Berita Lucinta Berlomba dengan Korona

Oleh SYAH SABUR

BEBERAPA hari lalu nama Lucinta Luna alias LL alias Muhamad Fatah ini seolah berlomba dengan berita Korona atau Corona alias Covid-19, virus terkenal asal China yang menewaskan lebih dari 2.200 orang (data 22 Februari 2020). Berbagai berita menyebutkan, LL ditangkap polisi di apartemennya saat tengah mengonsumsi narkoba.

Beritanya pun sangat beragam. Mulai dari soal asal-usul dan identitasnya, operasi kelamin, penangkapan, perasaan depresi yang membuatnya mengonsmusi narkoba, ruang tahanan yang ditempatinya hingga pernikahannya. Ada juga edisi LL minta maaf kepada keluarga dan masyarakat atas perbuatannya.

Sebuah media online bahkan mewawancarai LL secara khusus dan tak lupa memberinya label “eksklusif”. Seolah LL narasumber “kelas A” yang sulit diburu media.

Tak hanya itu. Sebuah stasiun televisi berita sempat menayangkan empat berita tentang kasus LL di segmen satu program berita unggulan. Luar biasa.

Namanya trending

Namanya pun berkali-kali menjadi trending, baik di Twitter, Google maupun Youtube. Sebagai orang yang kurang mengikuti berita selebrita, saya pun bingung, siapa gerangan LL ini? Apa pula yang telah dilakukannya untuk masyarakat?

Sejumlah wartawan muda yang biasa bersinggungan dengan dunia hiburan (entertaintment) pun mengaku tidak paham betul bagaimana akhirnya LL bisa melejit dalam pemberitaan. Awalnya memang di jagat medsos tapi perlahan namanya naik kelas dan masuk ke media mainstream.

Terlepas dari statusnya sebagai transgender (yang merupakan hak pribadi yang harus dilindungi), LL ternyata bukan pemain sinetron atau film layar lebar, bukan pula penyanyi. Sejauh yang saya ketahui dari berbagai pihak, dia juga tidak punya aktivitas di bidang kesenian atau bidang lain yang menonjol.

Memang dia pernah mencoba menjadi penyanyi dangdut. Tapi sejauh ini tidak ada catatan bahwa dia pernah rekaman atau pernah membuat show secara khusus.

Salah satu momentum yang melejitkan namanya adalah saat dia melabrak host televisi, Deddy Corbuzier yang dianggap melecehkannya. Dia juga disebut-sebut pernah pacaran dengan mantan suami selebrita terkenal yang membuat namanya makin top.

Kasus Narkoba Lucinta

Kembali ke kasus narkoba yang menjerat LL. Berapa banyak barang bukti narkoba yang ditemukan polisi sehingga berbagai media seolah berlomba memberitakan kasusnya? Menurut polisi, barang bukti yang ditemukan berupa dua butir pil ekstasi di dalam tempat sampah, lima butir pil riklona, dan tujuh butir tramadol.

LL memang hanya pengguna biasa, bukan pengedar, juga bukan bandar. Paling tidak, itulah kesimpulan sementara polisi. Menurut LL, dia mengonsumsi narkoba sejak sebulan lalu akibat depresi.

Lalu, apa yg mendorong para pengelola program berita ut mengangkat berita LL? Viral! Sepertinya media pun punya tujuan yang mirip dengan Lucinta, Atta maupun Anya, demi meraih perhatian pemirsa (TV), tiras (media cetak) atau clickbait (media online).

Miliaran per Bulan

Hal serupa juga terjadi pada youtuber Atta Halilintar atau selebgram Anya Geraldine. Menurut data Social Blade, berkat popularitasnya (21 juta subscriber), Atta misalnya diperkirakan berhasil meraih 16,2 ribu dolar AS hingga 259 ribu dolar AS perbulan dari channel YouTube. Jika dikonversikan ke rupiah, anak sulung keluarga Halilintar ini diperkirakan mendapatkan Rp 228 jutaan hingga Rp 3,6 miliar.

Selebgram Anya Geraldine, walaupun jumlah subscriber-nya di Youtube hanya 316 ribu, tapi penghasilnnya lumayan menggiurkan. Seperti dilansir situs Socialblade.com, dari video-video yang diunggahnya di channel YouTube, Anya berhasil meraup penghasilan US$14,2 ribu atau setara dengan Rp198 juta per bulan. Jika di total dari Youtube dan Instagram, total dia bisa mengantongi uang sekitar Rp726 juta setiap bulan.

Suatu saat, aksi Anya bermain air bersama selebriti Baim Wong menjadi trending di media sosial. Wow!

Dosen Ngeprank

Rupanya, kasus Lucinta, Atta, dan Anya mampu mendorong banyak orang lain untuk melakukan hal yang sama, menjadi youtuber atau selebgram. Kasus dosen yang pura-pura diserang sejumlah orang di lampu merah Jl Thamrin, Jakarta adalah kasus terbaru.

Fenomena yang dikenal dengan istilah prank ini berbuntut pidana. Sang dosen, bersama mahasiswi yang bertugas merekam adegan ngeprank diancam dengan UU ITE dengan pidana 10 tahun. Sekadar catatan, prank adalah perbuatan jahil, ngerjain orang dengan tujuan guyon buat asyik-asyikan menggunakan teks, chat atau video.

Masalahnya, prank yang dilakukan sang dosen sudah keterlaluan karena sangat mengganggu. Apalagi saat disebar di media sosial, bisa menimbulkan kesan bahwa Jakarta sangat tidak aman.

Menurut praktisi media Bill Kovach dan Tom Rosentiels dalam buku The Elements of Journalism, tujuan jurnalisme adalah untuk memberikan warga negara informasi yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan sebaik mungkin tentang kehidupan mereka, komunitas mereka, dan pemerintah mereka.

Seorang penagamat praktisi media lainnya dari Amerika Serikat, Sydney DuEst menyatakan, wartawan berbeda dengan blogger karena mereka berpegang pada standar yang lebih tinggi. Jurnalis harus memilih sumber mereka, dengan rajin mencari kebenaran dan selalu mengidentifikasi sumber dan motif mereka.

Dari batasan jurnalisme tersebut, jelas tidak ada relevansi maupun manfaat bagi publik dari sebagian besar yang dilakukan Lucinta, Atta maupun Anya. Kalau media ikut-ikutan membesar-besarkan para selebgram dan Youtuber tanpa prestasi, berarti media sudah kehilangan jatidirinya. []

Avatar photo

About Syah Sabur

Penulis, Editor, Penulis Terbaik Halaman 1 Suara Pembaruan (1997), Penulis Terbaik Lomba Kritik Film Jakart media Syndication (1995), Penulis berbagai Buku dan Biografi