BENS LEO adalah jurnalis musik yang paling bertahan di industri musikal kita. Sudah 50 tahun dia berkarya, terus menekuni musik sebagai kupasan, pemgamatan dan ekspresi jurnalistiknya membuat para seniman musik, penyanyi mengapresiasi karyanya.
Tak sekadar menulis dan dikenal sebagai pengamat musik senior, dia dipercayai sebagai juri berbagai lomba, kompetisi yang terkait dengan musik.
Tak terasa sudah 50 tahun Bens Leo berkarya. Dalam rangka memperingati hari ulang tahun yang ke 69 tahun sekaligus memperingati perjalanan karier yang ke 50 tahun, Bens Leo merilis buku bertajuk Bens Leo dan Aktuil, Rekam Jejak Jurnalisme Musik Aktuil.
Seperti diketahui adalah sebuah nama majalah musik terdepan di Indonesia yang terbit di sekitar tahun 1970 berkat kerja sejumlah nama antara lain Denny Sabri, Bob Avianto dan Toto Rahardjo. Bens Leo sendiri baru bergabung di tahun 1971, setahun setelah Remy Sylado terlibat.
“Sejak tahun 1971, saya menjajal karier sebagai wartawan tulis bahkan juga merangkap sebagai fotografer. Beberapa foto untuk cover majalah Aktuil, saya juga yang mengabadikannya,” ujar Bens Leo kepada Dion Momongan dalam acara Nyosorr yang ditayangkan di channel YouTube Dion Momongan.
Hasil karya tulis berikut foto yang dibuat Bens di musik di majalah Aktuil itu pula, yang kemudian mengilhami lahirnya buku setebal 230 halaman, yang diterbitkan Museum Musik Indonesia bersama Media Nusa Creative ini.
Sebagai wartawan musik senior, perjalanan Bens Leo memang sulit ditandingi jurnalis seusianya. Ia mampu bertugas rangkap sebagai penyiar radio, master of ceremony, narasumber terpercaya, juri ahli dalam berbagai lomba nyanyi/band tingkat nasional dan internasional.
Karena itu pula, sesungguhnya, banyak penerbit yang pernah meminta Mas Bens untuk membuat buku berisi kisah pribadinya. “Tapi saya merasa perjalanan saya belum layak dijadikan buku biografi, di samping saya tidak cukup watu untuk menulis,” ungkap pria yang menikah dengan dokter Pauline, ahli gizi, dan mempunyai satu anak Addo Gustaf ini.
Namun, ketika Hengki Herwanto, pendiri Museum Musik Indonesia (MMI) membujuk Mas Bens menulis buku yang memuat kembali tulisan dan foto-fotonya sebagai wartawan musik Aktuil, Bens baru tertarik.
Apalagi, menurut Bens, Henky Herwanto, mengingatkan bahwa tahun 2021 ini, perjalanan karier jurnalistiknya pas memasuki angka bagus : 50 tahun!
“Di tengah itu, jejak jurnalisme Mas Bens masih ada, karena Mas Bens masih tetap aktif hingga hari ini,” kata Bens mengutip ucapan Henky sahabatnya.
Mendengar ide itu, Bens merasa tertantang. Karena sangat jelas, isi buku akan berbeda dari sekedar sebuah kisah perjalanan hidup. “Apalagi buku akan dipajang di Museum Musik Indonesia di Malang,” ujar Bens.
Pada Maret 2021, di tengah kesibukannnya sebagai juri terbang di Nusa Tenggara Timur, Bens mulai merancang lebih lengkap isi bukunya. Ia kemudian melibatkan rekan kerjanya, Nini Sunny yang pernah bersamanya menulis Buku Tembang Untuk Bangsa, Bahasa Musik SBY pada 2011.
Menurut Bens, Nini Sunny pula yang memetakan perjalanan jurnalistik Bens, usai ia keluar dari Aktuil. Bens juga melibatkan banyak pihak untuk buku ini, diantaranya para fotografer antara lain, Indrawan Ibonk, Dudut Suhendra Putra, Muhamad Ihsan dan Dion Momongan.
Buku Bens Leo dan Aktuil, Rekam Jejak Jurnalisme Musik terbagi dalam tiga “babak” besar.
Babak Pertama, memuat artikel hasil wawancara Bens Leo dengan para musisi, dan laporan hasil liputan Bens Leo saat jadi wartawan Aktuil perwakilan Jakarta. Terlihat pada artikel, pola menulis masih menggunakan ejaan Bahasa Indonesia lama, dengan paragraph yang sangat panjang . Sementara era di luar majalah Aktuil, artikel ditulis dengan paragraph pendek. Dan pembentukan kalimat yang lebih ringkas.
“Ini untuk membedakan gaya dari era penulisan Aktuil dengan era hari ini, ” kata Nini Sunny.
Pada “babak” kedua buku ini termuat sebuah otobiografis dari Bens Leo.
“Seluruh aktivitas jurnalistik saya mulai dari Majalah Gadis dan Anita Cemerlang, kerja di Radio, menjadi juri, bahkan memasuki dunia media digital dengan mendirikan web berita www.xposeindonesia.com dan siaran via Instagram live, ditulis lengkap di sini.
“Saya termasuk wartawan yang berkarir di media cetak dan mampu terus aktif memasuki dunia media digital seperti sekarang,” kata pria kelahiran Pasuruan 8 Agustus 1952 ini.
Pada babak ketiga, buku termuat testimoni dari sahabat, kolega, dan para musisi Indonesia dari berbagai generasi.
“Khusus untuk sampul buku, saya memakai ilustrasi gambar karya Ernawan. Ini sebetulnya kado ulang tahun dari Ernawan untuk saya,” ujar Bens.
Buku jurnalistik musik karya Bens Leo mulai terbit tanggal 29 Sept 2021, dicetak eksklusif hanya 500 buku. Karena jumlah buku yang terbatas, Bens berinisiatif memberi nomor dan menandatangani buku yang sudah terjual dan buku yang telah dikirim untuk client dan para sahabat.
“Yang unik, ada buku yang sudah dibeli di MMI atau Shopee dikirim kembali ke saya, untuk minta ditandatangani dan diberi nomor, lalu dikirim lagi ke pembeli,” ungkap Bens yang meyakini sudah banyak buku ‘Bens Leo dan Aktuil’ ini, yang tidak bernomor dan bertandatangan.
Sementara itu, Politisi Ferry Mursyidan Baldan, menyebut, ”Buku Mas Bens, sangat menginspirasi dan bisa menyadarkan kaum jurnalis juga para musisi Indonesia tentang bagaimana kerja profesional seorang jurnalis!”
Sedangkan, pengamat musik Dion Momongan menyebut, buku biografi Bens Leo sebagai sesuatu yang langka. “Mungkin ini satu satunya buku catatan perjalanan karier seorang jurnalis musik. Dan yang mau jadi wartawan musik boleh baca buku ini, apalagi yang sudah jadi wartawan!’ ujar Dion.
(Dms)