Korupsi sudah menjadi bisnis ekonomi jika tidak ingin disebut budaya. Menihilkan kasus di negeri berlimpah kekayaan yang tidak sebanding dengan mental kejujuran penghuninya, menjadi persoalan di tiap era kepemimpinan.
Oleh DAHONO PRASETYO
PANDEMI mulai terkendali, dua kepala daerah digelandang KPK, Komisi Pembrantasan korupsi, dalam waktu hampir bersamaan. Dugaannya korupsi yang tidak ada hubungannya dengan Bansos yang rawan dikelola oleh tangan-tangan korup.
Bukan berarti penyaluran bansos benar-benar bersih usai eks Menteri Juliari Batubara divonis selusin tahun. Ini baru “pemanasan”. Warning kepada raja raja kecil yang berpotensi nakal. Bahwa jangankan bansos, jual beli jabatan dan suap pengadaan barang juga diungkap.
Kita berharap bersih-bersih KKN kepala daerah oleh KPK bukan berarti era korupsi makin merajalela. Semakin banyak pejabat tertangkap mengindikasikan law enforcement sedang dijalankan. Bahwa minimnya maling tertangkap bukan berarti kondisi aman tidak ada ancaman pencurian.
Korupsi sudah menjadi bisnis ekonomi jika tidak ingin disebut budaya. Menihilkan kasus di negeri berlimpah kekayaan yang tidak sebanding dengan mental kejujuran penghuninya, menjadi persoalan di tiap era kepemimpinan.
Bagaimana Tongkok yang menghukum mati pelaku korupsi tidak lantas sepi orang takut korupsi. Di Malaysia ada hukuman gantung bagi koruptornya. Jepang dan Korea Selatan menerapkan sanksi sosial selain hukuman, pelakunya dikucilkan. Jerman dengan skema menarik balik 100% angka korupsi plus hukuman penjara. Dan Amerika dengan denda selangit di angka yang dikorupsinya.
Sedangkan di Indonesia hukuman tergantung jabatannya dengan bonus remisi dan diskon belas kasihan. Sedangkan angka kerugian tidak sepenuhnya dikejar. Itulah sebabnya fokus penegak hukum di negara yang bandel urusan rasuah, adalah menangkap sebanyak-banyaknya pelaku. Beradu lihai dengan kecanggihan modus pelakunya.
Maka jangan heran pelaku dan napi koruptor di Indonesia masih bisa tersenyum meski dipermalukan di masyarakat karena hukuman yang bisa dinegosiasikan. Rasa malu telah berbuat jahat cukup diselesaikan dengan menebalkan muka.
Bagi pelaku yang belum tertangkap akan berusaha mencuri lebih besar lagi. Hasilnya sebagian disimpan untuk mengamankan praktik bisnis korupnya, sebagian lagi untuk bekal saat mendadak apes tertangkap. Keluar penjara tidak lantas mendadak miskin beralih profesi menjadi pemulung botol plastik.
Maka slogan orba : “Piye, isih penak jamanku, to?” Menjadi “sihir” juga bagi koruptor. Jaman orba KKN dilegalkan dengan strateginya masing-masing. Celakanya kalau sekarang karena sudah “diharamkan” maka menjadi senjata politik, saling menjatuhkan sesama pelaku koruptor.
Gus Dur salah satu korban konspirasi dengan alasan korupsi. SBY yang sudah compang-camping namun belum tersentuh dan Jokowi yang berkali kali lolos dari intrik para koruptor. Dan siapapun Presiden penerus nantinya tak akan jauh-jauh dari ancaman serigala penyamun.
Di sisi inilah, seharusnya kita malu menjadi Indonesia. **