Bermacam gebrakan mengawali jabatan barunya sebagai orang nomor satu di Jawa Barat. Melarang study tour dan wisuda yang membebani orangtua siswa, menolak mobil dinas dan baju dinas baru, merupakan langkah populis yang segera menaikkan pamornya sebagai gubernur Jabar. Sebelumnya dia kampanye dengan mengembalikan martabat budaya Sunda yang terkikis budaya agama yang memuja leluhur bangsa asing.
OLEH DIMAS SUPRIYANTO
SEJAK gencar kampanye menguatkan budaya Sunda dan tegas menolak pemujaan terhadap leluhur bangsa asing, saya salut kepada Kang Dedi Mulyadi. Sembari mengikuti video sosialisasi programnya di Youtube dan Tiktok, sebelum dan saat kampanye, saya berharap dia terpilih menjadi Gubernur Jabar dan harapan saya pun terkabul.
Semasa masih jadi redaktur koran harian, saya pernah menyambangi kantornya di Purwakarta dan mendapat oleh oleh buku darinya. Dia mengagumi budaya Bali dan banyak membangun patung yang kemudian dihancurkan oleh FPI. Kini dia naik kelas menjadi gubernur Jawa Barat.
Dengan keberaniannya itu, yang sangat beresiko bagi pemilih Jabar yang sudah bertahun tahun dikuasai ajaran PKS Ikhwanul Muslimin (IM) Mesir – ternyata warga Jawa Barat akhirnya tersadar. Selama ini mereka dikangkangi oleh budaya asing, leluhur asing, keArab-araban, yang membuat warga Jabar kehilangan identitas Sundanya. Tercerabut dari budaya Pasundannya.
Jawa Barat memang dikenal juga sebagai basis Islam ekstrim sejak negeri ini dimerdekakan. Di provinsi ini lahir dan bermarkas Darul Islam (DI) SM Kartosuwiryo dan NII (Negara Islam Indonesia (NII), yang masih berkembang kader kadernya, dalam banyak nama.
Kehadiran Islam transnasionel – khususnya HTI dan Ikhwanul Muslimin PKS – menumbuhkan puritanisme baru, di sebagian Jabar dan menjadikannya kawasan intoleran. Sejumlah kabupaten menerapkan Perda Syariat Islam dan diskriminatif. Dedi mendapat tantangan dari pendukung mereka.
Tapi rakyat Jawa Barat mayoritas toleran yang sadar identitas daerahnya kini bangkit. Dedi meraup kemenangan 62% melawan dua pasangan lain. Selain mengembalikan identitas dan keluhuran budaya Sunda, KDM (Kang Dedi Mulyadi) juga mensosialisasikan sederet program, bahkan sebelum dilantik resmi.
PADA hari pertama dilantik, KDM membuat gebrakan dengan pun mencopot Kepala Sekolah SMAN 6 Depok dan Kepala SMAN 1 Cianjur yang tak menggubris imbauannya. Sebelumnya dia menyoroti biaya aneka kegiatan di sekolah – dari TK hingga SMA – yang membebani dan memberatkan orangtua siswa, namun karena sudah berlangsung bertahun tahun dianggap biasa. Utamanya study tour dan wisuda.
Bertahun tahun orangtua siswa dibebani oleh keharusan study tour yang berbiaya jutaan – diangsur setiap bulan – dengan manfaat minim, lebih banyak menguntungkan para guru, kepala sekolah dan pengusaha travel, ketimbang manfaat yang didapat para siswa.
Peristiwa tragis kecelakaan bus yang menimpa siswa SMK di Depok saat melakukan study tour, yang mengakibatkan 11 siswa kehilangan nyawa, memicu kemarahan KDM. Maka dia tegas melarang tour ke luar Jawa Barat, dan mengganti dengan kegiatan yang lebih tepat sasaran, karena pada study tour, lebih banyak menyoroti tournya – ketimbang studinya.
Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi ini menuai protes terutama dari operator wisata dan pemilik hotel, yang kehilangan pendapatan akibat pembatalan kunjungan dari sekolah-sekolah. Sebaliknya, bagi orang tua siswa, menjadi angin segar karena tidak lagi harus memikirkan biaya tambahan untuk kegiatan sekolah.
KDM juga melarang wisuda yang biasanya untuk lulusan perguruan tinggi, seperti sarjana atau diploma. Namun kemudian menular ke tingkat TK. “Lebih baik kelulusan diselenggarakan sederhana di sekolah, seperti zaman dulu,” tegasnya Sabtu (1/3/2025).
Langkah itu tidak hanya mengurangi beban biaya bagi orang tua, tetapi juga memberikan fasilitas yang bisa dimanfaatkan oleh siswa dalam berbagai kegiatan akademik dan non-akademik.
Gebrakan lain, sekolah yang mewajibkan calon siswa membayar uang gedung atau uang pangkal puluhan juta seharusnya tidak mendapat subsidi dari negara. “Sekolah itu sudah jelas komersil, cari untung dari siswa mewajibkan bayar mahal. Kenapa harus disubsidi negara?” tanyanya.
MENGIKUTI arahan Presiden Prabowo Subianto, Kang Dedi Mulyadi menyisir sejumlah anggaran untuk efisiensi, terutama yang terkait fasilitas dirinya agar digeser ke program yang lebih bermanfaat.
Dia menolak pengadaan mobil dinas baru. “Jangan setiap pemimpin baru, mobil dinas baru,” kata KDM di Gedung Pakuan, Kota Bandung, sembari menantang para pejabat di Jabar lainnya untuk menolak pengadaan mobil baru seperti dirinya.
Selain itu, Kang Dedi Mulyadi juga menghapus anggaran perjalanan dinas ke luar negeri. Sedangkan untuk perjalanan dinas dalam negeri ia juga meminta tim transisi untuk memotong anggaran hingga 50%. “Ngapain ke luar negeri. Bahasa Inggris aja gak bisa? ” katanya.
Dedi meminta efisiensi anggaran harus harus diikuti oleh perangkat daerah yang lain, termasuk sekretaris daerah. “Sekda juga harus sama.”
Berikutnya, dia menghapus anggaran keperluan pakaian dinas gubernur dan dialihkan pembelanjaannya untuk infrastruktur jalan. “Bapak (itu) tunjangannya kurang lebih hitungan saya Rp 25 juta sebulan. Masa baju aja harus dibeliin sama negara. Memangnya bapak anak yatim mau lebaran,” ucap dia.
“Masukin jadi belanja infrastruktur. Sepatu hapus, udah banyak. Dasi hapus, jas hapus. Di anggaran rumah tangga gubernur, hapus anggaran pakaian dinas gubernur,” tegasnya.
Penelusuran anggaran membuat KDM menemukan skandal pembangunan masjid Al Jabbar senilai Rp.1,2 triliun yang dibangun dengan APBD, dimana pemerintahannya masih berutang Rp 207 miliar dari pinjaman PEN – Pemulihan Ekonomi Nasional.
Nampaknya banyak hal yang selama ini dianggap “biasa” – ”wajar” – ”sudah dianggarkan” ternyata, merupakan penyimpangan. Dan itu yang dibenahi oleh KDM – Kang Dedi Mulyadi.
Semoga rakyat Jawa Barat terus mendukung program-program KDM hingga terpilih hingga dua periode. *