Foto : J W / Unsplash
Siapa berbuat baik itu anugerah dan berasal dari Allah, tapi orang yang berbuat jahat…?!
Berbuat baik itu ibarat menggali sumur. Kita diajak berperan aktif dan semangat, tidak suam-suam kuku, apalagi sekadar pencitraan dan ben diarani.
Berbuat baik itu ekspresi jiwa. Keteladanan yang sumbernya dari hati.
Hidup ini untuk memberi sebagaimana Allah murah hati. Karena ikhlas itu anugerah-Nya.
Ada orang bilang, berbuat baik itu ibarat kita menulis di pasir bibir pantai. Ketika ombak datang, tulisan itu segera tersapu oleh gelombang, lalu hilang.
Intinya, perbuatan baik apapun yang kita lakukan pada sesama dan makhluk hidup itu tidak boleh diingat, tapi dilupakan. Ibarat kita bernafas, menghirup udara yang berasal dari Allah.
Berbuat baik itu juga anugerah Allah, dan merupakan nafas jiwa. Berdenyut dan menghidupi.
Berbuat baik itu tidak sekadar kita menulisi bibir pantai agar segera hilang disapu oleh gelombang, tapi kita melakukan secara konsisten, komitmen, dan jangan pernah berhenti hingga kita kembali kepada Ilahi.
Sama halnya seperti kita menggali sumur. Kita juga tidak tahu, berapa lama waktu yang dibutuhkan agar kita menemukan sumber air yang jernih dan bagus itu.
Langkah pertama dan penting adalah kita berani bertanya pada ahlinya: lokasi yang tepat sumber mata air itu. Sehingga kita tidak bakal salah, dan asal menggali.
Selain itu, bertanya juga hukumnya wajib, sebagaimana kita biasa bertanya pada ahli agama agar hidup kita dicerahkan oleh kasih Allah.
Dengan arahan orang yang ahli di bidangnya, kita menggali sumur. Menggali, dan terus menggali tanpa henti. Kendati kita menemui bebatuan, tanah liat, atau pasir.
Tantangan, ya, tantangan itu selalu ada, dan menggoda siapapun yang berpikir positif, berkehendak baik, ingin sukses, dan bahagia.
Padagal, sejatinya tantangan itu datang dari pikiran sendiri, sedang orang lain itu tidak lebih sebagai penggoda. Ketika kita fokus pada misi visi pekerjaan, hati ini tidak mudah terkontaminasi oleh omongan orang dan tantangan apapun yang menghadang.
Bertekun dalam iman, berjuang tanpa lelah, dan tetap fokus, kita terus menggali sumur itu. Hingga suatu saat, galian kita menembus mata air yang jernih, segar, dan bening.
Semoga, kita juga mampu jadi mata air bagi sesama, yang jernih dan menyegarkan jiwa.
Menghitung Butir Nasi, Mensyukuri Rejeki