Penulis KHOIRUNNIS SALAMAH
Pada pewayangan epos Ramayana terdapat cerita tentang lakon Raden Sumantri, yang gagah dan pemberani namun sengsara akibat napsu duniawi.
Raden Sumantri, yang dikenal dengan nama Bambang Sumantri, merupakan putra dari Resi Suwandagni (masih keturunan Sang Hyang Dewanggana).
Raden Sumantri memiliki adik laki-laki yang sangat menyayanginya dengan sepenuh hati, Raden Sukasrana.
Pada tulisan ini saya ingin fokus pada sosok Raden Sukasrana, yang bisa dikatakan sangat berbudi pekerti luhur.
Diceritakan, kakak-adik ini (Raden Sumantri dan Raden Sukasrana) memiliki perbedaan fisik yang sangat signifikan.
Hal tersebut relevan dengan keadaan pada zaman sekarang. Tak jarang hal itu menimbulkan kecemburuan seseorang jika fisiknya dibandingkan dengan fisik saudara sendiri.
Namun, Raden Sukasrana berbeda. Ia justru tidak menjadikan kekurangan fisiknya sebagai alasan untuk tak menyayangi Raden Sumantri.
Raden Sumantri dalam cerita pewayangan dideskripsikan sebagai sosok satria yang gagah, tampan, cerdas, serta berpengetahuan luas.
Di lain pihak, Raden Sukasrana dideskripsikan sebagai sosok yang bertubuh kecil, gigi runcing dan bertaring, punggung bungkuk, dan kaki bengkok. Ia mendapat julukan Buta Bajang atau Raksasa Kecil.
Pada suatu waktu, Raden Sumantri menghadap ayahnya perihal keinginannya untuk pergi “nyuwita” atau mengabdi ke negara Mahespati.
Mengingat sedari kecil hingga besar sudah hidup bersama di Pertapaan Ardi Sekar, Raden Sukasrana, yang sangat menyayangi kakaknya ,tidak ingin hidup terpisah dari Raden Sumantri.
Resi Suwandagni, ayah mereka, sudah memperkirakan bahwa Raden Sukasrana tidak ingin jauh dari kakaknya.
Raden Sukasrana mengatakan rela tidak usah diakui sebagai adik asalkan masih bisa tetap mendampingi kakaknya ke Mahespati.
Ia paham betul bahwa keadaan fisik lah yang menjadi alasan Raden Sumantri mengakuinya sebagai adik.
Pada akhirnya Raden Sukasrana harus menerima kenyataan bahwa sang kakak harus meninggalkannya menuju negara Mahespati setelah Raden Sumantri berhasil membujuk adiknya agar tidak ikut.
Raden Sumantri berjanji kepada adiknya untuk segera kembali jika sudah berhasil mewujudkan keinginannya untuk mengabdi di Mahespati.
Singkat cerita, Prabu Arjuna Sasrabahu, yang notabene merupakan raja dari negara Mahespati, memberi syarat kepada Raden Sumantri untuk mengalahkan raja-raja yang ingin menyerang Magada dan memboyong Dewi Citrawati, yang akan dijadikan permaisuri oleh Prabu Arjuna Sasrabahu.
Keberhasilan Raden Sumantri membuatnya terlena dan terperangkap dalam napsu duniawi. Di tengah keberhasilannya justru timbul niat buruk untuk merebut Dewi Citrawati dari Prabu Arjuna Sasrabahu.
Pada akhirnya terjadi pertempuran antara Raden Sumantri dengan Prabu Arjuna Sasrabahu.
Pertempuran tersebut dimenangi oleh Prabu Arjuna Sasrabahu.
Diusirlah Raden Sumantri dari negara Mahespati. Namun, Prabu Arjuna Sasrabahu memberikan satu syarat jika Raden Sumantri tetap ingin mengabdi di Mahespati, yakni harus memindahkan Taman Sriwedari di Gunung Untara ke Mahespati.
Jika keinginan Prabu Arjuna Sasrabahu belum terpenuhi, Raden Sumantri dilarang menampakkan diri di Mahespati.
Di tengah kondisi yang sudah hampir putus asa, Raden Sumantri bertemu adiknya, Raden Sukasrana, di dekat Pertapaan Ardi Sekar. Diceritakanlah segala hal yang menimpanya.
Pada akhirnya, Raden Sukasrana bersedia membantu kakaknya agar bisa kembali ke Mahespati. Syaratnya, kakaknya tidak boleh meninggalkannya dalam kondisi apapun.
Dengan kesaktiannya, Raden Sukarsana berhasil memindahkan Taman Sriwedari, yang berada di Kahyangan, menuju Mahespati. Prabu Arjuna Sasrabahu dan warga Mahespati takjub.
Rupanya, Raden Sumantri mengkhianati janjinya sendiri. Beliau tidak mau membawa adiknya ke Mahespati, karena malu dengan kondisi fisik adiknya, walaupun Raden Sukasrana sudah menawarkan diri agar diakui sebagai pembantu saja.
Saat Prabu Arjuna Sasrabahu mendekat ke arah Raden Sumantri, Raden Sumantri justru ingin membuat adiknya menjauh dengan berbagai cara. Salah satunya, dengan berpura-pura memanah dengan tujuan adiknya ketakutan lalu menjauh.
Hal menyedihkan terjadi. Panah tersebut mengenai tubuh Raden Sukasrana dan akhirnya ia gugur.
Hikmah yang bisa dipetik dari kisah dua bersaudara ini adalah, segala sesuatu yang bersifat duniawi bisa menyilaukan mata sehingga mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan terhadap saudara sendiri.