Benarkah Si Kecil Berniat Merusak Mainannya?

Seide.id – Orangtua mana sih yang tidak langsung berteriak lantang kala melihat si kecil “merusak” mainannya? Ya, kata “merusak” adalah istilah yang lebih banyak digunakan orangtua bila melihat buah hatinya membongkar mainan yang dimilikinya.

Padahal yang dimaksud “merusak” oleh orangtua belum tentu sama dengan tujuan si anak prasekolah saat “merusak” mainannya itu.

Oleh karena itu, orangtua hendaknya lebih arif menghadapi kebiasaan anak “merusak” mainan. Bagaimanapun, menghancurkan mainan dan membongkar mainan menjadi bagian-bagian kecil adalah dua kegiatan yang berbeda. Hasil akhirnya boleh jadi akan sama, bahwa mainan tersebut tidak dapat digunakan lagi, tapi tujuannya jelas berbeda.

Jadi, tak perlu gemas, apalagi marah bila melihat si prasekolah “merusak” mainannya. Bisa jadi itu adalah salah satu cara anak untuk mengeksplorasi. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan inisiatif dan kreativitas.

Untuk kegiatan “merusak” yang termasuk kategori membongkar mainan, anak jadi memiliki banyak inisiatif, selalu terdorong untuk melakukan beragam percobaan, dan berinisiatif melakukan sesuatu yang baru.

Dampak lebih lanjut, jika anak merasa terpuaskan dengan kegiatan mengeksplorasi, maka ia akan lebih banyak memiliki pengalaman yang kelak dapat menjadi bekal untuk lebih berani saat mencoba memasuki lingkungan baru. Pastinya juga bakal diikuti dengan keinginan anak untuk mencari tahu lebih banyak tentang lingkungan yang baru itu.

Nah, selanjutya menjadi tugas orangtua untuk mengarahkan anak. Dalam situasi seperti apa ia boleh melakukan percobaan-percobaan dan kapan tidak boleh melakukannya. Yang harus ditekankan pada anak, percobaan-percobaan itu jangan sampai merusak barang miliki orang lain. Ataupun mencelakakan dirinya maupun orang lain. Pilihlah mainan yang tidak mahal dan aman untuk dibongkar-bongkar.

Pelampiasan Amarah

Penyebab anak marah lalu merusak mainnya bisa beragam. Di antaranya, ego yang tengah memuncak. Contoh, saat diminta membereskan mainan, si kecil tak bersedia karena masih ingin bermain. Sebagai pelampiasan rasa jengkelnya ia malah membanting/melempar mainannya. Bisa juga karena ia kecewa atau jengkel sebab keinginannya tidak tercapai. Misalnya, ingin bikin pesawat, namun bentuk jadinya malah tidak sesuai yang diharapkan.

Menghadapi kondisi demikian, orangtua hendaknya tak terpancing untuk marah. Melainkan tanyakan alasannya merusak mainan tersebut. Kemudian jelaskan pada anak apa konsekuensinya bila mainannya rusak. Yakni tak bisa lagi digunakan untuk bermain.

Bila perlu, tumbuhkan rasa kepemilikan. Contohnya, dengan mengatakan bahwa mainan tersebut khusus dibelikan orangtua untuk dirinya. Jadi, orangtua akan sangat senang bila anak merawat/menjaganya dengan baik dan jangan sampai rusak.

Untuk mencegah agar anak tak merusak mainan saat sedang marah, lakukan identifikasi emosinya.  Hingga anak belajar mengungkapkan perasaannya. “Kakak marah karena Bunda tidak memberikan apa yang Kakak minta?” Lanjutkan, “Meski kakak marah, Bunda tetap tidak bisa memenuhi permintaanmu.” Misal dengan mengatakan belum cukup uang untuk membelikan mainan yang diinginkannya.    

(Puspa) – nakita  

Avatar photo

About Gunawan Wibisono

Dahulu di majalah Remaja Hai. Salah satu pendiri tab. Monitor, maj. Senang, maj. Angkasa, tab. Bintang Indonesia, tab. Fantasi. Penulis rutin PD2 di Facebook. Tinggal di Bogor.