Seide.id – Manusiawi sekali jika tak ada seorang pun yang sudi mengalami kegagalan. Kegagalan kerap dianggap sebagai akhir segalanya.
Tidak heran banyak yang enggan mengambil risiko, semata-mata karena takut gagal. Padahal, tanpa keberanian melangkah dan mengambil risiko, orang tak akan pernah berhasil meraih sukses.
Bukankah ada pepatah, tidak ada kesuksesan yang tak diawali dengan kegagalan?
Sadari bahwa kita semua berpeluang mengalami kegagalan. Menyadari hal ini akan sangat membantu kita untuk membangun kembali harga diri yang terkoyak atau luluh lantak gara-gara kegagalan dan membantu kita menaruh harapan baru.
Ingat, siapa pun dalam perjalanan hidupnya pasti pernah mengalami kegagalan. Entah kapan dan dalam bidang kehidupan yang mana.
Saat gagal, bisa saja segalanya terasa pahit. Namun, dengan berani mengakui dan siap menghadapi kenyataan bahwa kita telah gagal, separuh jalan pencarian solusi sudah terbuka.
Jujur tentang diri sendiri
Sebaliknya, menolak menghadapi kenyataan pahit bahwa kita telah gagal, boleh dibilang sebagai perbuatan bodoh.
Takut gagal justru akan memperbesar peluang kita mengalami kegagalan serupa.
Bukankah kita jadi malas mencoba hal-hal baru? Atau, kita malah menolak bantuan berupa saran dari mereka yang telah banyak makan asam garam di bidang yang sama.
Sikap ini hanya akan membentengi diri dari keinginan untuk belajar mengenali siapa sebenarnya kita dan sejauh mana kemampuan kita.
Mengingkari diri bahwa kita telah melakukan kesalahan hanya akan menenggelamkan diri kita ke kondisi yang tak jelas.
Untuk bisa bangkit kembali setelah jatuh dalam kegagalan, kita justru harus sungguh terbuka dan berani jujur meneropong diri.
Caranya? Dengan mengukur kemampuan, bakat atau talenta, dan keterbatasan-keterbatasan diri.
Dengan demikian, kita akan amat terbantu menemukan apa yang tak beres yang menjadi penyebab kegagalan.
Tepatnya, apa yang membuat kita tergoda untuk keluar dari jalur semestinya sehingga menyebabkan kegagalan tersebut. Sekaligus bisa memikirkan bagaimana strategi memperbaikinya 0ada masa datang.
Dengan kata lain, kegagalan merupakan kesempatan emas bagi kita untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Kegagalan seyogianya menjadi cara kita untuk belajar mengoreksi kekeliruan diri sendiri.
Tahukah bahwa manusia biasanya hancur oleh kekalutan dan kesedihannya sendiri, bukan oleh kegagalan?
Mengapa? Karena, yang bersangkutan tidak mau menerima kenyataan terburuk yang harus dihadapinya.
Kesedihan berlebih membuat orang enggan memperbaiki kondisi dan tidak mau menyelamatan apa yang masih bisa diselamatkan. Ia lebih suka meratapi nasib buruknya daripada berusaha untuk membangun kembali nasib baiknya.
Dengarkan pesan alam
Yang juga harus diingat, kita kerap jatuh lantaran hal-hal sepele yang semula tidak terpikirkan.
Jika kita berani menghadapi konsekuensi dengan kepala tetap tegak saat dunia serasa hancur, sebetulnya kita tengah berdialog secara jujur dengan diri sendiri.
Pada dasarnya setiap kegagalan sebetulnya ingin “mengungkapkan” sesuatu. Entah tentang pribadi kita maupun pekerjaan yang tengah kita geluti.
Sangat bijaksana bila kita mau mencoba mendengarkan pesan yang hendak disampaikan alam melalui kegagalan tadi. Apakah ambisi kita kelewat menyilaukan mata sehingga kendala yang ada tak sempat terlihat.
Salah satu kiat sukses, carilah dan “obati” semua kelemahan diri sendiri sebelum orang lain mencari-cari dan mengutarakan kelemahan kita.
Orang yang berjiwa kerdil akan mudah meledak saat mendapat kritik. Di lain pihak, orang bijak justru berusaha memetik pelajaran dari kritik dan kecaman yang dilontarkan kepadanya.
Strategi lain untuk menghindari kegagalan, tinggalkan kebiasaan menunda-nunda pekerjaan yang dapat kita kerjakan dan selesaikan saat ini.
Kerjakanlah secara berturut-turut, mulai dari yang paling penting dan mendesak untuk diselesaikan. Merencanakan pekerjaan juga jauh lebih baik daripada tanpa perencanaan sama sekali atau melakukannya sambil lalu.
Segera perbaiki kondisi yang mungkin masih bisa diperbaiki. (Puspayanti, kontributor)