Seide.id- Bagi banyak orang, terutama anak, balon itu menyenangkan. Tapi bagi batita, bisa saja balon justru dianggap sesuatu yang menakutkan.
Kuncinya, jangan pernah memaksa anak untuk menyukai apa yang orangtua sukai. Kalaupun semula ia suka, namun kini takut pada balon, berusahalah untuk memahaminya.
Memang ada perkembangan rasa takut anak sejalan dengan perkembangan kognisinya. Anak kini lebih mampu berfantasi, hingga kadang kala justru fantasinya itu membuatnya membayangkan yang tidak-tidak.
Atau mungkin saja, tanpa sepengetahuan orangtua, anak mendapat pengalaman kurang menyenangkan. Contohnya, balon yang tengah dipegangnya tiba-tiba meletus hingga ia kaget luar biasa. Atau ada seseorang yang menakut-nakutinya.
Jika anak benar-benar takut, untuk sementara waktu, tidak usah memaksanya untuk menyukai balon. Toh, tanpa balon pun kehidupannya sama sekali tidak terganggu alias baik-baik saja. Sedapat mungkin batasi juga momen dimana ia harus sering menghadiri acara-acara ulang tahun teman atau kerabat yang dipenuhi balon.
Jangan Mengolok-Olok
Cara lain, secara perlahan, ajaklah ia bermain dengan balon. Misalnya, permainan mengenal warna. Awalnya, tak perlu melibatkan anak dalam permainan tersebut. Biarkan anak cukup mengamati aktivitas bermain balon ini dari kejauhan.
Contoh lain, perlihatkan gambar/foto balon. Amati bagaimana reaksi anak. Bila tidak menunjukkan reaksi ketakutan, itu pertanda baik. Perlihatkan juga sesering mungkin contoh bahwa orangtua atau siapa pun yang dikenalnya tidak mengalami cidera atau kejadian tak mengenakkan saat bermain dengan balon.
Yang wajib diingat, jangan pernah mengolok-olok anak bahwa ia cemen alias bernyali kecil karena takut pada balon. Tidak fair juga membanding-bandingkan anak dengan teman atau sepupunya yang berani bermain balon.
Akan lebih bijak jika orangtua “menghargai” dan memahami rasa takutnya. Misalnya, dengan menanyakan, “Kamu masih takut sama balon? It’s oke, Mama tidak akan memaksa kamu main balon sampai kamu tidak merasa takut lagi.”intinya, berikan kesempatan pada anak untuk mengatasi rasa takutnya. Lama-tidaknya bersifat amat subyektif, hingga orangtua perlu bersabar menyikapinya.
(Puspa) – nakita