TikTok dan pengguna. (Foto: RCTI)
Seorang pengguna sebuah media sosial (medsos) di Tangerang kaget ketika melihat kontennya tentang cara menanam cabai dijadikan iklan tanpa seizin pembuatnya. Bahkan, tanpa honor yang layak diberikan. Haruskah pemilik medsos seperti TikTok, Twitter, dan Facebook meminta izin pemilik konten sebelum menjadikannya alat beriklan?
Ini persoalan pelik yang terjadi sejak munculnya medsos dan mulai aktifnya pengguna medsos. Pengguna memiliki konten bervariasi, kaya gagasan, namun dengan mudah developer medsos menggunakan untuk iklan dan tujuan lain tanpa izin. Apakah mereka bisa dituntut?
Aturan Mengikat
Aturan mengenai media sosial mengatakan perusahaan medsos seperti TikTok atau Twitter dapat menggunakan konten yang diunggah siapa pun untuk keperluan komersil². Ini adalah aturan yang mereka buat sebelum Anda masuk menjadi pengguna medsos itu.
Mereka membuatnya dalam tulisan dan paragraf panjang dan bertele-tele dengan tulisan kecil, memang sengaja bertujuan untuk menyesatkan pikiran-pikiran konsumen yang akan menuntutnya. Konsumen atau pengguna medsos, mau tak mau, dipaksa untuk memberikan pernyataan “setuju” pada Peraturan dan Ketentuan sepihak dari pemilik medsos. Jika Anda setuju, baru akun bisa dibuat. Sat itulah Anda masuk jebakan medsos.
Hak Cipta
Undang-undang Hak Cipta menyebutkan bahwa perusahaan medsos seharusnya selalu meminta izin sebelum menggunakan konten di iklan, publikasi, atau situs web perusahaan lain. Ini sudah sewajarnya. Konten yang dibuat seseorang tidak boleh digunakan dalam iklan pihak ketiga tanpa sepengetahuan atau persetujuan kami.
Situs medsos tidak boleh menggunakan konten yang diunggah karena alasan bisnis. Namun, dari perspektif hukum, situs medsos memang memiliki hak luas untuk menggunakan informasi apa pun yang Anda berikan.
Cobalah sempatkan membaca Ketentuan Layanan di Twitter yang panjang. Di sana tertera pasal yang memberikan Twitter hak untuk menggunakan, menyesuaikan, berbagi, dan mendistribusikan konten Anda di seluruh dunia. TikTok malah mengklaim “sebuah lisensi tanpa syarat, non-eksklusif, bebas royalti, sepenuhnya dapat diperluas” sesuai kebijakan TikTok.
Instagram mengklaim tidak hanya lisensi luas untuk konten Anda, tetapi juga izin untuk menampilkan nama pengguna, foto, like ( suka), dan hubungan dengan iklan pihak ketiga. Situs media sosial seperti YouTube dan Tiktok juga bisa, tanpa melanggar hukum atau ketentuan layanan mereka sendiri, membebankan biaya kepada pengguna untuk mengakses video Anda.
Otomatis Milik Mereka
Anda bahkan mungkin tidak tahu konten Anda sudah dikomersilkan dan dimanfaatkan pemilik medsos. Dan, itu semua tampaknya legal.
Setiap konten yang diunggah di sebuah medsos, otomatis seperti milik mereka. Mereka dapat memperoleh cara menghasilkan yang banyak. Tak perlu izin Anda. Semua ketentuan sudah berlaku saat anda mendaftar di medsos. Konten-konten itu menjadi miliknya. Ada yang berbagi, ada yang tidak.
Jika sudah begini, aturan sepihak berkuasa, Yang lebih kuat menetapkan persyaratan dan pihak yang lebih lemah terjebak dengan mereka. Tetapi pelanggan memiliki dua sumber: kekuatan pasar mereka (followers) dan undang-undang perlindungan konsumen yang melarang praktik bisnis yang menipu atau tidak adil.
Pengguna yang telah menginvestasikan konten dan pertemanan atau followers bertahun-tahun ke dalam jaringan, membangunan relasi dengan pengguna lain, memiliki konten yang banyak, akan dirugikan jika hanya mengikuti aturan setempat dari perusahan medsos.
Tidak Adil
Pengguna Facebook telah berulang kali mengancam boikot atau #deleteFotobook setelah kontroversi terbaru, tetapi nomor pengguna situs terus naik tahun demi tahun. Iklan dengan kekuatan pasar masuk perusahaan, pengguna media sosial dibiarkan mengandalkan perlindungan konsumen terhadap praktik-praktik menipu atau tidak adil. Sebab mereka tahu tuntutan mereka akan melelahkan dan pemilik medsos punya uang banyak untuk membiarkan atau mengganti rugi jika kalah.
Istilah “tidak adil” dalam praktik bisnis juga bisa diakali pemilik medsos. Konsumen yang masuk akal memahami tawar-menawar: konsumen medsos menggunakan situs gratis dan perusahaan media sosial mendapatkan pendapatan dari penjualan iklan.
Ketika Gmail diluncurkan pada tahun 2004, advokasi privasi keberatan dengan pemindaian email otomatis; Sekarang kita menerimanya seperti biasa. Setiap kali YouTube mengubah aturan monetisasi, pembuat konten mengeluh tentang kehilangan uang tetapi menganggap YouTube dapat melakukan apa pun yang diinginkannya. Keadilan sulit ditegakkan kalau sudah begini.
Untuk memperbaiki ketidakseimbangan kekuasaan ini, pengguna media sosial membutuhkan perlindungan konsumen awal. Kita seharusnya tidak mengklik “Saya setuju” dan berharap yang terbaik dan saling menguntungkan. Apa mereka mau? Apa pengguna medsos berani?
Itu masalahnya.
BACA JUGA: Uni Eropa Akan Denda Perusahaan Medsos Penyebar Konten Berbahaya
Diskusi Seputar Gegap Medsos ~ Pilihan dan Konsekuensi
Aset Kripto Yang Dicuri Peretas Bisa Dipulihkan Menggunakan Organisasi Ini