OLEH BELINDA GUNAWAN
Selasa lalu saya bilang pada ART, “Diah, hari ini kita makan apa saja yang ada di kulkas. Besok Rabu, masak sayur asem yang sedap, ya.” Mmmm … saya sudah membayangkan sayur asem dan padanannya, ayam goreng kuning di freezer yang saya beli karena ditawari tetangga. Sejak pandemi memang semakin banyak tawaran makanan matang atau setengah matang, dan bila tetangga atau teman menawari, saya beli sesuai prinsip teman-bantu-teman.
Kok bisa masak sayur asem, padahal putri saya wanti-wanti Diah jangan ke pasar? Rahasianya ada di daring. Seninnya saya sudah pesan sayur mayur pada organisasi yang menamakan dirinya Segar. Dijadwalkan bahwa pesanan saya akan datang Rabu pagi. Perantaranya (teman saya) sudah bilang, sekarang Segar lagi banjir pesanan. Tentu ini gegara perkembangan angka Covid 19 yang menggila sehingga para lansia semakin dikurung di rumah. O ya, Diah juga lansia.
Selasa sore, masuk pesan WA bahwa pesanan saya dibatalkan karena uangnya belum diterima. Lho? Kan saya pesan dengan sistem pembayaran COD? Tuk-tuk-tuk, spontan saya WA begitu, eh belum sedetik sent, sudah masuk jawaban bahwa pertanyaan saya akan dilayani besok, pada jam kerja. Itu tentu mesin yang menjawab otomatis.
Besoknya saya mencari tukang sayur online lain. Ternyata ada sederet merchant dadakan yang menjual sayur, telur, ayam, etcetera. Pintar juga mereka menyambar peluang. Belum mendapat yang sreg, Diah muncul menyodorkan bon. Si Segar mengantar pesanan saya! Lho, gimana sih? Tak lama “seorang” mesin menjawab komplain saya yang kemarin, bahwa yang batal adalah pesanan terdahulu, yang memilih pembayaran lewat OVO tapi tidak saya teruskan karena caranya sulit.
Saya sudah bertahun-tahun belanja daring, dimulai dengan supermarket online pertama, Sukamart. Bergaul dengan mesin penjawab, selama segalanya berlangsung mulus saya tidak perlu bicara, komplain, ngomel. Begitu ada masalah, barulah saya berhadapan dengan “seorang” mesin yang … yaaah, namanya juga mesin. Ia tidak punya telinga sehingga menjawab pertanyaan secara ngaco, hanya sesuai template.
Dulu waktu saya belum begitu paham kepribadian si mesin, saya sering jengkel dan memaki-maki, kadang dalam bahasa Indonesia dan kadang dalam bahasa Inggris, tergantung siapa si mesin. Setelah menulis atau bicara dengan galak, saya jadi malu dan berharap, semoga di balik mesin itu tidak ada mahluk berjiwa yang ikut mendengar. Lama-lama, saya lebih kulino sehingga bisa bertoleransi dan tidak terpancing amarah. Karena bisa saja, saya yang kurang teliti.
Baru-baru ini saya bertarik beli selotip lebar yang terlipat di tengah, cocok sekali untuk melapisi bak cuci saya yang bocor sedikit-sedikit di sana sini. Saya menemukan penawarannya di FB, dan janjinya beli 2 dapat 3. Saya pilih pembayaran COD, sebab penjualnya belum saya kenal. Ketika pesanan datang, saya langsung membayar. Apa yang terjadi ketika saya buka kemasannya? Selotip itu memang jumlahnya tiga, tetapi … aneka warna. Mau dikembalikan, kurirnya sudah cao. Yo wis, saya tidak jadi menambal sink, sebab yang putih sesuai gambar hanya satu, dan itu tidak cukup. Yang dua lainnya, pink dan hijau. Buat apa? Mau dikembalikan, ke mana? Dan bagaimana nasib uang saya yang hampir 200 ribu?
Oh ya, sambil menulis ini saya teringat pengalaman lain. Waktu itu TV untuk Diah rusak, dan saya beli baru, online. Ketika datang, pesanan saya itu dibawa kurir naik skuter, dijepit di antara kakinya, tentunya tergonjang-ganjing. Padahal kalau melihat peringatan di kemasannya, TV itu benda elektronik yang rentan. Miring sedikit pun jangan. Saya hubungi pelapak. Kali ini beruntung dilayani manusia. Eh, apa dia bilang? Dia bilang, untuk mengepak dengan cara semestinya (pakai kayu peti kemas), lalu mengirimnya dengan mobil, ada ongkos tambahannya beberapa ratus ribu.
Tak kalah gertak, saya bertanya, kenapa tidak diberitahu dari awal? Lalu dia bilang, kalau Ibu keberatan silakan kembalikan, nanti saya kemas dan kirim kembali sesuai kehendak Ibu, via JNE dan menggunakan pickup. Lho? Siapa yang jamin, TV-nya bukan yang itu-itu juga? Akhirnya dengan judes saja bilang, “Gak usah.” Untunglah TV itu berfungsi dengan baik.
Bagaimanapun, di zaman sekarang ini, apalagi di masa PPKM darurat, saya bersyukur bukan hanya pesawat TV yang bisa dipesan online, melainkan juga kangkung dan jagung.