Belajar Mensyukuri Keindahan Alam – Menulis Kehidupan -129

Masih mengagumkan, ketika sempat menyaksikan hijau pepohonan mangrove, tumbuhan penghuni muara, rawa, serta batas lautan dan daratan. Apalagi ketika pagi bersinar dan senja turun ke pelukan samudera. Kutulis kekakguman itu dalam sajak Senja di Pelukan Mangrove.

Sore itu pasang surut
kami menyusuri pantai
melangkah tertatih antara batu karang dan tunas mangrove
Di hamparan Harmony Beach
sebelah timur kotaku
Maumere Manis e
di leher pulau naga Flores
Nusa Nipa – Nuhan Naga.

Tunas muda mangrove
tersenyum ramah menyapa
Saat wajahnya tidak direndam air laut
namun ada beberapa yang merintih kesakitan dan wajahnya merana
Karena terbelit sampah dan terbungkus plastik hitam
Entah sudah berapa lama
namun jelas tertulis nama pembuang sampahnya dengan satu label
“Tangan-tangan manusia tak waras, rakus, dan egois”.

Tiba di ujung tanjung
mata terpesona warna-warni senja digendong rimbun pepohonan
Mentari sedang dipelukan mangrove
Langkah kami sejenak tertahan
seperti lautan yang sedang surut
tinggalkan pasir pantai.

Gemerlap warna-warni mentari
manja mesra dipelukan rimbun mangrove
Terpantul cahanya pada wajah samudera
menghanyutkan sanubari jiwa
kagum termangu keajaiban alam
betapa indah harmoni
begitu agung misteri
kemesraan alam menjelmakan sabda Ilahi
ketika kesadaran mencari makna sejati.

Tak mampu kata melukiskan harmoni
tak cukup kalimat syair menuliskan misteri
panorama inkarnasi Ilahi
dalam setiap harmoni ciptaan
yang terjadi dan terus ada
mengiringi waktu berlari
dalam irama keindahan
Sang Seniman Maha Misteri
Segenap pribadi terbius kagum
sebuah pengalaman sejati
ketika berani peduli
melihat dengan nurani
memandang dengan sanubari
mengagumi dengan jiwa
arahkan kesadaran dalam kesahajaan
menghampiri harmoni makna sejati
melebur dalam inkarnasi Ilahi.