membeli aksesoris mobil dengan uangnya sendiri untuk mobil yang menjadi tanggung jawabnya.
E tidak perhitungan. Ketika hal itu saya tanyakan padanya, jawabnya simpel, karena ia memakai mobil itu dan ingin menghiasnya. Hal itu yang membuat keluarga saya menyukai pribadi E.
Begitu pula E dengan teman-teman di toko. Ia biasa menyisihkan tipnya untuk beli gorengan. Ketika orangtua kernet sakit, uang tip ngirim barang diberikan pada kernet.
Lebih daripada itu, ketika E kirim barang dengan kernet pengganti yang sudah berkeluarga, uang tip atau seseran itu diberikan semua, padahal biasanya dibagi berdua.
“Dia sudah berkeluarga dan lebih membutuhkan ketimbang saya,” jawab E sederhana dan tanpa beban. Menurutnya, menolong siapapun itu yang penting niat dan motivasinya tulus.
Dari seorang sopir, saya belajar arti kesetiakawanan yang mulai luntur karena ambisi dan kepentingan pribadi. (MR)