Berbakti Dalam Senyap – Catatan halaman 146

Foto : Tumisu/ Pixabay

Penulis : Jliteng

Bermula dari bincang ringan seputar karunia Roh Allah dalam suatu komunitas. Dan berujung pada pertanyaan seorang ibu tentang cara mendampingi ke 3 anaknya yang lahir istimewa, ketiganya kalung usus.

“Saya ingin agar anak-anak saya kelak memiliki kemampuan untuk berbakti dalam senyap,” ujarnya.

Ya, muara dari karunia Roh Allah adalah kemampuan untuk berbakti dalam senyap, seperti yang ditampakkan oleh banyak sosok pengabdi, dari yang senja usia sampai yang muda.

Menjadi pribadi yg mampu berbakti dalam senyap, atau silent hero(es),  harus ditumbuhkan sejak dini, dengan keteladanan yang lebih daripada kata-kata, oleh kedua orangtuanya.

Peristiwa pandemi covid-19 melahirkan banyak silent hero(es), yang mampu berbakti dalam senyap sampai akhir, seperti yang ditampilkan oleh *Ninuk.*

“Saya hidup untuk orang yang saya sayangi. Dan saya mati untuk orang dan apa yang saya sayangi, termasuk profesi saya”, kata-kata terakhir Ninuk sebelum ajalnya.

Ninuk, perawat RSCM Jakarta, sebelum menghembuskan nafas terakhir, dengan nada terbata-bata, menyampaikan kalimat itu kepada Arul, suaminya. Lalu Arul, mendekap anak gadisnya yang tiada henti menangisi kepergian ibunya. “Mamamu, pahlawan nak. Kita bersyukur punya mama seperti dia. Berbakti dalam senyap sampai akhir hayat.”

***
Dia, Ninuk, satu di antara ratusan “silent hero(es)” di seantero bumi – – yang diawal masa pandemi, meregang nyawa oleh loyalitas mereka pada profesi. Bertaruh asa dalam dedikasinya demi kemanusiaan. Mereka ada di garda depan menghadapi ganasnya Covid-19. Mereka hanyalah orang biasa, bukan siapa-siapa, tapi kepergian mereka sungguh ditangisi, dan diakuii — setidaknya di mata keluarganya sendiri sebagai Silent Hero. Seperti disampaikan Arul, suami Ninuk, kepada anak gadisnya.

Saya yakin, Ninuk lahir dari keluarga shekinah, tumbuh dalam cinta dan binaan ayah ibu yang banyak baktinya dalam senyap, sehingga di akhir hayatnya mampu mengatakan:

Saya hidup untuk orang yang saya sayangi. Dan saya mati untuk orang dan apa yang saya sayangi, termasuk profesi saya.”

“Karena engkau telah melakukan hal-hal baik untuk sesamamu, kini masuklah dalam damai abadi bersama-Ku”.

Salam sehat dan tak henti berbagi cahaya.

Keajaiban Lahir dari Hidup Yang Biasa-biasa – Catatan halaman 139

Lebih Takut Jadi Miskin Daripada Mati – Catatan halaman 141

Jadilah Hidup Kita Sebagai Embun Bening – Catatan halaman 136

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.