Foto : Neri Vill/Pixabay
Mendadak viral! Lihat, itu aku, kita… Kami melakukan semua itu untuk perubahan demi kebaikan dan masa depan negeri ini!
Promosi itu biasa dilakukan oleh banyak orang untuk memoles, mendadani, dan mencitrakan diri lebih bergengsi, ketimbang orang lain. Kita seakan lebih peduli, berempati, dan berbagi pada orang kecil!
Padahal, disadari atau tidak, apa pun yang dipoles itu bakal mudah mengelupas. Sehingga tampak warna asli, jatidiri yang sebenarnya.
Jika hidup sekadar demi pencitraan diri itu lucu yang tidak lucu. Karena tidak ada orang yang tertawa, kecuali mencibir, mencemooh, dan menghujat. Hal itu seharusnya membuat kita sadar diri, malu hati, dan lalu memperbaikinya.
Berbuat dan melakukan segala hal yang baik serta mulia itu datang dari kedalaman hati, dan berasal dari anugerah Allah.
Jangan cemari perbuatan baik itu
untuk pencitraan, mendulang suara, dan menangkan aneka persaingan demi ambisi. Lalu, habis manis sepah pun dibuang. Kita toh bukan barang usang atau rongsokan.
Sesungguhnya, kualitas hidup seorang itu dibangun tidak secara instan, tapi melalui proses. Sukses itu juga tidak datang dari langit, tapi berproses dan harus diperjuangkan hingga titik darah terakhir.
Perbuatan baik itu hendaknya dilakukan dan dihidupi secara konsisten, komitmen, dan kontinyu sehingga mengakar kuat. Kita pun tahan uji untuk memberi terbukti.
Begitu pula dengan kualitas hidup itu ditentukan oleh pikiran kita sendiri.
Saatnya kita harus berani memulai untuk berbenah, berubah, dan berbuah kebaikan.
Tinggalkan gengsi, pencitraan diri, sok hebat, kuasa, dan sok peduli orang kecil dibandingkan dengan orang lain.
Berbuat baik itu anugerah Allah yang harus menghidupi pikiran, perkataan, dan perilaku keseharian kita.
Perbuatan baik yang dihayati dan dijalani secara ikhlas itu membuat hidup kita makin berkelas.
Ikhlas itu gaya hidup!