Foto : Ivana Cajina / Unsplash
Dalam kehidupan ini, setiap orang mendambakan diperlakukan baik dan layak, demi kenyamanan dan kedamaian hidupnya. Saat yang sama, setiap pribadi dituntut bisa menjamin kenyamanan dan kedamaian orang lain. Ada hak azasi dan sekaligus melekat kewajiban azasi bagi sesama, karena harkat martabat manusia yang sama.
Secara simbolik, setiap anak manusia disebut sebagai “putra-putri cahaya atau anak-anak terang”. Ada relasi hakiki untuk saling melengkapi karena saling membutuhkan.
Merefleksikan prinsip hidup itu, dalam warisan kearifan lokal di wilayah Flobamora, ada ungkapan uang sama makna dengan bahasa berbeda; di masyarakat Timor, Lamaholot dan Krowe. Arti bebasnya yakni ‘dari timur, matahari terbit dan bersinar’.
Ada semacam doa dan nilai luhur bahwa setiap anak manusia adalah “putra-putri mentari” atau “generasi pewaris cahaya”.
Masyarakat Timor mengenal semboyan “Timor Loro Sae, Nian Laran”. Masyarakat Lamaholot ada ungkapan, “Timu matan Lera gere”. Dan di masyarakat Krowe dikenal ungkapan, “Timu tawa, Lero lema”. Lalu, saya menulis sajak, dalam memaknai hal tersebut dengan judul:
Sajak Cahaya di Lewotana
Ada warisan ayat syair
bergema dari puncak gunung
Suara kwae Sedo Boleng
bait sajak Ile lodo hau
kisahkan sanubari leluhur
Lewotana titen sedon senaren
wariskan harkat martabat jaridiri
Dan
sepanjang hamparan pantai
ada deretan kata menghempas
memecah bersama debur ombak
memeluk pasir siang malam
nyanyian kasih sayang alami
puisi Seram Goram dai
Pana Pai gawe gere
Pana Maan sare-sare
Kita sesama saudara manusia
hidup dalam harmoni cinta
Semua tarian kata makna
bersatu hentakkan Hedung damba
Ikuti tabuhan gong gendang
tite lodo Soka Mura rame
Sampe Lera gere
di Lewo Tadon Adonara
Kita bersukacita saling berbagi
Angin terbangkan pesan sabda
bertiup ke delapan penjuru
tentang pesta generasi mentari
Timor loro Sae Nia laran
Timu matan Lera gere
Timu tawa Lero lema
membagi cahaya semesta
kepada semua manusia
agar ikut berpesta bahagia
pesta putra-putri cahaya
perayaan anak-anak terang.
Belajar Menyadari Keterbatasan Pribadi – Menulis Kehidupan 188