Belajar Menyadari Keterbatasan Pribadi – Menulis Kehidupan 188

Foto : Todd Diemer/ Unsplash

Setiap orang terlahir dengan keunikan pribadi. Saat yang sama, secara kodrati pun manusia tidak sempurna. Ada kelemahan, kekurangan, keterbatasan, sehingga sangat membutuhkan sesama dan alam lingkungan untuk bisa bertahan hidup.

Lebih dari itu, sesuai kearifan leluhur dan ajaran iman dalam agama, manusia adalah citra dan gambaran Allah – Sang Pencipta. Maka, dengan kepekaan bathin, hati nurani dan pikirannya, diandalkan selalu memiliki rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Dengan iman dan kesadaran pribadi, diandaikan kita manusia selalu tahu mengandalkan kekuatan berkah Allah, karena seluruh hidup adalah milik Allah.

Maka, doa dan menjalankan ajaran iman serta kearifan leluhur menjadi jalan istimewa untuk bisa menjaga jalinan relasi pribadi dengan Sang Pencipta. Sering, karena kesibukan untuk mengejar berbagai kebutuhan, maka relasi dengan Sang pencipta bisa diabaikan. Allah hanya dicari justru pada saat ada kesulitan dan duka derita.

Saat merenungkan hal itu, saya saksikan hujan lebat mengguyur, dan kumaknai sebagai bisikan alam tentang berkah Sang Pencipta. Hujan sebagai bukti Allah memberi kehidupan dan kesegaran bagi manusia dan alam ini. Syaratnya adalah kesadaran pribadi dan kemauan selalu menjalin hubungan istimewa dengan Allah – Sang Pemilik kehidupan. Lalu, kutuliskan renungan itu dalam sajak:

Dibelai Sejuk Hujan Malam

Bias lampu jalanan syahdu
Mengurai helai air
yang datang mengguyur
wajah metropolitan yang pekat
dibalut polusi dan debu
Hingar bingar kelahi bunyi
Gemerlap cahaya warna-warni
Sirami naluri emosi insani

Kubuka pintu harapan
kubiarkan jendela pandangan
saksikan turunnya hujan
di malam gelap gulita
agar rasakan sejuknya
udara bersih dibasuh air
dan nafas lega tersenyum
dipeluk segarnya suasana
berkah alam semesta

Seandainya setiap malam
ada hujan menemani metropolitan
ada udara dicuci bersih
ada pikiran disegarkan sinar
ada pelukan penuh pengertian
Pasti ada lagu kedamaian
Enyahkan sepi sendirian

Mungkin tak perlu lampu
untuk pancarkan sinar
mengurai helai air
karena
sanubari pasti membara
biaskan sinar kemesraan
pada wajah metropolitan lusuh
karena sejuta problema
dalam deru debu menggelora

Kunikmati belaian sejuk udara
kusyukuri hujan malam ini
Biarpun aku sendiri
hanya berteman sepi
disinari sinar cahaya lampu
Terasa ada yang memelukku
meski tak layak terlihat jiwaku
yang dekil oleh dosaku
bagi wajahMu Allah-ku

SIMPLY da FLORES

Merenungkan Tantangan Globalisasi, Menulis Kehidupan – 183

Memahami Perjuangan Kaum Perempuan – Menulis Kehidupan 182