Seide.id – Ketika kecil Ibu pernah menasihati, supaya saya mengalah pada adik. Semula saya berpikir, karena adik bontot, sehingga lebih disayang dan dimanja orangtua.
Ternyata dengan bertambah usia, saya baru memahami maksud Ibu. Sebenarnya Ibu tidak membeda-bedakan kasih pada anak-anaknya. Tujuan Ibu adalah agar saya bertumbuh jadi pribadi yang tidak egoistis, tapi rukun dengan saudara dan saling menyayangi.
Sesungguhnya Ibu juga mengajari saya untuk melakukan hal yang sama, mengalah pada siapa pun.
Dengan mengalah ikhlas hati ini jadi tentram dan damai. Berbeda hasilnya, jika kita sulit mengalah pada orang lain. Hidup jadi tidak tenang, ‘kemrungsung’, dan jauh dari bahagia.
Apa pun yang kita perlakukan pada orang lain, sesungguhnya kita melakukan hal yang sama pada diri sendiri.
Faktanya, banyak di antara kita yang tidak tahu, kurang menyadari atau memahami, sehingga bersikap masa bodoh dan tidak peduli. Kita menilai sesuatu cenderung dari kacamata sendiri.
Saya lalu teringat cerita sahabat SD yang sukses berdagang. Ketika SD sulit menagih hutang ke pelanggan. Alasan mereka, karena tagihan pelanggan itu juga macet.
“Padahal saya tidak ada hubungan dengan pelanggan mereka,” kata SD. “Ujung-ujungnya mereka pindah ke lain hati. Saya sekadar mengingatkan kewajiban mereka. Jika tidak ditanggapi itu bukan urusan saya.”
“Jadi mereka tidak membayar?”
“Begitulah. Mereka berbuat seperti itu, asal saya tidak melakukan hal yang sama pada orang lain. Walaupun diomeli istri, tapi saya meyakinkan istri, rezeki kita bakalan diganti Allah. Nyatanya benar.”
Apa yang diyakini oleh SD itu, juga saya yakini. Ainul yakin. Cinta uang itu menggelapkan hati. Padahal uang itu sekadar sarana untuk kita berbagi kasih.
Sesungguhnya, akar segala kejahatan itu, karena cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan penyesalan dan duka nestapa.
Teruslah berbagi kasih, dan bahagia.
…
Mas Redjo /Red-Joss