Belajar dari Sunyi Sepi ke Hening Damai – Menulis Kehidupan 76

(Foto: WK)

Kesibukan hidup sehari-hari, untuk menjalankan tugas dan berjuang memenuhi aneka kebutuhan, sering membuat hampir tidak ada waktu istirahat. Apalagi ketika ada tantangan berat dan persoalan yang mendera, saat relaks dan menyepi jarang dipedulikan.

Segelas kopi yang sedang diaduk akan sulit kelihatan ampasnya. Namun, ketika sudah didiamkan, lama kelamaan akan terlihat di gelas kaca bahwa ada ampasnya paling bawah, lalu air yang pekat, dan paling atas ada yang lebih terang warna air kopinya.

Ternyata, untuk hidup dibutuhkan saat untuk istirahatkan raga, rasa, dan pikiran demi lapar nurani dan dahaga jiwa. Perlu berdiam diri untuk keheningan dan kedamaian, untuk menambah energi kehidupan. Saya tuliskan dalam sajak: Merangkul Sunyi Sepi Malam.

Tubuh ringkih menggigil digeorogoti gulita malam
Lolong anjing bawa sepi mencakar jiwa
Malam semakin larut
angin dingin berlari
mengejar sunyi
sejuta galau di hati
lahirkan cemas insani
akan tragedi pandemi
alam sepertinya tidak harmonis
ada banyak kejadian silih berganti
manusia sakit lapar derita dan mati.

Malam sunyi sepi
Bulan tak tampak berseri
Bintang pun hilang diselimuti awan tragedi
Manusia saling benci iri dan caci maki
karena mengagungkan kesombongan diri
proklamasikan gelapnya nurani
dan jiwa yang terkulai
menggigil sunyi sepi.

Malam sunyi sepi
Ada beberapa yang terjaga menyendiri
Berkelana dalam gulita
Nekad nalar mengembara
melawan sunyi sepi mencari makna
Apakah sunyi itu berbisa
dan benarkah sepi itu memangsa

Malam sunyi sepi
Benar gulita sedang menyebar kegelapan
Tapi jangkrik bercanda ria
ada katak bicara dan tertawa
ada kunang-kunang berpesta
Aku tak boleh biarkan ketakutan menguasai nalar dan rasa
karena jerat seribu cerita
tentang hantu dan makluk tak kasat mata
Lalu biarkan diri dipenjara.

Malam sunyi sepi
Berbekal obor di jiwa nurani
kunyalakan keberanian diri
dudukkan raga untuk hening
biarkan semua diri tenang
pasrahkan harap damba pada Sang Hyang
berbisik lirih pada Sang Agung
“Biarkan aku bersahabat dengan sunyi sepi
Izinkan aku sebut nama-Mu
Bolehkan aku istirahat dalam harmoni keheningan-Mu
Sibaklah tirai misteri-Mu
Teteskan embun damai-Mu
basahi dahaga jiwa nuraniku
Biarkan ketakutan pergi dari hidupku”.