Belajar Merenungkan Salib, Kekalahan Maut, dan Misteri Cinta Allah – Menulis Kehidupan-106

Salib di Bukit Watunariwowo, Ngada, Flores, NTT (Foto: WK)

Jalan Salib Yesus dari Nazareth sudah selesai 2.000 tahun yang lalu. Umat Katolik selalu mengenang dengan Ibadah Jalan Salib 14 Peristiwa, juga dalam Doa Rosario Peristiwa Sedih. Yesus menderita sengsara, wafat di salib, dimakamkan, dan bangkit demi keselamatan manusia dari dosa dan maut.

Namun, agar memperoleh rahmat keselamatan itu, setiap orang yang percaya harus memikul salibnya dan mengikuti Yesus, dengan melaksanakan sabda-Nya dan menaati hukum cinta kasih. Salib kehidupan manusia tidak pernah selesai, selama manusia ada.

Merenungkan perjuangan memikul salib hidup, di tengah gemerlap zaman milenial ini, dan misteri “Revolusi Cinta Allah kepada Manusia”, maka saya tulis dua sajak berjudul Parade Salib Zaman Milenial dan Setitik Debu-ku Merangkul Mentari-Mu.

Parade Salib Zaman Milenial

Sampai zaman ini
Salib dikenal sangat akrab
dengan peristiwa Jalan Salib
dari Yerusalem ke Golgota
oleh Yesus dari Nazareth
atas hukuman Pilatus
dan dukungan penguasa Yahudi
Para ahli Taurat dan Darisi
Mereka marah dan menuduh
Yesus menghujat Allah
padahal faktanya
Yesus membongkar kejahatan mereka
dengan warta Kerajaan Allah
dan Hukum Cinta Kasih agar manusia bertobat
kembali kepada jatidiri
ciptaan istimewa Sang Ilahi
pewaris Kearjaan Surga.

Balada Jalan Salib Yesus
dari Yerusalem ke Golgota
Menderita sengsara raga
jiwa terkoyak merana
Hingga wafat di salib hina
Korban keputusan demi kekuasaan
mengikuti selera para pendemo
yang didalangi dendam kesumat
para penikmat kejahatan
yang terancam fakta kebenaran
Lantaran diungkap Yesus
Sang Sabda Putra Surga.

Salib Yesus selesai di Golgota
masih diperingati umat Kristiani
terus dirayakan sebagai kemenangan
atas dosa dan maut
Yesus Sang Juru Selamat
Namun
salib penderitaan manusia
terus berlangsung sepanjang zaman
Dalam setiap pribadi
karena takdir kodrati
manusia
tidak sempurna suci
manusia jasmani rohani
Dalam keluarga dan masyarakat
karena aneka kejahatan
karena perang dan penindasan
karena keserakahan dan lupa diri
Dalam alam lingkungan
karena pengrusakan oleh manusia
karena manusia terus bertambah
karena daya alam pun terbatas.

Salib penderitaan zaman now
Krisis alam secara global
Para penguasa mengagungkan senjata
Para pebisnis mendewakan keuntungan dan kelimpahan harta
Para tokoh agama pun
ada yang memperalat Allah
untuk kepentingan diri dan kelompok
Para politisi berkiprah sewenang
Para serdadu melaksanakan perintah
Para perusuh dan penjahat
melakukan apa pun
demi bayaran harta
bahkan dengan nama Allah
dan organisasi agama
Pribadi miskin dan papa
terus menjadi korbannya
Maka salib zamn now
juga semakin berat dipikul
saat kemajuan teknologi digital.

Salib zaman milenial
mendera semua insani
termasuk para penguasa
dan pemilik harta kekayaan
ketika hidup jadi garang
ketika dunia jadi ganas
ketika harmoni damai mahal
ketika harkat martabat kabur
ketika kehidupan manusia terancam
banjir masalah tsunami kasus
Saat IPTEK menjadi penguasa
Ketika selera menjadi tujuan
Ketika alam dicaplok
Ketika manusia menjadi Tuhan.

Setitik Debu-ku Merangkul Mentari-Mu

Aku setitik debu,
dari pelataran tanah
di planet bumi,
maka
sedemikan kecil perbandingan diri pribadiku
di hadapan sesama dan alam bumi ini
Tapi
dari debu aku datang
kepada debu aku pulang.

Apalagi
ketika debu tanah
simbol lambang pribadi
debu tanah asal insani
ketika dihadapkan dengan Matahari
Bukan lagi
jauh Mentari dari Bumi
tapi sedemikian tak berartinya diri pribadi
yang mutlak tergantung pada sesama, alam lingkungan, semesta jagat raya dan Sang Maha Pencipta
Ibarat
Setetes garam mau mengasinkan samudera
Setetes nila mau menghitamkan lautan
Mungkinkah???

Rindu damba jiwa
Angan nalar pikiran
Harapan damba nurani
Pesona rasa emosi
di hadapan Sang Maha Misteri
adalah hal wajar,
mungkin dan tidak mustahil
karena
Iman sahaja doa cinta
membuat mujizat itu nyata
Bagi Allah
tidak ada yang mustahil
Bagi Allah
segalanya mungkin
Kita adalah ciptaan,
yang mengimani boleh menyapa
“Allah sebagai Bapa”
dan aku debu tanah pun
adalah karya ciptaan Allah,
tanda kehadiran Allah
maka kuyakin bahwa
diri pribadiku setiap hari
bisa memeluk Allah Bapa-Ku,
dengan iman sahaja menjawab
Ya AMIN kepada Sabda-Nya.

Ya Sang Maha Cahaya
Diri pribadiku hina dina
aku cuma setitik debu tanah
di bawah alas kaki-Mu Sang Maha Misteri
Ajaib Maha Cinta-Mu abadi
Izinkan debuku memeluk Mentari-Mu
Aku setitik debu – anak-Mu
boleh memeluk-Mu “Bapa”
“Debu Tanah-ku Merangkul Mentari Kasih-Mu”.